0.7

377 36 2
                                    

Malam itu, suasana taman begitu tenang dan sunyi, seolah-olah seluruh dunia sedang beristirahat. Namun, di tengah keheningan tersebut, suara kok yang dipukul bergema di lapangan umum. Gyuvin dan Ricky berlatih untuk terakhir kalinya sebelum penilaian badminton besok.

Pukulan demi pukulan dilakukan dengan penuh semangat. Gyuvin, yang merasa permainan mereka tidak cukup bagus, terus menyalahkan Ricky. "Pukulanmu terlalu lemah! Kau harus lebih kuat!" serunya dengan nada frustrasi. Namun, tanpa disadarinya, setiap kritik yang dilontarkannya terkadang disertai pujian tersembunyi. "Setidaknya kau bisa mengejar kok itu, tapi kau harus lebih cepat!"

"Ayolah! Aku sudah melakukan yang terbaik!" protes Ricky sambil mengejar kok yang hampir melewati net. Gyuvin hanya mendengus, "Cobalah lebih keras lagi! Ini bukan hanya tentang aku, ini tentang kita sebagai tim!"

Tiba-tiba, di tengah permainan yang semakin intens, Ricky tersandung dan jatuh keras ke tanah. "Ricky!" Gyuvin berteriak panik, refleks berlari menghampiri temannya yang tergeletak di tanah. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan cemas sambil membantu Ricky berdiri. Ricky, dengan tenang, berkata, "Aku baik-baik saja, tidak ada yang terluka."

Namun, saat Ricky berdiri tegak, Gyuvin menyadari seberapa khawatirnya dia tadi. Sesuatu dalam dirinya bergolak. Dengan wajah merah padam karena malu, Gyuvin tiba-tiba mendorong Ricky kembali ke tanah. "Jangan manja! Kau sudah besar, tidak perlu bertingkah seperti anak kecil," katanya dengan suara bergetar, mencoba menutupi perasaannya yang sebenarnya.

Ricky terjatuh lagi, kali ini dengan ekspresi bingung di wajahnya. "Apa-apaan sih kau, Gyuvin?" tanyanya sambil tertawa kecil, merasa heran dengan sikap temannya yang aneh.

Gyuvin berbalik meninggalkan lapangan, berjalan cepat menuju rumahnya. "Besok jangan sampai kalah, Ricky. Itu semua salahmu kalau kita kalah!" teriaknya sambil menjauh.

Ricky hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa, masih terduduk di tanah. "Dia benar-benar aneh." gumamnya sambil mengingat kekhawatiran Gyuvin yang nyata beberapa detik sebelumnya. Dengan senyum di wajahnya, Ricky bangkit dan membereskan peralatan latihan mereka, bersiap untuk menghadapi penilaian esok hari.

•••


Hari penilaian dimulai dengan atmosfer tegang memenuhi lapangan badminton. Gyuvin dan Ricky berdiri beriringan di posisi mereka, mata mereka tajam mengawasi tim saingan di seberang net. "Kita tidak boleh kalah, apapun yang terjadi," bisik Gyuvin kepada Ricky. Ricky hanya mengangguk, menyetujui ucapan temannya itu.

Peluit berbunyi dari Mr. Kim, tanda dimulainya pertandingan. Kok melayang dari tim lawan lebih dulu, memaksa Gyuvin dan Ricky untuk segera merespons. Gyuvin melompat dan memukul kok dengan kekuatan penuh, memulai pertandingan sengit yang menuntut seluruh kekuatan dan keterampilan mereka. Ricky, dengan ketangkasannya, bergerak cepat, menyeimbangkan serangan dan pertahanan tim mereka.

Pukulan demi pukulan terlempar, dan perlahan tapi pasti, tim Gyuvin dan Ricky mulai unggul. Setiap skor yang mereka cetak disambut dengan sorak-sorai dari penonton, menambah semangat mereka. Mereka berdua bermain dengan sinergi yang luar biasa, seolah-olah telah berlatih bersama selama bertahun-tahun. Ketegangan semakin memuncak saat skor akhir semakin dekat, namun Gyuvin dan Ricky tidak mengendurkan semangat mereka.

Akhirnya, dengan satu pukulan terakhir yang sempurna dari Ricky, kok jatuh di lapangan lawan, memastikan kemenangan mereka. Suara peluit penutup dari Mr. Kim terdengar, disambut dengan sorakan riuh penonton. Gyuvin melompat kegirangan sebagai bentuk selebrasinya. Dalam euforia, ia berlari ke arah Ricky dan memeluknya erat sambil melompat-lompat, bahkan berusaha mengangkat Ricky tanpa disadari.

BE MY BROTHER | GYUICKY FT. JEONGRI ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang