CHAPTER 30 = Hati Yang Sebenarnya

115 4 0
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

(❁'◡'❁)

Setelah jiwa dan raga ini bekerja cukup keras selama kurang lebih 6 bulan, akhirnya jiwa raga ini bisa diistirahatkan dengan tenang. Asya tidak lagi memikirkan tugas atau hal apa yang akan terjadi di sekolah esok. Asya banyak meluangkan waktunya di rumah. Tidak jalan keluar bersama teman dan keluarganya, melainkan ia lebih memilih bolak-balik kamar dan dapur, entah membuat makanan ataupun bereksperimen melakukan sesuatu.

Malam ini bagi Asya adalah malam yang sangat indah, udaranya yang sejuk serta bulan purnama yang menghiasi langit yang gelap itu membuat malam ini begitu indah. Asya sedari tadi berada di atas kasurnya sambil menonton drama favoritnya.

Sesekali ia tersenyum pada adegan romantis dari drama itu. Adegan itu bisa membuat Asya menggigit guling yang berada di sebelahnya atau bahkan menggulingkan tubuhnya sambil menghentakkan kaki. Rasanya ia ingin merasakan kejadian-kejadian itu di dalam hidupnya. Terisi dengan indah di setiap jam, menit, dan detik.

Sedang asyik menonton drama favoritnya, ia dikejutkan oleh ketukan pintu kamar.

"Mba, tolong anterin handphone Ayah." ujar Mama Asya mengetuk pintu.

Tak menunggu lama, Mama Asya segera membuka pintu kamar dan melihat anak sulung perempuannya itu sedang rebahan sambil menghadap laptop.

"Astaghfirullah, kamu itu ya. Setiap hari di kamar terus, nih daripada di kamar terus mending anterin handphone Ayah kamu ke Musala," marah Mama.

Asya bangkit mengambil posisi duduk. "Emangnya di mushola ada acara apa, Ma?"

"Ada latihan hadroh buat remaja islamnya di Musala," ujar Mama.

Asya mengernyitkan dahi. "Emangnya Ayah bisa main hadroh?" ledek Asya.

"Heh, ra oleh ngono karo Ayah mu dewe," sahut Mama.

(Ngga boleh kaya gitu sama Ayah mu sendiri)

Asya menahan tawanya. "Pasti di Musala rame temen-temennya Nathan Ma, malu."

Maksudnya teman-teman Nathan itu teman rumahnya Nathan ya.

"Yo ra popo sih, memangnya mereka mau gigit kamu," ujar Mama.

(ra popo = gapapa)

"Sana cepetan! Tadi ada yang nelpon Ayah kamu, tapi nggak sempet Mama angkat. Takutnya penting, nanti Ayah ngomel," desak Mama.

Asya berdecak. "Iya iya Ma."

Asya berjalan mengambil handphone Ayahnya dari tangan Mama. Setelah itu ia pergi berjalan keluar kamar.

(❁'◡'❁)

Asya berjalan menggenggam dua ponsel di tangannya. Kakinya melangkah menyusuri jalanan di malam hari yang cukup sunyi itu. Suara-suara dari Musala sudah terdengar, itu tandanya Asya sudah semakin dekat dengan tempat tujuannya.

WAKTU RAFSYA [RAFAEL & ASYA] On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang