Jangan lupa tandain typonya.
175 votes aku lanjut!
Let's go!...
Keisya mendesah pelan saat memikirkan malam yang baru saja dilewati bersama Heksa. Malam itu lebih menyenangkan dari apa yang ia bayangkan sebelumnya. Ada perasaan yang menggumpal di dadanya, menyadari betapa momen itu begitu singkat, dan dia menginginkan lebih. Keisya menyukasi semua hal yang dia lakukan bersama Heksa, sangat.
Beberapa jam terakhir dipenuhi dengan percakapan ringan, sesekali diwarnai tawa kecil mereka di tengah-tengah drama Korea yang menjadi latar, sementara Heksa dengan sentuhan lembutnya yang tak jarang memberikan peluk dan cium dengan penuh kasih.
Kehangatan yang mengalir dari kedekatan itu memberi rasa nyaman yang hampir membuat Keisya lupa akan hal-hal yang sempat mengusik pikirannya semalam. Melihat Heksa yang pagi ini lebih banyak tersenyum, membuat Keisya memilih untuk mengesampingkan perasaan ganjil itu, setidaknya untuk saat ini.
Di balkon kamar, Heksa duduk menikmati batang rokok yang berhasil ia tawar dari Keisya. Mereka sudah sepakat, hanya satu batang sebelum pulang, karena jika dibiarkan, kebiasaan itu bisa berlanjut dan mengganggu.
Keisya tahu persis bagaimana harus menangani kebiasaan buruk Heksa. Meskipun ada sisi lain dari cowok itu yang terkadang membuatnya frustasi, pada akhirnya ada daya tarik yang sulit ia hindari.
"Heksa, udah selesai ngerokok belum?" suara Keisya memecah keheningan, sementara ia sibuk merapikan barang-barang ke dalam tas.
Tidak banyak barang yang dibawa, namun persiapan pulang tetap membuatnya sedikit repot. Tidak lama kemudian, Heksa muncul dari arah balkon, menghampirinya yang tengah duduk di tepi ranjang.
"Barusan banget habis. Ada apa, sayang?" tanyanya dengan nada santai, seolah mereka masih punya banyak waktu. Keisya lalu menyerahkan smartphone-nya kepada Heksa.
"Tolong fotoin aku, ya."
Sebuah kerutan tipis muncul di dahi Heksa. "Nggak sama aku?" tanyanya, seolah keberatan jika mereka tidak berfoto bersama.
Keisya tersenyum kecil sebelum menjawab, "Aku mau foto sendiri dulu."
Meski terlihat ragu, Heksa akhirnya mengangguk dan mulai bersiap mengambil gambar. Namun, tidak lama kemudian, dia menurunkan ponselnya dan menatap langsung ke arah Keisya. Tatapan itu penuh perhitungan, seolah ada sesuatu yang kurang berkenan di matanya.
"Kamu mau pakai baju itu?" tanyanya, nada suaranya berubah sedikit serius, membuat Keisya mendongak.
"Iya, kenapa memangnya?"
Tanpa memberi penjelasan lebih lanjut, Heksa mendekat. Tangannya dengan gerakan cepat dan penuh perhatian menarik helaian rambut Keisya ke depan, menutupi kedua bahunya yang sebelumnya dibiarkan terbuka.
Kejutan itu membuat Keisya terdiam sejenak, terutama saat Heksa, dalam jarak yang begitu dekat, menunduk dan mengecup lembut pundaknya yang sekarang tersamar oleh rambut.
"Jangan keliatan pundaknya," ujar Heksa lirih, namun jelas.
Keisya memutar bola matanya, sedikit kesal namun tak bisa sepenuhnya marah. "Ih, kenapa? Justru baju ini kan biar kelihatan pundaknya."
"Aku nggak bolehin," sahut Heksa, kali ini dengan tegas. "Nanti orang-orang malah salah fokus."
Alasan itu membuat Keisya terdiam sejenak. Dia mulai memahami pola sikap Heksa akhir-akhir ini. "Kamu bener-bener posesif, Heksa," gumamnya, lebih sebagai pernyataan daripada pertanyaan.
"I've told you. Aku memang posesif." Heksa menatapnya dalam, seolah ingin memastikan kata-katanya benar-benar terserap.
Keisya mendesah berat, mulai merasa terbebani oleh sikap Heksa yang makin lama makin membatasi ruang geraknya. "Aku nggak suka kamu kayak gitu," jawabnya dengan nada yang lebih tegas, berusaha menunjukkan ketidaknyamanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate's Knot
Ficção Geral"Ayo pacaran, Kei," ajakan tak terduga itu meluncur dari mulut Heksa, membuat Keisya yang awalnya asyik bermain handphone mendongak, antara kaget dan bingung. Keisya yakin tidak salah dengar ketika melihat raut wajah Heksa yang begitu serius menatap...