2.6

299 32 0
                                    

Pagi itu, matahari bersinar cerah, menyambut hari baru dengan hangat. Di dalam rumah yang nyaman, keluarga kecil itu sedang bersiap memulai aktivitas harian mereka. Meja makan sudah tertata rapi, dengan piring dan gelas yang siap menampung sarapan yang sedang disiapkan oleh Nyonya Shim di dapur. Gyuvin, yang selalu lebih cepat bersiap di pagi hari, sudah duduk di kursinya dengan tenang, matanya mengamati ibunya yang sibuk mondar-mandir di dapur. Aroma harum kopi dan roti panggang yang menguar di udara membuat perutnya keroncongan.

Tak lama kemudian, Ricky muncul dari tangga dengan langkah yang masih sedikit malas, tanda bahwa ia baru saja bangun. Matanya masih sedikit mengantuk, tapi ia tetap berusaha tampil rapi. Ricky bergabung dengan Gyuvin di meja makan, duduk di kursi sebelahnya. Tanpa basa-basi, ia mengambil segelas air putih dan meminumnya perlahan, mencoba membangkitkan semangat pagi.

Gyuvin melirik ke arah Ricky yang duduk di sebelahnya, lalu dengan nada yang sedikit jahil, ia bertanya, "Tidurmu nyenyak tadi malam?"

Ricky menatap Gyuvin dengan alis berkerut. "Kenapa kau tiba-tiba bertanya begitu?"

Gyuvin tertawa kecil melihat ekspresi curiga Ricky. "Aku cuma bertanya, kok. Apa salahnya menanyakan itu?"

Ricky menghela napas, lalu menjawab singkat, "Ya, aku tidur nyenyak."

Gyuvin tersenyum puas dengan jawaban itu, sementara Ricky melanjutkan sarapannya tanpa berkata-kata lagi. Sesekali, ia melirik ke arah Gyuvin yang terlihat lebih ceria dari biasanya, merasa ada sesuatu yang aneh, tapi ia memilih untuk tidak memikirkannya lebih jauh.

Setelah sarapan selesai dan mereka berpamitan pada orang tua, Gyuvin dan Ricky pun berangkat ke sekolah bersama. Mereka berjalan kaki menyusuri perumahan menuju halte bis, seperti biasa. Namun, ada yang berbeda pagi itu. Gyuvin tampak berjalan lebih dekat dari biasanya, langkahnya hampir sejajar dengan Ricky. Bahkan, bahu mereka beberapa kali bersentuhan, seolah-olah ada daya magnet yang menarik mereka satu sama lain.

Ricky, yang merasa sedikit terganggu, akhirnya mengeluh. "Bisakah kau menjaga jarak sedikit? Aku kesulitan berjalan karena kau terus menempel padaku."

Gyuvin menoleh ke arah Ricky, matanya berbinar jahil. Tanpa menjawab keluhan Ricky, ia dengan sigap meraih tangan Ricky dan menggenggamnya erat, seolah-olah hal itu adalah tindakan yang paling wajar dilakukan.

Ricky terkejut, ia langsung menarik tangannya, mencoba memberi jarak pada Gyuvin. "Apa yang kau lakukan, Gyuvin? Lepaskan!"

Gyuvin hanya tersenyum, tidak berniat melepaskan genggamannya. "Aku cuma ingin memastikan kau tidak hilang dariku," jawabnya dengan nada menggoda.

Ricky mendengus kesal, merasa diperlakukan seperti anak kecil. "Kau benar-benar tidak waras! Aku bukan anak kecil yang bisa tersesat, tahu?"

Namun, Gyuvin tetap tidak melepaskan tangan Ricky. Sebaliknya, genggamannya justru semakin erat, membuat Ricky semakin frustasi. "Kau benar-benar keras kepala," keluh Ricky sambil mencoba melepaskan diri, namun sia-sia.

Selama sisa perjalanan menuju halte bis, Ricky terus mengomel, mengeluhkan tingkah laku Gyuvin yang menurutnya sudah kelewat batas. Namun, Gyuvin tampak tidak terganggu sama sekali. Dia malah menikmati setiap detik itu meski dengan ocehan Ricky yang terus mengalir tanpa henti.

Ketika mereka sampai di halte, suasana sudah cukup ramai dengan anak-anak lain yang juga menunggu bis. Ricky yang menyadari keberadaan banyak orang, semakin gelisah. Tanpa berpikir panjang, ia mengumpulkan kekuatan dan berhasil melepaskan genggaman Gyuvin. "Sudah cukup!" serunya, sebelum langsung berlari menuju bis yang baru saja tiba.

Gyuvin hanya bisa menatap dengan bingung saat Ricky berlari menjauh. "Ricky, tunggu!" panggilnya, namun Ricky tidak memperlambat langkahnya. Dia langsung menaiki bis dan menghilang di dalamnya, meninggalkan Gyuvin yang masih berdiri di halte.

BE MY BROTHER | GYUICKY FT. JEONGRI ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang