2. Hopeless Romantic

141 11 0
                                    

Tama masih menyisir area TKP yang sudah sejak tadi dipasangkan garis polisi. Meski sudah mendapat laporan-laporan dari petugas yang lebih dulu datang ke tempat ini, ia merasa masih ada yang kurang.

"Gimana soal sidik jari?" tanya Tama sambil memerhatikan lantai tempat korban ditemukan bersimbah darah.

"Petugas sudah memeriksa ke seluruh ruangan ini, Pak. Termasuk barang-barang di sekitar korban, seperti surat dan pisau. Tidak ada sidik jari lain selain sidik jari korban, dan di sekitar ruangan ini hanya ada sidik jari tunangannya," jawab Kunto.

"Itu wajar, ini unit apartemen tunangannya. Masih kurang bukti untuk menuduh dia," sahut Tama yang disetujui anggukkan Kunto.

"Hasil lab forensik udah keluar?" tanya Tama. Dia beralih memeriksa kamar terduga pelaku. Tentu setelah dirinya melapisi tangannya dengan sarung tangan latex bersama petugas lainnya. Karena itu adalah peraturan dasar untuk memeriksa TKP.

"Belum, Pak."

Tama melihat foto-foto korban dan tunangannya di sepanjang dinding kamar. Mereka terlihat bahagia. Selain itu, dia juga memeriksa sekitar di tempat tidur, lemari, kolong tempat tidur, bahkan tempat sampah untuk mencari kemungkinan lain.

"Pak," panggil Kunto dari arah kolong meja televisi. Dia menemukan noda darah kering di sekitar sisi meja. Lalu, Tama pun menghampiri Kunto sambil menyalakan senternya.

"Sepertinya ini noda darah, Pak. Tapi, gak ada di laporan."

Tama belum menyahut, ia juga berpikir kalau ini adalah noda darah kering. Dia menunduk, mengarahkan senternya ke bagian dalam meja. Dia berpindah ke arah lain juga, hingga matanya tertuju pada remot TV yang juga memiliki noda yang sama.

"Bungkus."

Kunto mengangguk, kemudian dia membuka pelastik klip, lalu memasukkan remot TV itu ke dalamnya.

"Periksa itu DNA darah siapa. Kasih laporannya ke saya secepatnya."

"Baik, Pak."

Bersamaan dengan itu, Tama mendapatkan panggilan telepon dari Meira. Ia segera berjalan keluar dari unit apartemen itu, dan membuka sarung tangannya. Kemudian dia mengangkat panggilan telepon tersebut.

"Ya?"

"Aku denger ada kasus baru yang ramai di media sosial. Udah mulai penyelidikannya, Kak?" tanya Meira.

"Ya, udah mulai. Kita lagi fokus cari bukti dan masih nunggu hasil autopsi."

"Ada bagusnya juga ya, akun lady_red itu. Komandan kalian jadi kasih surat perintah buat penyelidikan," ucap Meira. Lagi-lagi membuat Tama merasa kesal mengingatnya. Bukan karena dia tak suka dengan tugasnya ini, melainkan rasa kesalnya pada sang atasan yang terkesan lamban memberikan perintah, dan membiarkan publik semakin percaya bahwa tim-nya bergerak hanya karena viral-nya kasus ini.

Padahal, Tama yang lebih dulu mengajukan untuk tindakan penyelidikan sejak awal ditemukannya mayat itu tadi malam.

"Kamu sendiri gimana sidangnya tadi, Mei?"

"Aku pikir semua ini akan berjalan lancar kalau aja anak itu gak banyak berulah. Bener kata Kak Tama, anaknya si wali kota itu ternyata punya banyak boroknya. Sialnya lagi, pengacara orang yang dia tuntut tahu semua itu, dan balik nyerang dia."

Tama berhenti di depan pintu mobilnya, jujur dia agak terkejut karena walaupun dia tahu keburukan anak itu, dia tak menyangka akan ada yang bisa mengalahkan anak wali kota itu.

"Korban yang dituntut itu ... Masyarakat biasa, kan?" tanya Tama memastikan. Dia agak penasaran apakah anak wali kota itu menuntut orang yang ternyata memiliki jabatan di pemerintahan juga atau tidak.

Lawless PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang