Persidangan kali ini benar-benar berlangsung ricuh. Orang-orang yang panik setelah melihat adegan penusukan itu nyaris menghalangi Tama yang berusaha mengejar pelaku.
"To, jaga depan! Pelakunya pake jaket biru navy, sama topi hitam. Maya, minta petugas tutup akses keluar sekarang!" perintah Tama melalui alat di telinganya.
Dia memutar jalannya, berlari menuju lorong untuk memotong jalan dan dengan secepat kilat Tama menendang pria bertopi itu hingga terjatuh ke lantai. Di saat yang bersamaan, dirinya juga ditabrak oleh dua orang yang berlari ke arahnya.
"Maaf, maaf, Pak!"
Tama mengabaikan orang-orang itu dan bergegas mengejar pelaku yang berhasil kabur lagi.
"Pak, semua akses keluar sudah berhasil ditutup. Kita gak punya waktu banyak, Pak," ucap Maya melaporkan.
Tama mengumpat kesal ketika dirinya kehilangan jejak dari pelaku karena ditabrak tadi.
***
Yuna membuka matanya perlahan, dan merasakan nyeri pada kepalanya. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar, dan menyadari dirinya sudah ada di dalam mobil Viko. Sementara orang itu terlihat sedang menelepon di luar.
Perlahan, Yuna beranjak keluar dari mobil ketika dia menyadari mereka masih berada di area gedung Pengadilan Negeri.
"Yuna, kamu gak apa-apa?" tanya Viko begitu menyadari Yuna sudah terbangun.
"Gak, gak apa-apa. Bara gimana?" tanya Yuna melihat beberapa polisi masih bolak-balik di sekitar area gedung.
"Bara udah dibawa ke rumah sakit. Tadinya aku juga mau bawa kamu ke rumah sakit, tapi Pak Agung berisik banget teleponin, nanyain soal keputusan hakim buat Bara."
"Mereka gak puas?" tebak Yuna.
Viko menghembuskan napas panjang, kemudian mengantongi kembali ponselnya.
"Mereka ngejelek-jelekin firma hukum kita di media sosial."
Yuna menghela napas kasar sambil mengacak rambutnya frustrasi. Sudah bagus dirinya menyelamatkan anak mereka dari tuduhan pembunuhan berencana. Masih saja dirinya disalahkan.
"Mereka pikir gunanya pengacara tuh cuma bebasin klien dari jeratan hukum aja apa?!" gerutu Yuna sambil melemparkan pandangannya ke arah lain. Dan dia melihat Marisa yang sedang bersama kedua orang tua korban. Terlihat mereka menahan Marisa yang akan masuk ke mobil sambil menangis terisak.
"Yuna, kita harus balik ke kantor," ucap Viko saat Yuna berjalan menghampiri jaksa tadi. Namun Yuna terlihat mengabaikannya.
"Bu tolong ... Tolong temukan pelaku pembunuhan anak saya. Tolong ... Tolong. Saya mohon, temukan pelakunya," isak wanita setengah baya itu hingga bersimpuh di hadapan Marisa meskipun asisten dan rekan Marisa sudah mencoba menahannya.
"Bu, saya dan tim penyidik akan melakukannya. Jadi tolong jangan begini," ucap Marisa mencoba menarik wanita itu untuk berdiri.
"Jangan hentikan kasusnya, tolong cari pembunuh anak saya."
"Bu, kami akan melakukan sebaik mungkin. Sebaiknya, Ibu pulang sekarang dan kalau Ibu punya informasi lain, silakan hubungi saya," ucap Marisa.
Akhirnya salah sang suami pun menarik istrinya untuk menjauh dari jaksa itu dan membujuknya untuk pulang. Mereka berpapasan dengan Yuna yang berdiri tak jauh dari mereka. Namun, keduanya terlihat memandang sinis ke arah Yuna, lalu melangkahkan kaki mereka pergi.
Yuna mengerti, kedua orang tua korban pasti tak menyukainya yang membuat orang yang selama ini mereka curigai sebagai pelaku pembunuhan putri mereka, terbebas dari tuntutan pembunuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lawless Partner
RomanceBagaimana jadinya jika seorang pengacara yang skeptis dengan kinerja kepolisian harus bekerja sama dengan anggota kepolisian itu sendiri? Kasus kematian adiknya, membuat Yuna menjadi saksi hidup seorang pembunuh berantai yang sejak lama diincar ole...