tolong tandain kalau ada typo ya:)
...Keisya duduk diam di dalam mobil, meresapi setiap alunan musik yang mengisi perjalanan mereka. Ada perasaan campur aduk di dadanya, tapi kini lebih terkendali. Pikirannya tak lagi seberat tadi setelah meneguk pil yang diresepkan dokter. Sebagian besar kecemasannya hilang, dari delapan puluh persen kini hanya tersisa dua puluh. Tapi tetap saja, pikirannya masih terusik oleh bayangan Hendra yang seolah siap menghujani mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang menguliti.
Di sampingnya, Heksa terlihat lebih santai. Tangan kanannya memegang kemudi, sementara tangan kirinya dengan lembut menggenggam jemari Keisya. "Biar nggak grogi," begitu katanya ketika dia mengambil inisiatif menarik tangan Keisya. Keisya tahu itu lebih dari sekadar alasan. Entah itu hanya modus atau memang Heksa tulus, tetap saja, ada rasa hangat yang menjalar di dadanya.
Hanya dengan satu sentuhan, Heksa membuatnya merasa lebih tenang, bahkan ketika pikirannya masih berkutat pada kemungkinan pertanyaan-pertanyaan tajam dari Hendra.
"Mas Hendra chill banget orangnya," kata Heksa di awal perjalanan. "Cuman ya, dia emang banyak tanya, jadi nggak perlu khawatir yang gimana gitu." Ucapannya barusan terus berulang di kepala Keisya, meski kecemasan tak sepenuhnya hilang.
Senyuman kecil tersungging di bibir Keisya. "Ih, kenapa tadi gue nggak setuju ya, waktu lo ngide buat kabur aja?" tanyanya, setengah mendesis. Ada nada bercanda di sana, namun ketegangan tak sepenuhnya tersamarkan.
"Udah nggak bisa kalau mau berubah pikiran," sahut Heksa cepat. Dia seolah bisa membaca apa yang ada di pikiran Keisya sebelum kalimat itu sepenuhnya keluar.
Keisya terkekeh kecil, jarinya menggurat lembut di atas tangan Heksa, membentuk pola-pola tak terlihat di kulitnya. Gerakan sederhana yang lebih untuk menenangkan dirinya sendiri. Heksa merespon dengan tatapan yang hangat, seolah-olah genggaman itu adalah kalimat tak terucap bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Lo udah pernah ketemu anaknya Mbak Jess, kan?" Heksa tiba-tiba bertanya, mencoba mengalihkan perhatian Keisya dari rasa tegang.
"Iya, waktu di salon. Mereka lucu, sih."
"Nah, menurut lo mereka welcome nggak?"
Keisya menghela nafas singkat. "Nggak terlalu, Maurer cuek. Kalau Kio masih mau gue ajak main."
"Bagus deh," jawab Heksa, sedikit tersenyum. Ada kelegaan dalam nadanya yang sulit dijelaskan.
"Kenapa gitu?" Keisya menyipitkan mata sedikit curiga.
"Ribet kalau mereka terlanjur suka," jawab Heksa sambil tertawa. "Maksudnya, mereka lagi masa-masanya suka main. Kalau udah cocok sama lo, pasti bakalan nempel terus ngajakin main."
Keisya tertawa kecil, meski perasaan tidak siap kembali membayangi. Hatinya sebenarnya belum sepenuhnya yakin untuk menghadapi situasi ini, dimana dia akan bertemu keluarga Heksa ketika hubungan mereka sendiri masih belum jelas.
Dengan Jessica, Keisya sudah menyiapkan diri lebih dulu, karena tak ada jalan lain. Situasi terjepit memaksa mereka bergantung pada Jessica. Tapi untuk Hendra, perasaan itu berbeda. Hendra adalah bagian dari lingkaran keluarga Heksa, dan Keisya tak tahu apakah dia siap untuk segala pertanyaan atau asumsi yang mungkin muncul dari pertemuan ini.
Lamunannya terputus saat Heksa berkata, "Udah sampai."
Mereka tiba di depan Amuz Gourmet, restoran yang terkenal dengan suasana mewah dan romantis. Dari luar, bangunan megah itu memancarkan aura elegan dengan lampu temaram yang menyambut mereka. Valet service dengan cekatan menghampiri mobil, siap mengambil alih parkir sementara mereka berdua bersiap masuk.Keisya menatap keluar jendela, matanya menatap cukup lama pada bangunan yang akan menjadi tempat makan malam mereka kali ini. Desain modern dengan sentuhan Parisian Art Deco terlihat dari jendela, memamerkan chandelier kristal yang menggantung megah di tengah ruangan, memancarkan kilauan lembut ke lantai marmer yang berkilau. Semua detail dari interior restoran ini seolah berteriak tentang eksklusivitas, sesuatu yang membuat Keisya semakin resah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate's Knot
قصص عامة"Ayo pacaran, Kei," ajakan tak terduga itu meluncur dari mulut Heksa, membuat Keisya yang awalnya asyik bermain handphone mendongak, antara kaget dan bingung. Keisya yakin tidak salah dengar ketika melihat raut wajah Heksa yang begitu serius menatap...