Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya orang yang Yuna tunggu-tunggu di ruang khusus ini datang. Dengan seorang petugas yang mengantar, Bara duduk di hadapan Yuna. Saat itu juga Yuna menekan mode rekam pada ponselnya, dan mengeluarkan sebuah foto.
Yuna memberikan foto itu kepada Bara.
"Kamu kenal orang ini?" tanya Yuna."Toni. Dia temen saya. Kenapa?"
"Dia saksi yang akan dihadirkan jaksa nanti. Artinya, dia yang akan memberatkan posisi kamu di sidang."
"Sialan! Dasar orang gak tau diri! Selama ini udah gue tolongin, malah nusuk gue!"
Melihat reaksi Bara, akhirnya Yuna bisa menyimpulkan sesuatu. Bahwa apa yang dikatakan saksi bernama Toni di BAP ini ternyata benar.
"Kamu memukuli Nayla?" tanya Yuna seketika membungkam mulut Bara saat itu juga. Kedua mata Bara beralih ke arah lain, menghindar dari tatapan penuh selidik dari Yuna.
Yuna menghela napas panjang, kemudian dia menyilangkan kaki di bawah meja.
"Kamu membunuh Nayla?"
"Enggak! Bukan saya!"
Yuna mengangguk-angguk, kemudian mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja.
"Bara, denger. Kasus kamu ini ... Ancamannya gak main-main. Penganiayaan disertai pembunuhan berencana. Kalau gak hukuman mati ya hukuman seumur hidup."Bara mulai terlihat gelisah, dia menekan-nekan kulit tangan dengan kuku jarinya. Keringat mulai membasahi wajahnya, dan kakinya bergerak acak.
"Saya ... Saya memang pernah memukul Nayla."
"Kapan?" tanya Yuna.
"Dua hari sebelum mayat Nayla ditemukan di apartemen saya. Waktu itu, saya menemukan fakta kalau Nayla berselingkuh dengan mantannya untuk ketiga kalinya. Saya sangat marah setelah memaafkan dia berkali-kali. Tapi saya merasa sedang dimanfaatkan. Saya akui, saat itu saya emosi dan memukul Nayla dengan remot TV itu ..." Bara menggantungkan kalimatnya untuk mengambil napasnya. Kedua matanya seketika memerah menahan air mata. Sementara Yuna hanya diam sambil mendengarkan.
"... Kita bertengkar hebat dan gak sengaja saya mendorong Nayla sampai dia jatuh dan mungkin mengenai meja TV. Dia langsung pergi dari apartemen saya. Tapi besok harinya, kita udah baikan kok. Bahkan saya dan Nayla udah tidur bareng ... Lagi." Tiba-tiba Bara memelankan suaranya di kalimat terakhir seolah dirinya tak enak mengatakannya.
"Mantan? Kenapa kamu gak bilang soal ini dari awal sih?!" tanya Yuna kesal. Dia harus memulai penyelidikan lagi dari awal.
"Karena ... Dia anak dari ketua partai politik yang besar. Saya ..." Bara menghembuskan napas panjang sambil menundukkan kepala putus asa.
"Kalau dia pelakunya, kamu mau dipenjara seumur hidup atau dieksekusi gara-gara dia?" balas Yuna.
"Saya gak tahu kalau semua tuduhan itu tetap ke saya."
Yuna menekan ponselnya, sambil menggigit bibir. Dia berusaha untuk tenang agar bisa terus bicara dengan klien-nya ini.
***
Marisa menyeruput teh miliknya dengan sangat tenang. Kemudian, pandangannya kembali tertuju pada Ferry yang sejak tadi sibuk membanggakan dirinya.
"Oh ya, saya sampai lupa. Gimana jalannya sidang kasus pertama kamu di sini?" tanya Ferry.
"Semuanya lancar. Saya dan jaksa penyidik sudah mengumpulkan banyak bukti untuk terdakwa. Saya yakin sidang ini akan berakhir dengan hukuman seumur hidup untuk dia."
"Kamu kelihatan percaya diri sekali ya, Marisa. Saya suka kepercayaan diri kamu," ucap Ferry tertawa pelan, sementara Marisa hanya tersenyum.
"Kamu itu berbeda dari jaksa lain di sini, yang hanya bisa berambisi. Tapi kamu begitu tenang, hati-hati, dan gigih," puji Ferry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lawless Partner
RomanceBagaimana jadinya jika seorang pengacara yang skeptis dengan kinerja kepolisian harus bekerja sama dengan anggota kepolisian itu sendiri? Kasus kematian adiknya, membuat Yuna menjadi saksi hidup seorang pembunuh berantai yang sejak lama diincar ole...