21. minggu membingungkan

1.4K 76 6
                                    

tolong tandain kalau ada typo ya:)
...

Matahari sudah meninggi di langit, sinarnya yang terik menembus jendela-jendela kos yang sebagian masih tertutup tirai. Suasana kos mulai ramai dengan berbagai aktivitas penghuni yang memilih menghabiskan hari Minggu mereka di dalam. Suara-suara obrolan samar dan dentingan peralatan dapur mulai terdengar dari balik dinding-dinding tipis, menandakan kehidupan yang mulai bergerak di pagi yang sudah cukup tinggi ini.

Di salah satu kamar, Keisya masih terlelap dalam balutan selimut tebalnya. Rambut hitamnya yang panjang terurai berantakan di atas bantal, sementara wajahnya yang damai perlahan mulai terusik oleh keramaian di sekelilingnya. Matanya yang terpejam mulai bergerak-gerak, tanda kesadarannya mulai kembali setelah malam yang panjang.

Perlahan tapi pasti, kelopak matanya terbuka, mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya yang menyusup masuk. Tangannya refleks terangkat, mengusap wajahnya yang masih setengah mengantuk. Keisya menguap pelan, otaknya mulai memproses keadaan sekitar.

Matanya yang masih sayu melirik ke arah jam dinding yang tergantung di seberang ruangan. Angka-angka yang ditunjukkan membuatnya terkesiap. Jam sembilan pagi. Ouch. Dia sangat kesiangan.

"Gila!" serunya pelan, kesadarannya sepenuhnya kembali dalam sekejap.

Dengan gerakan cepat, Keisya menyibakkan selimut tebalnya, mengekspos tubuhnya yang hanya berbalut piyama tipis bermotif bunga-bunga. Kakinya yang jenjang langsung menyentuh lantai yang dingin, membuatnya sedikit bergidik. Dia bangkit dari kasur empuknya, meregangkan tubuh sejenak untuk mengusir sisa-sisa kantuk yang masih menempel.

Secara otomatis, matanya yang masih agak sembab langsung tertuju ke bawah, ke arah karpet di samping tempat tidurnya. Tempat di mana seharusnya Heksa tidur semalam. Namun alih-alih menemukan sosok tinggi itu masih bergelung dalam selimut, yang dilihatnya hanyalah karpet kosong dengan selimut yang terlipat rapi.

"Loh, dia kemana?" gumamnya bingung, alisnya berkerut heran.

Keisya melangkah pelan menuju jendela, kakinya yang telanjang meninggalkan jejak samar di atas karpet lembut. Tangannya yang meraih gorden, menyibaknya perlahan. Matanya menyipit, beradaptasi dengan sinar matahari yang tiba-tiba menyeruak masuk. Dia memandang ke arah halaman depan kos, berharap bisa menangkap sosok Heksa di sana. Namun sejauh mata memandang, tak ada tanda-tanda keberadaan pria itu.

Menghela napas pelan, Keisya berbalik dan kembali ke arah tempat tidurnya. Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Jemarinya yang lentik dengan kuku-kuku yang dicat warna hitam putih mulai bergerak, membuka aplikasi chat untuk mencari kontak Heksa.

Keisya bukannya sedih atau khawatir berlebihan karena Heksa tiba-tiba menghilang. Tapi ada sedikit rasa kecewa yang menggelitik hatinya. Seharusnya cowok itu berpamitan sebentar jika ingin pulang, pikirnya. Apalagi mengingat semalam dia malah tertidur lebih dulu, meninggalkan Heksa sendirian.

Tidak menemukan pesan apapun dari Heksa, Keisya memutuskan untuk meneleponnya. Jarinya menekan ikon telepon di samping nama kontak Heksa lalu suara nada sambung mulai terdengar. Namun kemudian, dia justru mendengar suara dering ponsel dari arah jendela kamarnya, suara yang begitu dekat.

Tanpa mematikan panggilan, Keisya bergegas menuju sumber suara. Dan benar saja, di atas meja dekat jendela, dia melihat sebuah ponsel berwarna hitam - yang dia kenali sebagai milik Heksa tergeletak disana sehingga rasa lega seketika menyelimuti hatinya. Setidaknya ini pertanda Heksa belum pergi, dan masih berada di sekitar kos.

Dengan sedikit bersemangat , Keisya meraih ponsel itu. Tangannya yang mungil menggenggam benda persegi panjang tersebut bermaksud untuk mengakhiri panggilan. Namun ketika matanya menangkap nama yang tertera di layar, jantungnya seolah berhenti berdetak untuk sesaat.

Fate's Knot Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang