Tama masih berada di dalam mobil dan meraih satu kotak rokok ber-merk sama dengan yang Yuna ambil dari TKP, lalu memasukkannya ke dalam plastik klip. Setelah itu, dia baru beranjak keluar mobil dan menghampiri Dimas yang sudah dibekuk.
"Dimas Ardityo, Anda kami tahan atas tuduhan pembunuhan terhadap saudari Nayla. Silakan ikut kami ke kantor," ucap Tama sambil memakaikan borgol ke tangan Dimas yang sudah tak bisa berkutik lagi.
"Pratama Saputra, liat aja. Karir Anda di kepolisian akan berakhir," ancam Dimas sambil menatap sinis ke arah Tama. Sayangnya, Tama sama sekali terlihat tak terpengaruh, dan tetap meminta petugas untuk segera membawanya.
Ponsel Tama berdering tanda panggilan masuk dari salah satu anggota tim cyber crime bernama Aldo.
"Ya?"
"Pak, saya sudah berhasil menemukan identitas pengelola website itu. Saya akan kirim file-nya ya, Pak."
"Oke, makasih, Al. Oh ya, langsung hapus semua pencarian kamu, jangan sampe ada yang tahu," jawab Tama sambil berjalan menuju mobilnya lagi dan segera membukanya.
"Baik, Pak."
Setelah panggilan telepon berakhir, Tama menerima sebuah file berisi data-data informasi seorang pria bernama Waluyo Ramdani. Lalu, setelah melihat alamat yang tertera, Tama bergegas menyalakan mobilnya untuk pergi ke alamat tersebut.
***
"Jalan Wiratman 11, no. 31."
Yuna menyamakan nomor rumah yang ada di hadapannya, dengan alamat yang tertera di buku catatan milik Meira. Benar, rumah sederhana yang terlihat lusuh dan tak terawat ini adalah alamatnya. Namun, Yuna tak yakin apakah rumah ini ditinggali seseorang atau tidak.
"Permisi ..." Sambil mengetuk pintu, pandangan Yuna terus mengawasi sekitar. Lingkungan rumah ini benar-benar sepi.
Sekali lagi Yuna mengetuk, tapi tak ada satu pun yang menyahut. Alhasil, Yuna berjalan mengawasi rumah ini. Rasanya, tak mungkin Meira mendatangi tempat lusuh seperti ini. Dia tahu betul, Meira orang yang mudah sekali merasa jijik dan tak tahan dengan bau-bau aneh.
Hingga, Yuna berhenti melangkah saat ia merasa menginjak sesuatu. Ketika berjongkok, Yuna memungut benda yang baru saja diinjaknya. Botol spray handsanitizer kecil model gantungan. Sama persis dengan yang selalu Meira bawa.
Meski Yuna tahu botol spray ini bukanlah barang limited yang hanya dimiliki oleh Meira, tapi dia yakin rumah ini memang memiliki hubungan dengan Meira.
Yuna semakin gigih mencari celah untuk masuk ke rumah tersebut. Dan matanya melihat pintu belakang. Sambil merogoh saku celananya untuk mengambil jepit rambut lidi dan membobol pintu itu, Yuna berjalan mendekati pintu tersebut. Model pintunya lebih mudah dibobol daripada pintu utama. Namun, ketika Yuna meraih pintu itu, ternyata pintunya sudah terbuka.
Lantas, Yuna buru-buru melangkah masuk sambil mengendap-endap. Rumah ini sangat gelap hingga Yuna agak sulit melihat di dalamnya.
"Astaga, Tuhan!" pekik Yuna ketika seseorang mengarahkan sinar senter ke arahnya.
Tama menghela napas panjang dan mematikan senternya ketika melihat Yuna yang berdiri di sana.
"Jadi kamu yang ..." Yuna refleks menoleh ke arah pintu belakang yang sudah dibobol oleh Tama.
"Polisi macem apa masuk rumah orang dengan cara membobol begini? Ada pasal tentang masuk ke properti orang tanpa izin -"
"Itu juga berlaku buat kamu," sergah Tama yang sukses membuat Yuna bungkam karena menyadari posisinya juga saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lawless Partner
RomanceBagaimana jadinya jika seorang pengacara yang skeptis dengan kinerja kepolisian harus bekerja sama dengan anggota kepolisian itu sendiri? Kasus kematian adiknya, membuat Yuna menjadi saksi hidup seorang pembunuh berantai yang sejak lama diincar ole...