"HEKSAAAA!!! SEMANGAAAAT!!!"
Teriakan menggelegar yang menyebut nama Heksa itu tiba-tiba terdengar dari arah tribun atas, membuat beberapa orang, termasuk Keisya ikut menoleh. Seorang cewek cantik, yang Keisya sendiri awalnya tidak yakin jika suara yang tadi didengarnya berasal dari cewek itu.
"Lo denger cewek tadi?" Tanya Sava sambil berbisik.
Keisya memutar bola mata sambil menggeser tubuhnya supaya bisa mendengar bisikan Sava selanjutnya.
"Itu Kania."
Tanpa bisa dicegah, Keisya menoleh lagi untuk yang kedua kali, melihat saat cewek itu kembali berteriak sambil mengarahkan kamera handphonenya ke arah lapangan, seperti sedang merekam. Kemudian setelah beberapa saat, Keisya kembali melihat ke arah lapangan dan menemukan Heksa baru saja mencetak poin.
"Gila? Itu Kania?" Tanya Keisya tanpa bisa menyembunyikan keterkejutannya. Cakep banget, heran. Heran mengapa Kania bisa mau dengan Heksa yang super menyebalkan. Tapi... rasa-rasanya Keisya pernah melihat Kania entah dimana.
"Iya, lo baru tahu?" Tanya Sava masih berbisik.
"Kan gue udah bilang."
Sava mengangguk-angguk, lalu memberi isyarat agar Kesiya dan Nadira kembali ke posisi semula. Setelah itu, ada lagi suara teriakan pendukung yang kembali terdengar sangat keras. Kali ini bukan Kania pelakunya, tapi berasal dari cewek-cewek yang posisinya berada di depan tribun bawahnya.
"HEKSAAAA AYO HEKSA!!! GUE YAKIN LO PASTI MENANG!!!"
"Itu ada anak BEM sama... gak tau juga ya, kan dia nih presidennya mahasiswa, jadi siapa aja bisa kenal," jelas Nadira yang Keisya tanggapi juga dengan anggukan kepala.
Kini sudah memasuki set terakhir pertandingan, yang hasilnya, teknik mesin selalu unggul. Keisya mulanya tidak tertarik untuk mengabadikan pertandingan sore ini. Tapi karena handphone Nadira tiba-tiba lowbat, dia terpaksa meminjamkan handphone miliknya kepada sahabatnya yang satu itu.
"Gak banyak kok, please ya. Buat nge-shoot waktu mereka nyetak poin aja."
Nggak banyak versi Nadira itu adalah hal yang bisa dibayangkan.
"Iya pake aja udah. Gue bawa charger kok."
Keisya menyerahkan handphonenya tanpa ragu dan membiarkan Nadira melakukan apapun yang diinginkan. Entah berapa foto dan video yang Nadira abadikan, jumlah itu tidak akan memberi pengaruh begitu banyak terhadap ponselnya.
Handphonenya kembali, bersama sorak sorai kemenangan teknik mesin yang sudah terprediksi. Nadira, juga ketiga temannya yang lain ikut semangat bernyanyi, sementara di tempatnya berdiri, Keisya menunduk, memeriksa foto dan video hasil tangkapan Nadira. God. Bukan hal yang mengejutkan saat dua melihat ada lebih dari lima puluh foto video baru dalam waktu sesingkat itu.
Semua foto dan video itu normal, awalnya. Sebelum Keisya menyadari bahwa hampir semua hasil jepretan tersebut, selalu mengarah kepada satu orang... yaitu Heksa. Walaupun memang, semua hasilnya terlihat bagus.
"Lo ikut-ikut ngefans Heksa nih ceritanya?" Keisya tidak bisa menahan mulutnya untuk tidak berkomentar.
"Hehe, siapapun yang mainnya bagus juga bakal dapet perlakuan yang sama kok. Dan... eh, kayaknya gue baru besok bisa minta file-nya." Nadira terlihat berpikir lalu tiba-tiba mengibaskan tangannya sendiri.
"Atau nggak, pilihin yang bagus, terus lo kirim lewat file bisa nggak?"
Keisya mengernyit, kemudian menoleh sepenuhnya kepada Nadira. "Airdrop ke ipad lo aja gimana?"
"Gue nggak bawa ipad, sorry... tapi kalau lo nggak bisa—"
Keisya mengangkat tangannya supaya Nadira berhenti bicara. "Bisa. Tapi ini gue liat-liat dulu." Karena rencananya, Keisya akan menghapus semua hasil karya Nadira malam ini, jadi wajah Heksa tidak akan bertahan lama di dalam handphonenya. Sehingga saat ini, dia dengan besar hati kembali membuka galeri, lalu melihat video dan foto yang diabadikan oleh Nadira satu per satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate's Knot
General Fiction"Ayo pacaran, Kei," ajakan tak terduga itu meluncur dari mulut Heksa, membuat Keisya yang awalnya asyik bermain handphone mendongak, antara kaget dan bingung. Keisya yakin tidak salah dengar ketika melihat raut wajah Heksa yang begitu serius menatap...