Yuna masih bersimpuh dengan kedua tangan terangkat bersama Viko di sebelahnya. Sementara seorang laki-laki tengah menodongkan pistol ke arah mereka. Di hadapan Yuna, setidaknya ada 10 orang termasuk 3 pengacara lain yang memang bekerja di perusahaan ini. Seluruh akses gedung sudah ditutup, sementara semua orang dikumpulkan di lobby dengan posisi yang sama - bersimpuh dan kedua tangan terangkat di atas. Dua orang laki-laki lainnya berjaga di sini, sementara satunya berjaga di luar. Mereka semua bersenjata, dengan pakaian yang serba hitam.
“Kalau sampe Samuel gak datang 5 menit lagi, habis kalian semua!” ujar salah satu dari mereka yang berambut gondrong keriting itu memperingati.
“Pak, saya mohon … Istri saya sebentar lagi lahiran. Tolong, jangan -”
“Diem di situ!” bentak pria berambut cepak sambil memukul kepala salah satu pengacara yang mencoba berdiri. Saat itu juga, seorang staf office girl menangis ketakutan dengan histeris.
“Berisik! Co, urus tuh perempuan!”
Salah satu laki-laki berpakaian hitam itu menghampiri staf tersebut dan menjambak rambutnya sehingga perempuan itu menjerit kesakitan.
“Diem! Kepala lo bolong kalau lo tetep teriak.”Perempuan itu memang berhenti berteriak, tetapi dia tak bisa berhenti menangis, sehingga laki-laki itu menghantamnya ke lantai dan menendang perutnya. Sontak, Yuna bergegas menghampirinya dan menahan pria itu.
“Udah cukup. Dia udah gak bisa teriak lagi,” tukas Yuna berusaha menatap tegas pada laki-laki itu meski dirinya sebenarnya juga takut.
“Bacot, lo.” Laki-laki itu menghempaskan tangan Yuna yang memeganginya dengan kasar, kemudian dia meninju wajah gadis itu dengan kepalan tangannya yang memakai sarung tangan tebal sehingga bagian bibir Yuna robek dan mengeluarkan darah.
“Minggir,” tukas laki-laki itu mendorong tubuh Yuna dan kembali menjambak rambut staf office girl tadi untuk menyeretnya.
“Urusan kalian itu cuma sama Pak Samuel! Jangan jadi pengecut dan lepasin kita, saya janji gak akan ada yang menuntut kalian -”
Kalimat Yuna terhenti ketika laki-laki itu menempelkan pistolnya ke kepala gadis itu. Yuna menahan napasnya, sambil memejamkan mata. Dia berusaha keras untuk tetap tenang agar bisa berpikir jernih.
BRAKK! Dorr!
Seluruh perhatian orang di dalam lobby gedung itu beralih pada suara tembakan yang berasal dari luar, termasuk tiga lelaki berbaju hitam yang memegang pistol itu.
“Cek keluar!” titah laki-laki yang menodongkan pistol kepada Yuna. Lalu, salah satu dari laki-laki itu pun keluar dari lobby. Di saat lengah itulah, Yuna memberanikan dirinya untuk menendang bagian bawah perut laki-laki itu dan menyikut lengannya hingga pistol yang dipegangnya terjatuh.
“Bangs*t!”
Kini giliran Viko yang bergerak menendang laki-laki berbaju hitam satunya lagi yang mengacungkan pistolnya pada Yuna. Dia menendangnya dari bawah sehingga laki-laki itu juga terjatuh menghantam lantai. Dengan sigap, Viko menginjak tangannya sementara pengacara lain merebut pistol tersebut.
Yuna masih bergelut dengan laki-laki itu memperebutkan pistol. Namun, tenaga Yuna masih kalah dengan laki-laki bertubuh besar ini sehingga pistol tersebut kembali direbut.
Bertepatan dengan itu, Tama dan beberapa petugas kepolisian lainnya bergerak masuk dan menyergap salah satu pelaku yang sudah ditangkap oleh Viko dan yang lainnya.Kini, Tama berjaga menatap satu pelaku lagi yang kini menyandera Yuna. Dia mencengkeram leher Yuna dengan pistol yang menempel di kepala gadis itu.
“Turunkan pistol kalian,” ucap laki-laki yang menyandera Yuna memperingati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lawless Partner
RomanceBagaimana jadinya jika seorang pengacara yang skeptis dengan kinerja kepolisian harus bekerja sama dengan anggota kepolisian itu sendiri? Kasus kematian adiknya, membuat Yuna menjadi saksi hidup seorang pembunuh berantai yang sejak lama diincar ole...