0.3

474 41 2
                                    

Hari ini, Gyuvin, Gunwook, dan Junhyeon memasuki warung ramen sederhana yang menjadi langganan mereka. Bau harum kaldu yang khas langsung menyambut mereka, membuat perut mereka keroncongan. Gyuvin, dengan semangat yang tidak bisa disembunyikan, langsung menyapa Nyonya Shim, pemilik dan pengelola warung ramen favoritnya. "Halo, Nyonya Shim!" seru Gyuvin sambil melambaikan tangan.

Nyonya Shim, seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat, membalas sapaan Gyuvin dengan ramah. "Gyuvin! Senang melihatmu lagi. Gunwook dan Junhyeon juga datang " ucapnya sambil melihat ke arah Gunwook dan Junhyeon.

"Kami mau pesan tiga porsi ramen spesial, ya, Nyonya Shim. Punyaku seperti biasa, ekstra kuah."

Nyonya Shim tersenyum lebar. "Tentu saja! Duduklah, aku akan segera siapkan pesanan kalian."

Gyuvin dan teman-temannya memilih meja di pojok yang agak sepi, tempat favorit mereka. Sifat humble Gyuvin dan keramahan Nyonya Shim membuat mereka mudah akrab. Mereka berbincang ringan sambil menunggu pesanan datang. Tak lama, dua mangkuk ramen pertama tiba untuk Gunwook dan Junhyeon. Nyonya Shim meletakkan mangkuk-mangkuk tersebut di meja dan berkata, "Gyuvin, pesananmu yang ekstra kuah akan diantar oleh anakku."

Gyuvin terkejut. "Anak Nyonya Shim? Saya belum pernah bertemu dengannya."

Nyonya Shim tersenyum sambil mengangguk. "Dia baru pindah dari luar negeri belum lama ini."

Tidak lama kemudian, pintu dapur terbuka dan seorang pemuda keluar membawa mangkuk ramen dengan hati-hati. Gyuvin, yang sibuk dengan obrolan, tiba-tiba merasakan kehadiran seseorang di dekatnya. Ia memandang mangkuk ramen itu dengan senyum lebar, berterima kasih, lalu mendongak untuk melihat wajah si pengantar.

"Ricky?" Wajah Gyuvin berubah dari senyum menjadi terkejut ketika ia menemukan Ricky yang mengantar ramennya.

"Gyuvin?" Keduanya saling berpandangan, cukup terkejut dengan pertemuan tak terduga ini.

Nyonya Shim menyusul keluar dari dapur dan dengan bangga mengenalkan anaknya. "Gyuvin, Gunwook, Junhyeon, ini anakku, Ricky. Dia baru saja pindah ke sekolah kalian."

Gunwook dan Junhyeon membenarkan sambil mengangguk, sementara Gyuvin hanya terpaku, tidak tahu harus mengatakan apa. "Oh, Ricky? Kami satu kelas dengan dia," ujar Gunwook.

"Ya, benar," tambah Junhyeon, "Kami berempat satu kelas."

Nyonya Shim tampak senang mendengar hal itu. "Wah itu bagus! Aku harap kalian bisa berteman baik dengan Ricky dan menjadi akrab."

Gunwook dan Junhyeon mengiyakan dengan sopan, namun Gyuvin masih diam, tidak bereaksi. Situasi ini membuat suasana sedikit canggung. Nyonya Shim menyadari hal itu dan berkata, "Baiklah, nikmati ramennya. Ricky, ayo kembali ke dapur."

Ricky menatap Gyuvin sejenak sebelum mengikuti ibunya kembali ke dapur. Gyuvin masih duduk terpaku, pikirannya berputar cepat mencoba mencerna kejadian tadi.

Gunwook, yang duduk di sebelahnya, menepuk bahu Gyuvin. "Hei, kau baik-baik saja? Ricky ternyata anak Nyonya Shim. Siapa sangka?"

Gyuvin hanya mengangguk pelan, tidak mampu mengungkapkan perasaannya. Junhyeon menambahkan, "Yah, setidaknya kita tahu Ricky adalah bagian dari keluarga yang baik. Mungkin dia tidak seburuk yang kau pikirkan."

Gyuvin menghela napas dalam-dalam. "Entahlah. Aku tidak ingin memikirkan ini."

•••

G

yuvin duduk di bangku kelasnya dengan tenang, matanya memandang jauh ke luar jendela. Cahaya matahari pagi menyinari halaman sekolah, menciptakan bayangan yang indah, namun keindahan itu tidak mampu mengusir awan gelap di hatinya. Eunchae, yang biasanya duduk di sebelahnya, kini duduk di meja lain, sibuk bergosip dengan teman-temannya. Tawa mereka yang ceria justru membuat Gyuvin semakin merasa terabaikan.

Kegelisahan merayap di dalam diri Gyuvin. Sudah beberapa hari sejak pertengkaran mereka di kafe, dan Eunchae belum juga mau berbicara dengannya. Ponsel Gyuvin penuh dengan pesan-pesan tak terbaca dan panggilan tak terjawab yang ia kirimkan kepada Eunchae, semuanya diabaikan. Ketika ia mencoba menghampiri Eunchae langsung, gadis itu selalu mengacuhkannya, seolah-olah Gyuvin tidak pernah ada.

Gunwook, sahabatnya, memperhatikan perubahan sikap Gyuvin yang biasanya ceria dan penuh semangat kini tampak murung dan tidak bersemangat. Dengan hati-hati, Gunwook mendekati Gyuvin dan duduk di sebelahnya. "Hei, Gyuvin," katanya pelan, mencoba untuk tidak menarik perhatian orang lain. "Bagaimana hubunganmu dengan Eunchae? Kalian baik-baik saja, kan?"

Gyuvin menghela napas panjang, lalu menggeleng. "Aku tidak tahu, Gunwook," jawabnya dengan suara yang penuh kebingungan dan kesedihan. "Aku tidak mengerti. Eunchae tidak mau membalas pesanku atau mengangkat teleponku. Setiap kali aku mencoba bicara dengannya, dia selalu mengacuhkanku."

Gunwook menatap sahabatnya dengan penuh empati. "Mungkin dia butuh waktu untuk tenang. Kau tahu kan, perempuan kadang butuh waktu untuk berpikir," katanya mencoba menghibur.

"Tapi, sudah berhari-hari, Gunwook. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi," jawab Gyuvin dengan nada putus asa. "Aku merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu apa yang salah. Apa aku sudah berbuat kesalahan besar?"

Gunwook menghela napas, menepuk bahu Gyuvin. "Mungkin kau harus memberinya waktu lebih lama. Beri dia ruang untuk merenung. Mungkin dia akan kembali padamu ketika dia sudah siap."

Gyuvin mengangguk pelan, meski hatinya masih dipenuhi ketidakpastian. Ia menoleh kembali ke arah Eunchae yang masih tertawa bersama teman-temannya. Tawa yang biasanya menghangatkan hati Gyuvin kini terasa seperti jarum yang menusuk.

"Aku hanya ingin segalanya kembali seperti semula," bisik Gyuvin pada dirinya sendiri. "Aku ingin Eunchae kembali padaku."

Gunwook, yang mendengar bisikan itu, merasakan kesedihan sahabatnya. "Aku yakin semuanya akan baik-baik saja, Gyuvin. Kau hanya perlu bersabar dan percaya."

Gyuvin menatap sahabatnya dan mencoba tersenyum, meski sulit. "Terima kasih, Gunwook. Aku harap kau benar."

Gyuvin memperhatikan Eunchae mengetik sebuah pesan sambil tersenyum sebelum akhirnya ia pergi keluar kelas meninggalkan teman sepergosipannya. Ada sesuatu yang aneh dengan senyum itu, sesuatu yang membuat Gyuvin merasa tidak nyaman. Dengan firasat yang tak bisa diabaikan, dia memutuskan untuk mengikuti Eunchae diam-diam.

Eunchae berjalan dengan tenang, tanpa menyadari bahwa Gyuvin mengikutinya dari belakang. Mereka melintasi lorong-lorong sekolah yang ramai dengan siswa lain, hingga langkah Eunchae membawanya ke tangga yang menuju atap sekolah, tempat yang biasanya sepi dan jarang dikunjungi. Gyuvin merasa jantungnya berdebar kencang. Kenapa Eunchae pergi ke atap sekolah? Rasa penasaran dan kecemasannya bercampur aduk.

Eunchae menaiki tangga dengan langkah pasti, sementara Gyuvin mengikutinya dengan hati-hati, menjaga jarak agar tidak ketahuan. Ketika Eunchae membuka pintu menuju atap, Gyuvin bersembunyi di balik dinding, mencoba menenangkan diri dan bersiap untuk apa pun yang mungkin ia temukan.

Gyuvin menunggu beberapa detik sebelum memutuskan untuk membuka pintu atap itu. Begitu pintu terbuka, pemandangan yang dilihatnya membuat dunia seolah berhenti berputar.

"Hong Eunchae!" Seru Gyuvin tidak percaya.

To Be Continued...


- 24.07.2024 -

BE MY BROTHER | GYUICKY FT. JEONGRI ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang