1.2

355 41 0
                                    

Hari itu, cuaca di luar cerah dengan angin sepoi-sepoi yang menyapu dedaunan di sepanjang jalanan kota. Tuan Kim dan Nyonya Shim telah mengambil keputusan besar: membeli rumah baru di pinggir kota yang tenang namun tidak terlalu jauh dari sekolah Gyuvin dan Ricky. Warung ramen Nyonya Shim masih terus berjalan, diatur oleh pekerja-pekerja terpercaya sehingga Nyonya Shim tidak perlu terlibat setiap hari.

Di apartemen lama mereka, suasana sibuk dan riuh. Kotak-kotak kardus tersebar di mana-mana, sebagian sudah terisi penuh, sebagian lagi menunggu untuk diisi. Ricky sedang membantu membereskan barang-barang Tuan Kim dan Gyuvin untuk diangkut ke mobil pindahan. Dengan gerakan cekatan, ia memasukkan pakaian, buku, dan berbagai pernak-pernik ke dalam kotak-kotak.

Saat Ricky membuka satu ruangan yang ternyata kamar tidur Gyuvin, ia terperangah melihat betapa berantakannya kamar itu. Pakaian berserakan di lantai, buku-buku terbuka di atas meja, dan beberapa barang pribadi tergeletak di sembarang tempat. Ricky mengerutkan alisnya, tak habis pikir bagaimana Gyuvin bisa hidup dengan kondisi seperti itu.

Gyuvin yang kebetulan melintas, melihat Ricky membuka kamarnya, seketika menyerobot dan menutup paksa pintu ruangan itu. "Hei! Kenapa kau membuka kamar orang lain sembarangan?" seru Gyuvin, matanya membelalak marah.

Ricky mengendikkan bahu. "Lagipula, mulai hari ini kau akan pindah," ujarnya, kemudian mengoceh tentang betapa barang-barang Gyuvin belum dibereskan. "Aku dengar Ayah bilang untuk segera membereskannya."

Gyuvin mengangkat bahu, "Aku lupa," katanya santai.

Ricky berdecak kesal, "Kalau kau sampai berantakan di kamar barumu, aku akan memaksamu tidur di ruang tamu."

Gyuvin mendengus dan tertawa, "Memangnya kita akan satu kamar?"

Ricky mengerutkan dahi, "Kau belum tahu?"

Gyuvin bingung, "Tahu tentang apa?"

Ricky tertawa, "Kita akan tidur di satu kamar yang sama karena rumah baru nanti hanya punya dua kamar tidur."

Gyuvin mendelik, tidak percaya dengan apa yang Ricky ucapkan barusan. "Kau bercanda, kan?"

Ricky menggeleng, "Aku serius. Kemarin aku ikut bersama Ayah dan Ibu melihat-lihat rumah."

Gyuvin berseru, "Kenapa aku tidak diajak?" Merasa tersisihkan.

Ricky menjawab dengan tenang, "Tentu saja karena kau tidak ada saat itu, kau sibuk bermain di luar bersama Gunwook dan Junhyeon."

Gyuvin, yang masih merasa kesal dengan keputusan itu, langsung berlari menuju ruang tamu di mana Tuan Kim sedang mengawasi para pekerja yang memindahkan barang-barang besar. Ia menatap ayahnya dengan tatapan penuh protes.

"Ayah! Kenapa aku harus satu kamar dengan Ricky?" rengeknya, suaranya memelas. "Aku bisa punya kamar sendiri, kan? Kenapa harus berbagi?"

Tuan Kim hanya tersenyum sabar. "Itu keputusan yang bagus untuk membangun kedekatan kalian sebagai saudara," jawabnya. "Ricky akan jadi kakak yang baik untukmu."

Gyuvin menyerngitkan dahi, merasa tidak suka dengan fakta bahwa Ricky lebih tua darinya. "Tapi Ayah, Ricky itu menyebalkan!" protesnya lagi.

Tuan Kim menunjuk ke arah Ricky yang sedang mengangkat kotak-kotak di sudut ruangan. "Lihat, Ricky saja setuju dengan ide itu."

Gyuvin berbalik menatap Ricky dengan tatapan tajam dan mengejek. Ia memohon lagi pada ayahnya, "Ayah, tolong! Aku benar-benar tidak mau satu kamar dengan Ricky."

Namun, permohonannya diabaikan karena pada saat yang sama telepon Tuan Kim berbunyi. Dengan sopan, Tuan Kim mengangkat teleponnya, meninggalkan Gyuvin yang kecewa dan marah.

BE MY BROTHER | GYUICKY FT. JEONGRI ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang