6. Pesan Tersirat

52 3 0
                                    

"Darah kering yang ada di remot itu milik korban, Pak. Dan ini semakin memperkuat dugaan kami kalau tunangannya itu melakukan penganiayaan terhadap korban selama ini," ucap Kunto menjelaskan laporannya. Sementara Tama memerhatikan foto-foto hasil autopsi yang menunjukkan beberapa memar baru di tubuh korban.

"Apa ada sesuatu yang mencurigakan dari laporan kesehatan korban?" tanya Tama.

"Gak ada, Pak. Mungkin korban gak langsung ke rumah sakit waktu mendapat penganiayaan. Atau tunangannya mencegah."

"Ada kemungkinan juga ini bukan penganiayaan pertama pada korban, Pak," ucap Maya menambahkan.

"Pelaku menganiaya korban selama ini, dan gak sengaja menghabisi korban!" ucap Rega dengan sangat berapi-api.

"Enggak-enggak," sanggah Tama dengan cepat, seketika membuat Rega kehilangan semangatnya dengan senyum yang luntur.

"Ini jelas kematian yang disengaja. Pelaku sengaja membunuh korban dan menunjukkan seolah-olah korban mengakhiri hidupnya sendiri. Kayanya ada motif lain yang memicu pelaku melakukan ini," ucap Tama, yang langsung disetujui anggukkan kepala dari para anggotanya.

Tama mengangkat kepala, menatap anggota timnya satu per satu.
"Menurut kalian gimana?"

"Kalau menurut saya, mungkin ada motif karena cemburu," ucap Maya.

"Saya dengar, mereka berdua dijodohkan. Mungkin, pelaku gak suka dengan korban dan memutuskan untuk mengakhiri hidup korban," ucap Rega dengan yakin.

"Kita perlu mempertimbangkan dugaan motif cemburu itu sih, Pak. Biasanya pelaku kekerasan bisa di luar kontrol saat cemburu," sahut Kunto.

Tama mengangguk, dia menulis semua pendapat yang dikemukakan oleh para anggotanya.

"Cemburu, masalah karena dijodohkan. Dua hal ini adalah dua motif yang perlu kita tekankan. Satu hal yang pasti. Kita sudah punya terduga tersangka, yaitu tunangannya. Jadi, fokus kita adalah membawa tunangannya, yaitu Bara ke kantor," jelas Tama sambil melingkari bagian nama Bara di white board.

"Surat pemanggilan udah dibuat?" tanya Tama sambil menutup spidol.

"Udah, Pak. Tinggal minta tanda tangan komandan," jawab Maya sambil menyerahkan map berisi kertas yang sudah dia print kepada Tama.

Tama melirik jam tangannya, kemudian dia berdecak pelan sambil menggigit bibirnya.

"Komandan udah pulang, kan?"

"Iya, Pak."

"Ya udah gini, yang penting kita udah kumpulin semua berkas dan bukti. Besok pagi, kita langsung minta tanda tangan komandan," ucap Tama, kemudian membubarkan timnya. Lagi pula, sudah beberapa hari ini mereka lembur hingga tertidur di kantor untuk mencari bukti. Waktunya mereka beristirahat di rumah.

Tama baru saja memasuki mobilnya, perhatiannya segera tertuju pada secarik kertas yang tertempel di dashboard mobilnya.

Thank you. Semoga kita gak bertemu lagi. (Tanda bibir dari Yuna).

Tama mengerutkan keningnya, dia meringis jijik sambil meraih kertas tersebut dan menggenggamnya erat. Setelah itu, dia membuangnya sembarang ke bagian belakang jok mobilnya.

"Gak bertemu lagi?" gumam Tama mencemooh kalimat itu. Jelas, dia yakin mereka akan bertemu lagi. Dia akan jamin itu. Kali ini, Tama tidak akan lengah menjaga saksinya, seperti dia lengah pada Gema dan Meira.

***

Kak Yuna, inget gak waktu itu pernah bilang Kakak akan menurunkan semua ego Kak Yuna, kalau aku berhasil ngalahin Kakak di persidangan? Nah, ini saatnya. Waktu Kak Yuna buka kotak ini, artinya aku udah menang. Dan aku mau Kak Yuna turunin ego Kakak untuk bisa balik ke rumah.

Lawless PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang