Selamat Membaca
----
DUK!
Aku meringis sambil memegangi kepalaku yang menjadi korban pelemparan benda—sebuah kaleng minuman soda—yang mendarat, menggelinding menyentuh ujung sepatuku. Aku yang semula duduk di atas motor, langsung turun dan meraih kaleng tersebut.Aku menatap kaleng yang telah tak berbentuk di dalam genggamanku.
"Siapa, sih? Iseng banget jadi manusia!"
Aku menyapu pandangan ke seluruh penjuru lahan parkir sekolah guna mencari tahu siapa pelakunya. Namun, tak ketemukan siapapun, kecuali tukang kebun sekolah yang tidak mungkin melemparku dengan kaleng tanpa seba, bukan?
Saat ini jam telah menunjukkan pukul 16.34. Tentu jam segini sekolah sudah sepi, meski masih terdapat beberapa murid yang masuk kategori 'rajin' dan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, termasuk diriku. Namun, aku masih berada di sekolah bukan karena kegiatan organisasiku belum selesai, melainkan aku sedang menunggu seseorang.
Siapa lagi jika bukan menunggu Bosku yang cantik. Yang tentu saja hatinya tidak secantik parasnya.
"ADUH!"
Aku kembali meringis saat sebuah benda menghantam keras kepala bagian belakangku. Sebuah tas berwarna pink yang cukup familliar, tetapi aku mendadak lupa siapa pemiliknya.
Lama-lama gue bisa geger otak dini, nih! batinku.
Aku meraih tas yang tergeletak di tanah dengan perasan kesal.
"Kalo nggak seneng. Sini berhadapan langsung sama gue!" teriakku menantang.
Bugh!
"Breng—'' Bibirku kontan mengatup tepat ketika aku memutar badan menghadap pintu masuk lahan parkir karena tak jauh di depanku sudah terdapat perempuan yang kutunggu kedatangannya sejak tadi dengan dengan langkah anggun menghampiri diriku.
Aku menerbitkan senyum paling manis yang kumiliki saat dia berhenti dua langkah di depanku.
"Kamu boleh pulang sekarang!" katanya penuh penekanan dan tak terbantahkan.
Aku bergeming layaknya orang paling bodoh di dunia, terdiam tak menyahut. Membuatnya mungkin sebentar lagi akan berada dalam mode T-Rex dan menghancurkan semua yang ada dalam lintasnya.
"Kamu denger nggak, sih, Anta?"sentaknya mengejutkanku, "pulang sana!" imbuhnya.
Aku mendengus kesal. "Kalo ujungnya disuruh pulang begini, kenapa tadi malah minta gue nungguin di sini, sih?"
Dia menaikan sebelah alisnya sambil mengangkat bahu tak peduli. "Protes?"
Oh, jelas! sahutku di dalam hati.
Aurora menatapku lekat. "Kamu lupa kamu itu siapa?"
Kedua bola mataku memutar malas. "Gue inget ... tapi, kan, jadinya lo malah buang-buang waktu gue, Aurora!"
Aurora menyilangkan tangannya di depan dada lalu berkata, "Kalo inget, itu artinya kamu sadar, dong. Di sini, kamu nggak boleh protes?!"
"Sudah jadi kewajiban kamu untuk patuh pada setiap perintah yang kuberikan. Atau ... kamu mau semuanya berakhir di sini? Aku, sih, nggak masalah, ya ... tapi, jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu pada Kakak kesayanganku itu."
Aku dibungkam dengan ucapannya. Memang sulit melawan orang ini.
"Aku rasa, dia pasti akan bertanya-tanya karena aku tiba-tiba menghindar setelah perhatian-perhatian kecil yang aku beri padanya akhir-akhir ini," timpalnya lagi.
Ah, dia begitu mengenali titik kelemahanku.
Aurora menatapku menantang, "Jadi, mau diakhir aja?"
Aku menggeleng kuat dan melampirkan senyum terpaksa. "Gue nggak mungkin berani protes terhadap titah Yang Mulai Putri!" tuturku seraya membungkukkan badan layaknya seorang Hamba yang patuh.
Saat tubuhku kembali menegak, aku dibuat terkejut dengan posisinya yang kini mengikis jarak yang tersisa di antar kami. Aku sontak melangkah mundur.
Dahinya berkerut heran. "Kenapa mundur?" tanyanya setelah mengambil tas miliknya yang ada di tanganku.
"Gue refleks!" sahutku cepat, "gue kira, lo tadi mau ngapa-ngapain gue," lanjutku dengan suara pelan.
Dia tersenyum miring, kemudian pada tasnya. "Ngapa-ngapain seperti apa maksud kamu, Anta? Katakan padaku!" tanyanya disela aktivitasnya menggeledah isi tasnya. Entah apa yang sedang dia cari di dalam sana.
Aku menggeleng. Kemudian, sebelah alis perempuan itu menukik ke atas saat kepalanya mendongak menatapku.
Tidak mungkin kukatakan jika aku tadi mengira bahwa dia akan menyambar pipihku atau ... bibirku untuk dicium, kan? Bisa-bisa gue dituduh mesum, dong.
Napasku tertahan. Lagi-lagi Aurora bertingkah.
"Kenapa merem? Kamu pikir, aku akan mewujudkan isi otak busukmu itu, Anta?" Aurora tersenyum sinis. "Jangan harap!" tukasnya.
Konyol!
Aku memantau keadaan lalu menjauh darinya. Bahaya jika posisi tadi tertangkap basah Admin Lambe Turah SMA Garuda, lalu memotretnya dan membagikan ke seluruh Garuda.
"Mata gue tadi kelilipan," alibiku cepat. Sebuah alasan yang jelas-jelas tidak masuk akal.
Hubungan kami semula hanya sebatas musuh. Namun, kini nasib yang terkesan tak menguntungkan ini bukan terjadi tanpa sebab.
Apa lagi yang lebih apes dari yang aku alami? Terlibat ikatan tak biasa dengan musuh sendiri adalah keputusan paling konyol yang kubuat semasa hidup di bumi ini.
Ya, aku Antariksa Albara, si cowok tampan, ini bukan narsis, tapi kata Bunda, sih, begitu. Dengan rela dan lapang dada merendahkan harga diri yang selama ini aku pertahankan demi menjadi pesuruh seorang Aurora Kinantisia Alani, cewek paling populer di SMA Garuda dari segala segi.
Namanya saja sudah mengandung kesialan yang akan menimpah kehidupanku selanjutnya.
Sial!
Aku mulai menyesali keputusan yang kuambil satu bulan yang lalu.
----
Tbc
----
Terima kasih karena sudah bersedia mampir. Berikan tanggapan kalian setelah pertama kali baca cerita ini di sini ya.Tungguin part selanjutnya besok. Stay tune!

KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck in Own Plans
Ficção AdolescenteCerita masih lengkap . Follow dulu sebelum baca (Jangan plagiat, sayang) Jangan lupa vote dan komen di setiap bab, ya. Selamat membaca. . . Pertama kalinya Antariksa bertemu cewek paling ajaib seperti Aurora. Tak jarang Aurora membuatnya...