Hollllllaaaaa
Ikutin juga Batari di Kbm dan KaryaKarsa juga ya
Happy reading semuanya"Jangan terlalu keras kepada Ibumu."
Teguran dari Kapten Damar saat aku mengantarkannya untuk keluar membuatku merengut kepadanya. Pintar sekali dia mengguruiku tanpa tahu apa yang aku rasakan, dan saat melihat wajahku yang tidak bersahabat, alisnya yang tebal itu terangkat seolah menantangku untuk berbicara.
"Aku benci ngeliat Bunda yang masih berharap ke Ayah. Aku yakin hati Bunda akan luluh kalau Ayah bilang akan ninggalin si Gundik dan minta maaf. Tanpa effort apapun Bundaku akan dengan mudahnya memaafkan. Aku benci melihat Bundaku bodoh soal perasaan dan harga dirinya. Dari awal dijadikan tulang punggung bahkan sampai akhir pun beliau masih bodoh."
Aku membuang pandanganku, kemanapun asalkan tidak menatap ke arah Kapten Damar, aku tidak ingin dia melihat betapa sedihnya aku memikirkan Bunda. Dimanfaatkan, berjuang sendirian mati-matian, dan sampai diselingkuhi tapi bahkan beliau masih ingin mempertahankan hubungan ini. Lebih daripada Ayahku yang tidak bisa menghargaiku Bunda, kenapa Bundaku tidak bisa menghargai dirinya sendiri? Kenapa beliau membiarkan manusia mokondo seperti Ayahku memperlakukan beliau semena-mena. Dibandingkan memiliki suami serba minus sepertinya aku tidak akan ragu untuk membuangnya saat itu juga.
Semua pemikiran ini berkecamuk di dalam kepalaku seperti sebuah badai yang menggulung dengan sangat hebatnya, mungkin kali ini aku akan benar-benar menangis, tapi sentuhan hangat di kedua dibahuku membuatku sekuat tenaga menahan air mata itu untuk tidak jatuh. Kapten Damar memintaku untuk menatapnya, dan mau tak mau aku melihatnya yang kini menunduk, memaksaku untuk melihatnya.
"Aku tahu kamu hancur, nggak ada orang waras yang nggak sakit hati dengan kelakuan Bapakmu yang sedeng itu, tapi yang paling hancur dari semuanya itu Ibumu. Sekarang beliau cuma punya kamu, jadi tolong, jangan seperti tadi. Emosimu juga menyakiti Ibumu. Jangan terlalu larut dalam kesedihan, aku akan membantumu sampai semuanya terbayar, sampai kamu sendiri yang bilang cukup baru aku akan berhenti. Apa itu sudah cukup menenangkanmu?"
Badai yang menggulung keluargaku terlalu besar dan terlalu cepat terjadi, tapi ditengah badai ini muncul seorang yang sama sekali tidak aku sangka juga terjerat dalam benang merah permasalahan yang sangat rumit. Dia tidak hanya memperlihatkan kepadaku tentang masalalu si pengganggu rumah tangga orangtuaku, namun siapa yang menyangka jika dia juga menawarkan sebuah pertolongan meskipun aku sangat tidak setuju dengan imbalan yang dia minta. Aku menatap Kapten Damar, ada banyak kata yang ingin aku katakan kepadanya, tentang ketidakpercayaanku, tentang aku yang ragu atas bantuan orang asing yang tiba-tiba saja menjadi garda paling depan dalam menghentikan kegilaan Ayahku.
"Kenapa ngelihatin aku kayak gitu?!" Tanyanya kembali ke mode ketus.
"Masih nggak percaya kalo orang yang aku temuin tadi pagi sekarang nawarin buat bawain aku dunia seisinya cuma biar aku berhenti nangis. Kamu nipu aku nggak sih, Mas? Ntar ujung-ujungnya sama kayak Bapakku."
Kapten Damar mendengkus pelan, wajahnya yang sebelumnya mode Bapak-Bapak senggol bacok dengan mata tajam tersebut kini seolah tengah menahan tawanya, tangannya yang sebelumnya mencengkeram bahuku dengan erat kini berpindah mengusap puncak kepalaku, membuat rambutku berantakan. Seumur hidup, terbiasa hidup tertata dan selalu berpenampilan rapi karena ajaran Bunda baru kali aku merasa begitu berantakan di hadapan seorang yang ketegasan dan wibawanya membuatku kagum.
Selama ini aku melihat laki-laki hanya sebagai sebuah gender, tidak ada perasaan romantis apapun, tapi kini aku melihat Kapten Damar selayaknya seorang pria yang sebenarnya. Ayahku menghancurkanku, dan pria ini yang menjanjikan kepadaku jika semuanya akan tetap baik-baik saja.
Sulit untuk dipercaya oleh logikan namun hatiku dengan lantangnya memerintahkanku untuk menuruti saja jalannya takdir yang menuntunku untuk menerima tawaran yang diberikan oleh pria asing di hadapanku. Mari kita lihat sejauh mana Kapten Damar memenuhi janjinya kepadaku dan Bunda.
