Mobil Yuna terparkir di pinggir sebuah kompleks perumahan yang sepi. Lalu, mobil sedan lain berhenti di belakangnya. Seorang pria keluar dari mobil tersebut dan menghampiri Yuna yang berdiri di dekat mobilnya.
"Nih, bener kata kamu. Untung aja di mobilnya Bara ada dashcam," ucap Viko sambil memberikan rekaman itu kepada Yuna.
"Udah kamu pisahin di waktu kejadian?" tanya Yuna, dan Viko mengangguk. Lantas, Yuna segera memutar rekaman video dari kamera yang terpasang di dashboard mobil Bara. Tepat pada kejadian itu, ternyata benar, Bara memang menabrak sebuah motor. Pantas saja Viko langsung menemukan lokasi si pemilik motor yang ditabrak oleh Viko.
"Lokasinya masih masuk ke dalem gang perkampungan yang itu. Kamu yakin mau ke sana sendiri?" tanya Viko setelah menjelaskan titik lokasi si pemilik motor kepada Yuna.
"Yakin. Kamu temui aja Pak Brawija. Waktu kita gak banyak," jawab Yuna yang disahuti anggukkan kepala oleh Viko. Lalu, dia berjalan ke arah mobilnya. Sementara Yuna memilih untuk meninggalkan mobilnya di kompleks dan berjalan kaki agar bisa memasuki gang tersebut.
Viko memakai sabuk pengamannya, kedua matanya masih mengawasi Yuna yang berjalan menjauh. Kemudian, dia meraih ponselnya dan menekan tombol nomor seseorang.
"Ya, Pak. Yuna berangkat ke lokasi yang saya kirim tadi. Iya, dia sendiri," ucap Viko di telepon tersebut, sementara kedua matanya terus menatap ke arah Yuna yang semakin jauh.
"Mana sih gangnya?" gumam Yuna sambil terus melihat ke sekitar kompleks. Karena menurut lokasi yang diberikan Viko, gang tersebut berada terhimpit di antara rumah-rumah besar ini.
Tiba-tiba Yuna menghentikan langkahnya ketika kedua matanya melihat ke arah sebuah rumah besar di ujung jalan ini. Dia sudah menemukan gang-nya, tapi perhatiannya teralih pada rumah besar di ujung jalan tersebut.
Rumah itu memiliki dua tingkat, dengan pagar warna hitam. Ada pohon-pohon besar di sekitarnya, dan lokasinya agak memisah dari deretan rumah besar lain di kompleks ini. Yuna memejamkan matanya ketika dia merasa sekelebat bayangan muncul kembali di kepalanya.
"Sepeda Yuna sekarang rodanya dua ya, gak boleh tiga lagi," ujar seorang wanita mengeluarkan sepeda beroda dua berwarna merah muda dari balik pagar hitam itu kepada seorang anak perempuan.
"Bunda, aku gak bisa," jawab anak itu sambil memegangi lengan wanita itu.
"Bisa. Ayo, Bunda pegangin."
"Coba kejar ayah kalau bisa!" Tiba-tiba seorang pria keluar dengan sepeda besarnya sambil keluar dari pagar hitam itu. Halaman rumahnya rindang dengan tanaman.
"Ayah sepedanya gede!"
Yuna mengerutkan keningnya, dia menggeleng pelan untuk membuyarkan bayangan asing itu di kepalanya.
"Ayah, mau somay!"
"Bang! Somay!"
Yuna tersentak kaget dan menatap ke depan. Pandangannya memutar mengikuti arah pandang seorang anak dan ibunya di ujung jalan yang memanggil seorang penjual somay keliling. Seolah bayangan di kepalanya berhubungan langsung dengan kenyataan yang dilihatnya sekarang.
Kadang Yuna bertanya-tanya, mengapa ia selalu mendapat bayangan asing di kepalanya.
Dia bergegas berjalan menuju gang tersebut dan melupakan semua bayangan itu. Langkahnya memelan ketika dia menemukan titik lokasi yang pas dengan yang terlihat di layar ponselnya.
Sekarang, Yuna tinggal mencari motor dengan plat nomor yang sama. Di sebelah kanan dan kirinya terdapat sederet kontrakan petak yang agak lusuh.
"Agus Setiawan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lawless Partner
RomanceBagaimana jadinya jika seorang pengacara yang skeptis dengan kinerja kepolisian harus bekerja sama dengan anggota kepolisian itu sendiri? Kasus kematian adiknya, membuat Yuna menjadi saksi hidup seorang pembunuh berantai yang sejak lama diincar ole...