“Aku ikhlas jika memang ini suratan takdir.” —Saffana Nasha Fawzia
•Keikhlasan Cinta•
•
•
•Gadis itu menundukkan kepalanya, ia sangat malu karena sudah terciduk oleh Gus dan para santri yang tengah ronda malam. Pasalnya, dia sudah mengecek suasana pesantren malam tadi, terlihat sepi dan tidak ada siapapun. Tapi nahasnya, ia justru keciduk.
“Jawab! Siapa laki-laki yang barusan kamu temui?” Gus Abhizar sudah tidak bisa menahan emosinya. Suaranya terdengar tegas.
“Itu paman saya, Gus!” ucap gadis itu sembari mengangkat kepala.
“Paman? Kenapa wajahnya ditutupi?”
Gus Abhizar tidak bisa mempercayai gadis yang berada di hadapannya.
“Bener Gus, itu paman saya, dia emang begitu gamau di liat orang!” suara gadis itu terdengar kencang. Padahal ia berbicara dengan Gusnya. Yang notabenenya adalah anak Kyai. Tapi tidak ada sopan santunnya.
“Hey, kalo bicara sama Gus yang sopan!” ucap Dayat menimpali perkataan gadis itu.
Santri yang berjaga memang disuruh Gus Abhizar untuk ke ruang Asatidz, agar tidak khalwat.
“Terserah gue dong!” tangan gadis itu berkacak pinggang, kemudian membuang wajahnya ke arah lain.
“Dasar santri baru nggak ada akhlak!” sambung Faris yang terlihat kesal dengan sikap santriwati baru itu.
“Sudah, diam semuanya! Siapapun dia saya tidak peduli! Sekarang kamu saya skorsing selama satu bulan, Sakilah,” putus Gus Abhizar. Dia sudah tidak bisa mentolerir sikap santriwati baru itu, meskipun anak dari teman abinya, tetap saja sikapnya sangat keterlaluan.
“Lho, Gus! Saya gamau di skor, saya mau disini, kan kata Kyai Helmy Gus Abhizar mau jadi guru privat saya, saya gamau ya!” tolak Sakilah.
“Saya tidak peduli! Sekarang cepat kembali ke asrama kalian masing-masing, dan Sakilah besok pagi saya harap kamu sudah harus meninggalkan pondok ini selama satu bulan!”
Sebuah keputusan yang Gus Abhizar ambil sudah ia pikirkan dengan baik. Terlepas dari Abinya yang memarahi nya nanti, ia tak peduli itu.
Setelah para santri itu pergi ke asrama masing-masing, Gus Abhizar masih di kantor asatidz. Merenungi kembali apakah keputusan yang diambil ini sudah benar-benar baik atau tidak. Seharusnya Gus Abhizar menjalankan amanahnya dengan baik, mengajarkan, membimbing gadis itu, namun apalah daya. Gus Abhizar tidak bisa untuk melakukan itu sebab ada hati yang harus ia jaga.
Daripada terus menerus berada disini, Gus Abhizar memutuskan untuk pergi ke ndalem, menemui sang istri. Barangkali istrinya membutuhkan dirinya.
***
“Ya Allah ... Apakah perkataan Abi benar-benar akan terjadi? Jika iya, maka tolong kuatkan hatiku,” lirihnya pelan.
Terkadang ada sebuah keputusan yang harus benar-benar diberikan, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, keputusan apa yang harus diambil kelak? Pilihannya ada dua. Minta cerai atau mengizinkan suaminya menikah lagi. Saffa tidak mau bercerai, karena ia sangat mencintai suaminya. Pun ia juga tau bahwa perceraian tidak Allah sukai. Lagipula selama ini Gus Abhizar, suaminya tidak pernah menyakitinya baik fisik maupun batin. Dia hanya ingin menikah satu kali seumur hidupnya.
“Kalau memang perkataan Abi itu benar, semoga aku kuat ketika Mas Bizar nikah lagi,”
“Assalamualaikum!”
“Eh, waalaikumussalam mas!” Saffa buru-buru menghampiri suaminya kemudian mencium tangan dengan khusuk dan bolak-balik. Sesaat kemudian Gus Abhizar mengelus kepala Ning Saffa.
“Belum tidur toh?”
Ning Saffa menggeleng pelan. Ia hanya menggerakkan kepalanya saja tanpa menjawab pertanyaan suaminya. Rasanya sudah tidak kuat sekali, melihat wajah tampan suaminya. Bahkan untuk membayangkan saja dirinya sudah tidak bisa. Saking berlarut dalam pikirannya, Gus Abhizar memperhatikan istrinya yang tampak ada sesuatu yang dipikirkan.
“Kamu kenapa? Hmm?”
“Aku nggak apa-apa kok, mas. Cuma masih ngerasa ngilu aja,” jawabnya. Memang tidak sepenuhnya berbohong, namun tetap saja ia harus bisa bersikap seperti biasanya.
“Yaudah kalau masih ngilu jangan terlalu banyak gerak dulu ya? Kalo mau apapun bilang sama mas ya dek?”
Sungguh, suami idaman. Apakah Ning Saffa rela suaminya berbagi kasih sayang dengan wanita lain? Apakah dia bisa setegar itu? Membayangkan satu rumah dengan madu? Argh. Rasanya sangat sakit.
“Iya, mas!” hanya itu kemudian Ning Saffa merebahkan tubuhnya di atas kasur, disusul oleh Gus Abhizar yang rebahan disampingnya.
“Hmm, Mas!” panggil Saffa lirih.
“Na’am, kenapa sayangku?” menoleh ke samping, dimana istrinya itu tengah menatapnya. Sangat dalam.
“Kalau semisalnya aku nggak bisa punya anak, apa mas akan menikah lagi?” pertanyaan dari Ning Saffa membuat Gus Abhizar yang tadinya berbaring menjadi duduk. Kaget, mendengar pertanyaan dari mulut istrinya.
“Sayang .., jangan ngomong kayak gitu, mas nggak suka! Insyaallah kita akan punya anak, untuk saat ini mas ngga apa belum di karuniakan anak, yang terpenting istrinya mas sehat dulu,”
Jujur saja, hati Ning Saffa sangat tersentuh mendengar ucapan suaminya. Dia jadi mengingat perkataan mertuanya beberapa menit yang lalu. Apakah dia bisa ikhlas untuk berbagi suami?
Tanpa terasa air matanya mengalir di pipinya. Dengan segera ia mengusap kembali, namun Gus Abhizar yang terus menatap wajah istrinya itu seketika menangkupkan wajah istrinya dengan kedua tangannya.
Posisinya saat ini, mereka berdua sama-sama duduk diatas ranjang dengan saling berhadapan. Tangan Gus Abhizar masih memegangi wajah Ning Saffa.
“Sayang kenapa, kok tiba-tiba ngomong kayak gitu, hmm?” Gus Abhizar menatap wajah teduh itu.
“Nggak apa-apa, mas. Cuma nanya aja, yaudah kita tidur yuk, aku ngantuk,” ning Saffa kembali merebahkan tubuhnya. Sedang Gus Abhizar masih mematung di tempat. Ia memperhatikan istrinya.
Kenapa tiba-tiba istrinya bertanya seperti itu. Tidak biasanya Saffa berbicara mengenai poligami. Kalaupun ada peluang untuk poligami, Abhizar tidak akan pernah berpoligami. Ia hanya mencintai istrinya.
Daripada memikirkan hal yang tidak seharusnya dipikirkan, Abhizar memutuskan untuk ikut tenggelam dalam mimpi bersama sang istri.
***
Hay, Assalamualaikum?
Maaf, aku baru update hehe. Btw, part ini sedikit maaf yaa... Maaf juga sudah menunggu lamaaa
Tangerang, 2 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Keikhlasan Cinta
SpiritualTentang seorang Gus yang terpaksa poligami "Aku ikhlas meskipun berat,"- Saffana Nasha Fawzia Picture foto dari Pinterest Keikhlasan Cinta, Mei 2023.