Batari sudah tidak lagi menangis, namun matanya yang sembab masih bisa Hartini lihat saat akhirnya dia pulang ke rumah.
Sebelumnya Hartini masih merasa berat untuk melepaskan suaminya, sosok yang dicintainya hingga rela melakukan apapun dan menutup matanya sendiri atas minimnya tindakan sang suami untuk membalas cintanya. Selama ini Hartini sadar jika cintanya kepada Agung tidak setara, Agung hanya memikirkan dirinya sendiri, kehormatannya, pangkatnya, dan bagaimana caranya agar dia disegani tanpa pernah bertanya kepada Hartini apa Hartini bahagia bersamanya, apa Hartini nyaman mendampinginya.
Hartini selalu berpikir, sudah tugas suami istri untuk memaklumi kekurangannya untuk paham jika salah satu pincang maka satunya harus menyokong agar rumah tangga mereka dapat berdiri tegak. Hartini lupa jika cinta yang benar bukan sekedar berjuang namun juga diperjuangkan, saling merayakan, dan hal itu sama sekali tidak di dapat Hartini. Bahkan disaat Hartini tahu Agung mendua, memiliki cinta lainnya mengkhianati hubungan yang sudah terjalin selama 26 tahun, Hartini masih akan tetap mempertahankan hubungan mereka saat Agung bersedia meminta maaf, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Antara besar hati dan bodoh, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan Hartini yang merasa berat untuk mengabulkan keinginan Batari yang memintanya berpisah. Bercerai adalah hal yang tidak Hartini inginkan, dia merasa gagal sebagai wanita jika menyandang status janda, tapi sekarang, saat Hartini melihat Batari yang terduduk dengan mata sembabnya, pandangannya pun kosong saat akhirnya Polisi berpamitan satu persatu usai mengambil keterangan dari Hartini sendiri, disaat itulah Hartini tersadar akan kebodohannya.
Dirinya terlalu mencintai suaminya hingga lupa jika pria itu sama sekali tidak pantas dicintai, Batari adalah bukti nyata seberapa besar kerusakan dan rasa egois yang sudah Agung lakukan. Hartini bekerja mati-matian jika bukan untuk Batari untuk apa lagi? Untuk apa semua kerja kerasnya jika Batari hancur.
Rupanya selain Agung, Hartini pun egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri, dan sekarang Batari adalah korbannya."Ri......"
Hartini memanggil putri tunggalnya, anak perempuannya yang selalu menemaninya dulu saat merintis usaha, menagih hutang dari mereka yang kredit pakaian hingga turut turun ke kebun sawit saat Hartini membuka perkebunan bersama orang tua Wisnu seketika mendongak, namun hanya untuk sesaat karena detik berikutnya Batari langsung membuang wajah. Batari masih sangat terluka dengan sikap plin-plan Hartini yang lemah, dan itu membuat Hartini semakin buruk.
Damar yang sebelumnya sibuk berbicara dengab Wisnu dan juga Doni melihat interaksi canggung antara Ibu dan anak ini seketika mendekat, sesorean ini Damar berusaha keras menenangkan Batari, dan Damar tahu jika sekarang Batari masih sebal terhadap Ibunya, itu sebabnya Damar berusaha menengahi.
"Bu Har sudah selesai memberikan keterangan yang diminta petugas?"
Hartini yang ditanya Damar agak sedikit terkejut, Hartini sama sekali tidak menyangka jika kedekatan Damar dengan Batari sejauh ini, bukan hanya memberikan tim kuasa hukum terbaik di Kota ini, tapi Damar juga mendampingi Batari disaat seperti ini, Hartini sangat mengenal anaknya, dan meskipun Batari adalah anak yang supel tapi Batari sulit untuk akrab dengan seseorang, hanya sekejap keterkejutan itu terlintas di wajah Hartini sebelum akhirnya Hartini tersenyum canggung kepada laki-laki yang ternyata bukan hanya rekan suaminya tapi rupanya diam-diam juga kekasih Batari.
Ada rasa malu merajai hati Hartini karena kemelut rumah tangganya diketahui orang yang dikenalnya namun Hartini dengan cepat menyingkirkan hal tersebut. Dibandingkan rasa malu dan cintanya yang hancur, setidaknya Hartini ingin menjaga putrinya, satu-satunya orang yang mencintainya dengan sangat tulus.
"Sudah Nak Damar, Ibu senang kamu nemenin Batari. Maaf ya Nak sudah merepotkan kamu.
Hartini memang berbicara dengan Damar, tapi kalimat itu ditujukan kepada Batari. Dan permintaan maaf itu membuat Batari menoleh dengan wajah jengahnya yang penuh dengan rasa lelah. Bisa Hartini lihat Damar mengusap bahu Batari, menenangkan putrinya yang sudah siap mengeluarkan kalimat pedas.
