2.2

402 35 1
                                    

Pagi itu, langkah Ricky terasa berat saat ia berjalan sendirian menuju sekolah. Udara pagi yang biasanya memberikan kesegaran justru terasa menggelisahkan, seakan-akan ada sesuatu yang menggantung di udara, membuat dadanya sesak. Ia mencoba menikmati perjalanan seperti biasanya, tetapi pikirannya terus berputar, dipenuhi oleh perasaan yang bercampur aduk.

Ricky tidak bisa memahami sepenuhnya apa yang ia rasakan. Sejak awal, ia tidak pernah menyangka akan merasa nyaman dengan Jeonghyeon dalam waktu sesingkat itu. Semuanya terasa alami ketika mereka bersama-percakapan mengalir dengan mudah, tawa mereka tulus, dan kehadiran Jeonghyeon selalu membawa ketenangan. Namun, di balik itu semua, ada kebingungan yang terus menghantuinya. Hubungannya dengan Jeonghyeon sampai sekarang masih tanpa status yang jelas, seolah-olah mereka terjebak di antara persahabatan dan sesuatu yang lebih dari itu.

Ricky menghela napas panjang, matanya tertuju pada jalan yang ia lalui, tetapi pikirannya jauh di tempat lain. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan antara dirinya dan Jeonghyeon, tetapi ia belum pernah mengatakan bahwa ia menyukai Jeonghyeon. Entah mengapa, kata-kata itu terasa sulit untuk diucapkan, seperti ada tembok tak terlihat yang menghalanginya untuk mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya. Mungkin, ia takut akan apa yang mungkin terjadi jika ia mengatakannya. Bagaimana jika Jeonghyeon tidak merasakan hal yang sama? Atau lebih buruk lagi, bagaimana jika hubungan mereka berubah setelah pengakuan itu?

Dan sekarang, muncul perasaan yang sama terhadap Gyuvin-seseorang yang begitu berbeda dari Jeonghyeon, tetapi memberikan kenyamanan yang serupa. Gyuvin yang ceria, penuh energi, dan tanpa beban, telah membawa sesuatu yang segar dalam hidup Ricky. Entah kapan perasaan itu mulai muncul, tetapi sekarang, Ricky tidak bisa mengabaikannya. Setiap kali Gyuvin ada di dekatnya, ada rasa hangat yang menjalar di dalam hatinya, mirip dengan apa yang ia rasakan saat bersama Jeonghyeon. Ini membingungkannya, seolah-olah hatinya tidak mampu memutuskan kepada siapa ia sebenarnya terikat.

"Bagaimana mungkin aku bisa merasakan hal ini pada dua orang yang berbeda?" gumam Ricky dalam hati, perasaan frustrasi menyelimutinya. Apakah ia benar-benar bingung dengan perasaannya sendiri, atau ini hanyalah kebingungan sementara yang akan berlalu? Ricky tidak tahu. Yang ia tahu hanyalah bahwa perasaan ini semakin hari semakin kuat, dan ia tidak bisa begitu saja mengabaikannya.

Mungkin, pada akhirnya, Ricky harus memilih. Harus ada satu yang ia putuskan untuk diungkapkan, atau mungkin ia harus mengungkapkan semuanya, meskipun itu berarti menghadapi kemungkinan penolakan atau kehilangan. Namun, saat ini, ia masih belum siap. Perasaannya terlalu rumit untuk dipahami, terlalu baru untuk diungkapkan. Ia hanya bisa berjalan perlahan, menunggu waktu yang tepat, atau mungkin tanda yang jelas tentang apa yang seharusnya ia lakukan.

Ricky baru saja melangkahkan kaki ke halaman sekolah ketika tiba-tiba merasakan sentuhan lembut di pundaknya. Ia menoleh dan mendapati Jeonghyeon berdiri di belakangnya, raut wajahnya penuh dengan kekhawatiran.

"Ricky, kau tidak apa-apa?" tanya Jeonghyeon dengan nada cemas. "Kemarin kau tidak masuk sekolah, aku khawatir."

Ricky mengangguk pelan, mencoba menenangkan Jeonghyeon dengan senyuman kecil. "Aku baik-baik saja. Aku hanya demam sedikit."

Raut wajah Jeonghyeon langsung berubah menjadi rasa bersalah. "Itu pasti karena aku mengajakmu ke sungai Han malam itu. Sepertinya aku membuatmu sakit."

Ricky tertawa kecil, meskipun suaranya masih lemah. "Tidak, itu bukan salahmu. Aku yang mungkin terlalu lelah, jadi tubuhku tidak kuat."

Namun, Jeonghyeon tidak tampak sepenuhnya lega. Tanpa berpikir panjang, ia menarik Ricky ke dalam pelukan singkat, mencoba menenangkan dirinya sendiri lebih dari Ricky. "Maafkan aku, Ricky. Aku tidak seharusnya mengajakmu keluar malam itu."

BE MY BROTHER | GYUICKY FT. JEONGRI ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang