1.4

414 44 0
                                    

Di meja makan keluarga yang penuh kehangatan di pagi hari itu, aroma roti panggang dan kopi segar menyelimuti ruangan, menciptakan suasana yang nyaman. Di tengah canda tawa dan obrolan ringan, Gyuvin duduk diam, sesekali mencuri pandang pada Ricky yang sedang asyik menikmati sarapannya. Setiap gerakan Ricky, mulai dari cara ia mengoleskan selai pada rotinya hingga caranya menyeruput jus jeruk, tak luput dari perhatian Gyuvin.

Pagi itu, Ricky tampak lebih santai dan sudah mulai terbiasa dengan keluarga barunya itu. Ia menikmati setiap suapannya dengan santai, seolah tidak ada yang perlu dikejar. Gyuvin, yang duduk di seberang meja, merasakan sesuatu yang aneh di dadanya setiap kali pandangan mereka hampir bertemu. Setiap kali Ricky menoleh, Gyuvin cepat-cepat membuang pandangnya ke arah lain, berpura-pura sibuk dengan makanannya sendiri.

Ricky yang menyadari tingkah laku Gyuvin hanya menatapnya datar, tanpa ekspresi. Baginya, Gyuvin adalah sosok yang selalu penuh semangat dan riang juga menyebalkan, sehingga sikap canggung ini menjadi pemandangan yang tidak biasa. Namun, Ricky memilih untuk tidak memperlihatkan rasa ingin tahunya. Ia tetap melanjutkan sarapannya, sesekali berbicara dengan anggota keluarga lainnya, tapi sesekali matanya kembali tertuju pada Gyuvin yang tampak gelisah.

Obrolan di meja makan berlanjut dengan topik-topik ringan. Ibunya membicarakan rencana liburan akhir pekan, sementara ayahnya berbicara tentang proyek baru di kantornya. Gyuvin mencoba ikut serta dalam pembicaraan, namun pikirannya terus kembali pada Ricky. Ia bertanya-tanya, apakah Ricky pernah merasa canggung atau mungkin, apakah Ricky pernah merasakan hal yang sama?

Ketika sarapan hampir usai, Ricky berdiri, merapikan piringnya, dan bersiap untuk pergi ke sekolah. "Aku berangkat duluan," ucapnya singkat. Gyuvin menatap Ricky, berusaha mencari sesuatu di wajahnya, mungkin sekadar petunjuk tentang apa yang Ricky pikirkan. Namun, Ricky hanya memberikan anggukan kecil sebelum berbalik dan berjalan keluar dari ruang makan.

Gyuvin merasa dadanya berdebar kencang. Ia tahu bahwa perasaan ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Hubungan mereka sebagai saudara tiri sudah cukup rumit, dan perasaan yang berkembang di dalam dirinya semakin menambah kebingungan. Dengan langkah berat, Gyuvin menyusul Ricky, berusaha menyembunyikan kegugupannya dan bertekad untuk mencari cara untuk memahami perasaannya sendiri, dan mungkin, suatu hari nanti, memahami perasaan Ricky juga.

•••

D

i kantin sekolah yang ramai, suara gemuruh percakapan dan gelak tawa memenuhi udara. Di tengah keramaian, seorang pemuda bernama Lee Jeonghyeon melihat sosok yang ia cari keberadaannya. Ricky sedang membawa nampan makan siangnya seorang diri, berjalan menuju meja kosong di ujung ruangan. Tanpa ragu, Jeonghyeon meninggalkan temannya, Park Hanbin, yang tengah asyik mengoceh tentang sesuatu yang tidak terlalu menarik perhatiannya. Hanbin berseru kesal, "Hei! Kau meninggalkanku begitu saja?!" tapi Jeonghyeon hanya mengangkat bahu dan terus berjalan menyusul Ricky.

Setelah melihat Ricky duduk, Jeonghyeon mendekat dan menyapa, "Boleh duduk di sini?" Ricky yang baru saja meletakkan nampannya, menoleh dengan tenang, mungkin berpikir Jeonghyeon tidak kebagian tempat duduk. "Silakan," jawab Ricky singkat.

Mereka berdua makan dengan tenang, tanpa percakapan. Jeonghyeon memanfaatkan momen ini untuk memperhatikan Ricky. Ia jarang melihat Ricky di sekolah, dan penasaran ingin tahu lebih banyak tentangnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk membuka percakapan, "Aku jarang melihatmu. Kau murid pindahan, ya?"

Ricky mengangguk, "Iya, aku baru pindah beberapa bulan yang lalu."

Jeonghyeon tersenyum, merasa senang percakapan mulai mengalir. "Oh, aku paham. Ngomong-ngomong, namaku Lee Jeonghyeon, aku kelas tiga. Senang bertemu denganmu."

BE MY BROTHER | GYUICKY FT. JEONGRI ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang