7. Penguntit

86 9 0
                                    

Tama masih mengawasi rumah kedua orang tua Bara dari sebuah warung kopi yang berada dekat dengan rumah tersebut. Sementara Rega dan Kunto berjaga di dalam mobil. Hal itu karena Bara sudah mengetahui wajah kedua anggotanya itu dibanding wajahnya.

"Ini bisa seharian nih kita nunggu gini doang, sampe si Bara keluar dari rumah," gerutu Rega sambil mengacak rambutnya merasa gelisah. Dia ingin buru-buru keluar dari mobil, meski Kunto sudah membelikannya camilan.

"Kita masih mending di mobil. Lo gak liat dari tadi Pak Tama di luar jalan bolak-balik cuma buat ngawasin sekitar?" balas Kunto.

"Pak Tama caper kali. Mentang-mentang cakep. Liat noh, itu warung kopi jadi makin rame yang nongkrong cewek-cewek."

"Baguslah, Pak Tama nongkrong di situ rejeki buat warung kopinya. Kalau lo yang di sana, musibah buat mereka," balas Kunto sambil melempar kacang ke arah Rega.

"Sialan, lo!"

Sementara itu, Tama menaruh perhatiannya ke layar ponselnya. Sambil mengawasi rumah Bara, dia memang sesekali memeriksa keberadaan Yuna melalui alat penyadap yang sudah dia pasang di ponsel gadis itu saat proses penyelidikan kemarin. Namun, dari pagi hingga sore begini, Yuna sama sekali tak terlihat bergerak dari apartemen.

Tama menghembuskan napas panjang, berusaha berpikir positif dengan menganggap kalau Yuna memang memerlukan waktu sendiri di apartemennya.

Semoga saja Yuna tidak melakukan hal bodoh di apartemen itu. Bagaimana pun, Tama tahu Yuna baru saja dihantam beberapa kejadian buruk sekaligus. Tama yakin Yuna bukan tipe orang yang akan mengakhiri hidupnya sendiri.

Perhatian Tama teralih pada suara gerbang yang terbuka. Dia melihat sebuah mobil sedan yang keluar dari gerbang rumah tersebut. Tama yakin, dia melihat Bara di mobil tersebut.

"To, To ... Tikus keluar. Cepet-cepet gerak!" ucap Tama melalui earphone bluetooth yang dikenakannya.

"Siap, Pak!"

Mobil Kunto dan Rega terlihat berjalan menyusul mobil sedan berwarna putih tadi. Sementara Tama segera membayar kopinya dan berlari menuju mobilnya sendiri.

"Dapet mobilnya?" tanya Tama sambil menyalakan mobilnya.

"Iya, Pak. Ini sedan warna putih, plat nomornya -"

"Fokus buntutin aja. Saya ngikutin di belakang," sergah Tama memotong kalimat Rega.

"Oke, siap!"

Tama mengikuti mobil Kunto dan Rega dari belakang. Dia tak tahu akan pergi ke mana Bara, tapi jika firasatnya benar, mungkin Bara akan melarikan diri.

"Mobilnya ke arah bandara, Pak!" ucap Rega.

"Oke, nanti kalian langsung ke arah pintu masuk aja ikutin dia, kalau perlu langsung tangkep. Saya dari arah samping," ucap Tama.

Dia memutar stir mobilnya, dan begitu melihat Bara sedang mengeluarkan koper dari bagasi mobil bersama seorang pria, Tama segera keluar dari mobilnya.

Baru saja Bara hendak menarik kopernya, langkahnya berhenti ketika melihat Kunto dan Rega berjalan ke arahnya. Bara berjalan mundur, wajahnya terlihat gelisah, kemudian ketika Kunto dan Rega mendekat, dia segera melemparkan kopernya ke arah Kunto dan Rega. Dia berbalik, tetapi sudah ada Tama yang berjalan mendekat.

"Apa-apaan, nih, Pak?" pria yang datang bersama Bara itu menahan Tama, sehingga Bara bisa melarikan diri. Sontak, Tama segera mendorong pria itu dari hadapannya dan berlari mengejar Bara.

"Woi, heh! Apa-apaan nih! Kenapa keponakan saya dikejar-kejar!" pria itu terus berteriak kepada Tama dan Kunto yang mengejar Bara. Sementara Rega menahannya yang terus mengoceh.

Lawless PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang