Akhirnya Yuna keluar dari kamar mandi, dia buru-buru melangkahkan kakinya keluar dari kantor kepolisian yang terus menatapnya dengan tatapan yang seolah-olah menghakimi.
Siapa yang tidak kaget, melihat seorang perempuan dengan sweater warna-warni, celana jeans dengan bagian robek-robek di bagian lutut dan paha. Dan juga rambut panjang bergelombang dengan jepit rambut yang warna-warni. Tak hanya itu, Yuna juga terpaksa mengenakan sepatu kets warna kuning glossy yang sangat mencolok!
Begitu dirinya sampai di hadapan tiga polisi ini, Rega terlihat tercengang dengan mata berbinar menatap Yuna. Maya tersenyum simpul, sementara Tama menahan tawa dengan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Masa anak SMA jaman sekarang dandanannya norak kaya gini sih? Siapa yang milih setelan? Parah banget selera fashion-nya," gerutu Yuna sambil mengibaskan rambut palsunya yang membuat dirinya gerah.
"Pak Tama yang pilih," jawab Maya dengan cepat. Sontak, Yuna melirik ke arah Tama dengan sinis seraya berkata, "Pantes!"
"Mbak Yuna cantik kok," ucap Rega sambil tersenyum manis. Maya segera menepuk lengan Rega untuk memperingatinya.
"Ma-maksudnya ... Ini gak norak kalau dipakai sama Mbak Yuna. Cakep banget!" ucap Rega yang malah memperjelas kekagumannya.
"Oh ... Gitu, ya. Makasih kalau gitu," ucap Yuna kikuk. Ia benar-benar merasa aneh dengan dua laki-laki anggota kepolisian ini. Mengapa juga dandanan norak begini mereka sukai?
"Pak, kita duluan ke mobil, ya." Maya segera menarik Rega ke mobil Tama yang sudah sejak tadi dibuka kuncinya. Agar Rega tak mengeluarkan kalimat-kalimat absurd-nya yang bisa membuat pengacara itu tak nyaman. Kalau sampai pengacara itu pergi dan batal membantu mereka gara-gara mulut Rega, maka Maya yang harus kembali menjalankan penyamaran konyol ini.
"Yuk, buruan," ajak Tama sambil mengeluarkan kunci mobilnya dan berjalan menuju pintu mobil. Namun, Yuna segera menahannya.
"Jangan lupa setelah ini, kasih dokumen lengkapnya ke saya," bisik Yuna memperingati.
"Iya."
"Iya apa?" tanya Yuna mendesak.
Tama menghembuskan napasnya, kemudian dia menjawab lebih lengkap, "Setelah kamu berhasil lakuin penyamaran ini, saya akan kasih kamu dokumen kasus yang kamu perluin."
"Yang jelas dong nama kasusnya," protes Yuna.
Tama hendak membalas ucapan Yuna, dan dia menyadari bahwa tangan Yuna yang sedang memegang ponsel ternyata menyalakan rekam suara.
"Gak usah pake kaya begini," ucap Tama sambil mengambil alih ponsel Yuna dan menghentikan mode rekamnya.
"Inget kata saya. Jangan sampe ada yang tahu, kalau kamu lagi selidiki kasus ini," bisik Tama, lalu dia segera masuk ke mobil sebelum Yuna kembali mendesaknya.
"Handphone gue ..." Yuna buru-buru membuka pintu di bagian kursi penumpang belakang bersama Maya.
"Jadi ... Gimana kasusnya?" tanya Yuna.
Rega melirik ke arah Tama untuk bertanya apakah pengacara ini boleh mengetahui kasus itu.
"Kasus minuman oplosan. Korbannya anak-anak SMA," jawab Tama sambil menyalakan mobilnya. Sementara Rega memberikan berkas-berkas kasusnya kepada Yuna untuk dibaca.
Yuna terdiam sejenak, dia mengingat kertas hasil otopsi yang dibawakan oleh Tama saat di laboratorium forensik. Tentang kandungan metanol dan etanol yang sangat tinggi.
"Minum berapa botol anak ini sampe kandungan metanolnya tinggi banget. Kadar alkoholnya melewati batas normal," gumam Yuna sambil membuka lembar baru lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lawless Partner
RomanceBagaimana jadinya jika seorang pengacara yang skeptis dengan kinerja kepolisian harus bekerja sama dengan anggota kepolisian itu sendiri? Kasus kematian adiknya, membuat Yuna menjadi saksi hidup seorang pembunuh berantai yang sejak lama diincar ole...