BE MY BROTHER | GYUICKY FT. JEONGRI ♡

2.4

Jeonghyeon melempar bola basket ke arah ring dengan frustrasi, melepaskan kekesalan yang bergejolak dalam dirinya. Malam itu, taman yang biasanya ramai dengan suara tawa dan riuh rendah aktivitas, kini sunyi. Hanya suara pantulan bola basket dan desahan napasnya yang terdengar, seolah menggema di seluruh lapangan yang kosong.

Saat bola kembali ke tangannya, Jeonghyeon menggenggamnya erat, matanya fokus pada ring di hadapannya. "Kenapa harus begini?" gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri. Rasa frustasi, kebingungan, dan kekecewaan berkumpul menjadi satu di dalam dirinya. Ia menembakkan bola ke arah ring sekali lagi, namun kali ini bola itu terpental jauh, menggelinding ke pinggir lapangan hingga menabrak kaki seseorang yang baru saja datang.

Jeonghyeon mengangkat kepalanya dan mendapati Ricky berdiri di sana, memungut bola basket itu. Mereka saling memandang dalam diam, kesunyian malam itu semakin terasa berat. Tak ada lagi senyum antusias yang biasanya menghiasi wajah Jeonghyeon ketika bertemu Ricky. Wajahnya datar, matanya tampak letih, seolah semua emosi yang pernah ada kini tersapu oleh kenyataan yang menyakitkan.

Ricky berjalan mendekat, mengulurkan bola basket itu kepada Jeonghyeon. "Hyung..." Ricky memulai dengan suara pelan, suaranya hampir tenggelam dalam kesunyian malam. "Aku... aku ingin bicara."

Jeonghyeon tetap diam, hanya menatap Ricky tanpa ekspresi. Bola basket itu ia ambil kembali dari tangan Ricky, tapi tidak ada rasa hangat yang biasanya menyertai pertemuan mereka. Ricky merasa canggung dengan keheningan itu, tapi ia tahu ia harus bicara.

"Apakah... apa kau melihat tadi.. saat aku masih di UKS?" tanya Ricky, suaranya bergetar, ada kegugupan yang tidak bisa ia sembunyikan.

Jeonghyeon masih menatapnya dengan pandangan yang sulit ditebak. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, ia akhirnya bicara, namun bukan untuk menjawab pertanyaan Ricky. "Ricky, kau tahu, kan? Kau sebenarnya mencintai Gyuvin."

Ricky merasakan tenggorokannya tercekat mendengar kata-kata itu. Ia berusaha merespons dengan cepat, seolah menepis tuduhan yang tak terucap. "Tidak, aku tidak mencintai Gyuvin," katanya, suaranya tegas namun terdengar sedikit tergesa-gesa. "Kami... kami hanya saudara. Tidak mungkin kami bisa saling mencintai. Itu hal yang tabu, Hyung."

Jeonghyeon mengangkat alisnya sedikit, ada senyum tipis yang muncul di sudut bibirnya, tapi senyum itu tampak pahit. "Tabu? Atau... kau hanya takut mengakuinya, Ricky?"

Ricky merasa diserang dari dua sisi sekaligus-perasaannya terhadap Gyuvin dan ketidakpastian hubungannya dengan Jeonghyeon. "Tidak, Hyung. Aku tidak mencintai Gyuvin," Ricky mengulanginya, tapi kali ini suaranya tidak sekuat tadi. "Dia hanya saudara, itu saja."

Jeonghyeon menghela napas panjang, pandangannya tidak pernah lepas dari Ricky. "Kalau begitu, Ricky... Apakah kau mencintaiku?" Pertanyaan itu keluar dengan tenang, tapi memiliki bobot yang begitu berat hingga Ricky merasa terhimpit.

Ricky tercekat, matanya membesar sejenak sebelum ia menundukkan kepala. "Hyung, aku... aku tidak tahu." Suaranya pelan, hampir tidak terdengar. "Aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Semua ini... semua ini sangat membingungkan."

Jeonghyeon mendekatkan dirinya ke Ricky, tatapannya lembut namun penuh kepahitan. "Jadi, kau lebih memilih untuk terus bersembunyi dari perasaanmu, Ricky? Bahkan dari dirimu sendiri?" Jeonghyeon menggelengkan kepala, ia merasa ada kesedihan yang mendalam di sana. "Aku... aku hanya ingin jujur pada diriku sendiri. Aku mencintaimu, Ricky, tapi aku tahu kau tidak bisa memberiku hal yang sama."

Ricky merasa hatinya tenggelam mendengar pengakuan itu. "Hyung, aku... aku minta maaf. Aku tidak pernah berniat untuk menyakitimu."

"Tidak perlu minta maaf, Ricky. Perasaan tidak bisa dipaksakan," kata Jeonghyeon dengan senyum yang getir. "Tapi aku tidak bisa terus berada di dekatmu seperti ini. Aku butuh waktu untuk menjauh. Untuk... menyembuhkan diri."