Keisya keluar dari walk-in closet dengan langkah sedikit goyah. Dia masih merasakan sisa-sisa perasaan campur aduk yang baru saja ia alami bersama Heksa. Jantungnya berdegup kencang, dan tubuhnya masih terasa hangat. Dengan keadaan seperti itu, dia segera bergegas menuju kamar mandi yang terletak di dekat dapur untuk membersihkan diri dan menenangkan pikirannya.
Keisya membasuh wajahnya dengan air dingin dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Setelah itu matanya terpaku menatap cermin, mencoba memastikan apakah penampilannya masih terlihat normal.
Matanya tanpa bisa dicegah tertuju pada tanda kemerahan di lehernya, membuatnya seketika membuang nafas kasar sambik memijit pelipisnya mengingat momen yang baru saja terjadi antara dirinya dan Heksa. Dia sebisa mungkin menutupi tanda itu dengan kerah bajunya, meskipun usahanya sia-sia.
Keluar dari kamar mandi, Keisya melewati dapur yang tampak belum tersentuh. Pandangannya tertuju pada jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas, dan seketika otaknya mengingat janji hangout yang hampir terlupakan.
Rasa panik mulai menyergap, bercampur dengan perasaan bingung akibat semua kejadian yang terjadi sebelumnya.
Dengan tangan sedikit gemetar, Keisya mencari tas selempangnya yang terletak di sofa depan ruang tengah. Tangannya merogoh masuk dan menemukan handphonenya yang sedang bergetar. Kebetulan yang sangat pas karena dia melihat ada ssbuah panggilan masuk dari Nadira, jadi dia segera mengangkatnya setelah berusaha menenangkan suaranya yang masih terdengar serak.
"Kei, lo udah dimana? Jalannya macet parah sekarang."
"Gue belum berangkat sih, kenapa?" jawab Keisya, jantungnya berdebar kencang entah kenapa.
"Syukur deh, anak-anak bilang baru bisa sampai tempat jam delapan lebih. Lo ketiduran apa gimana sih gak baca grup?"
Keisya terkekeh gugup, mencoba menyembunyikan kegelisahannya yang masih terasa. "Habis belanja, sekarang masih mau makan dulu sebelum berangkat." Dia berusaha menyusun alasan yang masuk akal, meski pikirannya masih kacau.
"Itu tempatnya agak jauh dari tempat lo ya, awas lo molornya kebangetan."
"Jam delapan lebih kan?"
"Iya."
"Sekitar lima belas menit dari gue, aman." Keisya berbohong, berusaha meyakinkan temannya meski dia sendiri tidak yakin dengan situasinya saat ini.
"Hah, jangan ngarang deh."
"Iyaa, yaudah gue matiin dulu."
"Eh, bentar Kei-"
Tut!
Keisya memutuskan panggilan sepihak lalu mematikan layar handphonenya. Dia meletakkan gadget tersebut di meja dan berjalan menuju dapur dengan langkah yang sedikit ragu. Pikirannya masih berkecamuk, berkumpuk menjadi satu sampai membuat ubun-ubunnya panas. Tapi sebisa mungkin Keisya mengabaikan dan melanjutkan kegiatannya yangs sempat tertunda.
Membutuhkan waktu sekitar lima belas menit bagi Keisya untuk merapikan dapur, menempatkan bumbu-bumbu ke dalam wadah, dan membersihkan sisa sampah yang berserakan. Setiap gerakan yang dia lakukan terasa berat, seolah tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih dari momen sebelumnya. Setelah persiapan selesai, dia beralih mengenakan apron dan mulai menyiapkan cumi-cumi yang akan dimasak.
Semoga semua kegiatan ini bisa mengalihkan pikirannya dari kejadian di walk-in closet.
Keisya baru saja memasukkan irisan bumbu untuk ditumis ke dalam wajan, saat Heksa tiba-tiba muncul tanpa suara. Cowok itu tampak segar dengan kaos dan celana olahraga serba hitam, rambutnya masih basah sehabis mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate's Knot
General Fiction"Ayo pacaran, Kei," ajakan tak terduga itu meluncur dari mulut Heksa, membuat Keisya yang awalnya asyik bermain handphone mendongak, antara kaget dan bingung. Keisya yakin tidak salah dengar ketika melihat raut wajah Heksa yang begitu serius menatap...