"Sama sekali tidak merepotkan, Bu. Kebetulan saya sedang tidak sibuk, dan Komandan Hilman mengizinkan." Hartini mengangguk, dan saat itulah Damar kembali melanjutkan apa yang ingin dia sampaikan kepada Hartini, "Bu Har sudah tahu kan seberapa banyak kerugian yang Bu Har terima karena pencurian yang dilakukan Pak Agung. Mohon maaf jika saya lancang dan terkesan ikut campur dalam urusan rumah tangga dan keluarga Ibu, tapi saya perlu tahu apa yang hendak Ibu lakukan, Batari sudah memasukkan laporan, saya sendiri bersiap mendampinginya jika kasus ini dilimpahkan ke PM mengingat Pak Agung anggota aktif, Ibu sendiri bagaimana? Jika ibu tidak setuju dengan laporan Batari, ini akan memperumit masalah."
Selama ini Hartini mengenal Damar sebagai seorang yang tegas. Tidak pernah berbasa-basi dalam berbicara walaupun kesantunannya selalu mengikuti, dan untuk hal ini Hartini merasa beruntung karena putri semata wayangnya dicintai dan dicintai seorang setegas Damar.
Sederhana, tapi Hartini tidak pernah mendapatkan perhatian yang serupa dari Agung. Agung akan selalu meninggalkan Hartini menyelesaikan masalahnya sendiri. Dan hal ini membuat Hartini semakin tersadar betapa buruknya pria yang dibelanya selama ini.
"Saya tidak berpikiran untuk mencabut laporan, Nak Damar." Jawaban tegas dari Hartini yang penuh dengan tekad membuat Batari yang sedari tadi tidak mau menatap Ibunya langsung menoleh, terlalu cepat Batari menggerakkan kepalanya hingga Damar ngeri kepala Batari akan salah urat. Menegaskan apa yang baru saja Hartini katakan, Hartini kembali mengulangi kalimatnya untuk meyakinkan sang putri semata wayangnya. "Apalagi Bapaknya Batari sudah mencuri salah satu barang kesayangan Batari. Yang dikatakan Batari benar, terlalu banyak kesalahan yang sudah Bapaknya Batari lakukan hingga saya tidak sudah tidak bisa memaafkannya lagi, Nak Damar. Memalukan memang, tapi saya sudah yakin untuk berpisah, biarkan kasus ini naik dan biarkan Bapaknya Batari dihukum sesuai aturan."
Sebelumnya kata maaf itu masih tersedia untuk Agung dari Hartini tapi sekarang sepenuhnya sudah tertutup. Hanya dalam jangka waktu tiga hari, mahligai rumah tangga yang terbangun selama 26 tahun hancur musnah tidak ada lagi yang tersisa. Hartini adalah gambaran seornag wanita yang tidak keberatan mendampingi laki-lakinya dalam kondisi minus tapi Agung adalah pria yang tidak bisa menjaga egonya saat dia berada di puncak.
"Bun....."
Suara pedih Batari terdengar saat putri semata wayang Hartini tersebut terdengar, sedari tadi Batari mengacuhkan Hartini namun sekarang Batari beranjak bangkit dan memeluk Ibunya. Hati Hartini hancur seketika, dalam bayangan Hartini tidak pernah ada kata cerai namun takdir buruk tidak bisa ditampiknya. Angannya menghabiskan masa tua yang damai bersama sang suami sembari mengasuh cucu dari Batari pupus di penghujung cerita.
Manusia berencana, tapi Tuhanlah yang menggariskan takdir setiap manusia, dan bersyukurnya ditengah ujian besar yang menderanya Hartini masih memiliki Batari yang menguatkannya. Yang tersisa di dalam kehidupan Hartini tinggalah Batari, dan Hartini tidak ingin mengecewakan putri kesayangannya tersebut.
Hartini mengusap rambut panjang Batari yang dikuncir, menenangkan putrinya yang menangis tersebut, baru saat akhirnya Batari mulai tenang, Hartini membuka suara kembali sembari menatap kekasih putrinya.
"Nak Damar, bisa anterin Ibu ke Danyon Hilman sekarang? Ibu tidak bisa menunggu besok untuk melaporkan kegilaan Bapaknya Batari! Seharusnya sejak kemarin saya melakukan hal ini."
"..........."
"Ri, Maafin Ibu yang bodoh ini ya. Ibu janji ini adalah kali terakhir Ibu mengecewakan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati Batari
RomanceTidak pernah ada dalam bayangan Batari, dia akan menemukan Ayahnya, pria yang selama ini begitu dia hormati pada akhirnya akan mengecewakannya dengan sikap beliau yang menjijikkan. Rumah tangga orangtuanya begitu harmonis, Tari tumbuh dengan menyaks...