"Aku bukan orang yang pintar berbicara, dokter Batari. Tapi bisa aku pastikan aku orang yang bisa memenuhi janji. Sekarang berikan pelukan kepada calon suamimu ini agar aku bisa segera ke rumah sakit menemui keponakan dan calon mertuamu!"
Mendengar permintaan Kapten Damar aku melongo seperti orang tolol, aku mendengarnya memintaku untuk memeluknya dan rasanya permintaan itu tidak cocok untuk diucapkan manusia dengan bentukan singa sepertinya, tapi Kapten Damar justru menegakkan tubuhnya seolah menungguku untuk memenuhi apa yang dia minta. Dan apa yang dia bilang barusan?
"Calon suami? Aku belum setuju untuk menikah dengan pria yang baru aku kenal tadi pagi." Tidak, aku tidak akan memeluk laki-laki yang tujuh tahun lebih tua dariku ini seperti yang dia minta, alih-alih memeluknya aku justru meraih tangannya, dan membawa telapak tangan besar itu ke dahiku seperti saat aku menyalami kedua orangtuaku sebelum berangkat sekolah. Jika sebelumnya aku yang melongo dengan permintaan ajaib Om-Om casing dingin tapi rupanya mesum ini, kali ini dia yang ternganga dengan apa yang aku lakukan. "Kenapa melongo? Nggak kepikiran bakal disalam tangan. Udah salam aja, lebih sopan Mas!"
Menjawab wajahnya yang tidak menyangka, aku berkacak pinggang memelototinya, keterkejutan yang membuat bibirnya membulat itu hanya bertahan sebentar sebelum akhirnya berganti dengan kekeh geli dari Kapten Damar, tawanya membuat kekakuan diwajahnya memudar, dan itu membuatnya beberapa tahun lebih muda. Tidak, Kapten Damar sama sekali tidak terlihat seperti pria berusia 32 tahun, tapi senyuman dan tawa geli itu membuat wajahnya yang lumayan good looking semakin sedap di pandang. Tanpa sadar aku tidak berkedip untuk beberapa detik saat kepak asing muncul di perutku, sesuatu yang tidak mengerti namun jelas itu berasal dari tawa geli Kapten Damar yang rasanya sayang untuk berhenti.
Aku menatapnya, menikmati tawa itu tanpa ada niat sedikit pun untuk menginterupsi tawa tersebut, bahkan orang kalau ganteng suara tawanya pun bisa terdengar good looking, ya.
"Berasa dipamitin sama Yuki tiap dia turun dari mobil loh, dok!"
Tawa itu berhenti namun senyuman itu masih bertahan, menghapus sisa tawanya, tangan besar itu kembali terangkat ke kepalaku, dan mengacak-acaknya untuk kesekian kalinya.
"Gimana Bu Ida nggak suka kalau kamunya sepolos ini. Sekarang masuklah, dok. Istirahat dan jangan pikirkan apapun. Bersikaplah biasa saja terhadap Bapakmu, lebih baik kamu menyimpan tenagamu untuk mendukung Ibumu di persidangan. Kamu mengerti?"
Kali ini aku sama sekali tidak menolak, aku mengangguk dengan patuh dan itu membuat Kapten Damar mengusap bahuku pelan seolah dia tengah menguatkanku.
"Bagus..... ingat, aku akan membantumu sampai semuanya selesai dan tidak ada yang perlu kamu khawatirkan lagi. Aku akan mengatur segalanya seperti yang kamu inginkan."
"Terimakasih Mas."
Hanya ucapan terimakasih yang bisa aku berikan kepadanya. Dia hanya orang asing yang sulit untuk aku percaya kesungguhannya dalam membantunku, tapi nyatanya sekuat apapun aku mencari-cari kebohongan di mata dan ucapannya, nyatanya aku tidak menemukannya sama sekali. Aku hanya melihat kesungguhan dimatanya. Tuhan menghancurkan hatiku melalui Ayahku, dan tiba-tiba Kapten Damar muncul dengan segala hal yang bahkan tidak bisa aku deskripsikan dengan kata.
Seperti sebuah plus-minus dalam kehidupan yang membingungkan.
Dalam diamku aku memperhatikannya masuk kembali ke dalam mobil, dan sebelum aku bisa berpikir dengan benar, aku sudah mengangkat tanganku untuk melambai kepadanya sampai akhirnya mobil itu menghilang diujung jalan raya, lenyap dari pandangan. Hari ini, dimulai dari bangun tidur sampai mau tidur kehidupanku penuh dengan banyak kejutan yang tidak terduga, yang bahkan aku sendiri tidak percaya jika hidup nyamanku rasanya sudah berlalu sangat lama.
Ya Tuhan, bolehkah aku meminta saat aku bangun tidur nanti aku mendapati hidupku kembali normal dan semua hal buruk ini hanya mimpi yang mengerikan? Sayangnya itu semua hanya sebuah harapan karena kenyataannya, keluargaku hancur karena wanita pelakor dan anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati Batari
RomanceTidak pernah ada dalam bayangan Batari, dia akan menemukan Ayahnya, pria yang selama ini begitu dia hormati pada akhirnya akan mengecewakannya dengan sikap beliau yang menjijikkan. Rumah tangga orangtuanya begitu harmonis, Tari tumbuh dengan menyaks...