Pesantren At Taqwa

138 6 0
                                    

“Aku bahagia, tapi aku belum bisa menerimanya.”
-Saffana Nasha Fawzia

‼️Warning! Awas baperr berkepanjangan!‼️

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Selama kurang lebih sembilan jam perjalanan, akhirnya Gus Abhi dan Saffa sampai di pesantren At-Taqwa. Gapura yang bertuliskan ‘Selamat Datang di Pesantren At-Taqwa’ itu membuat Saffa takjub. Dari luarnya saja bagus, apalagi dalamnya. Saffa mengira, kalau keluarga suaminya ini orang berada, atau bisa dibilang keturunan darah biru.

Gus Abhi memarkirkan mobilnya di depan ndalem. Para santri putra maupun putri sedang berkumpul menunggu kedatangan Gus mereka. Banyak santriwati yang patah hati ketika tau gusnya sudah menikah.

Ya Gusti, kenapa Ndak saya aja yang jadi istrinya Gus Abhi

Beruntung banget yang jadi istrinya Gus Abhi, mengiri.

Ya Allah jodoh saya, eh jodoh orang ituu semakin tampan.

Ya Allah Gus, saya patah hati kaleh Njenengan.

Dan masih banyak lagi ucapan-ucapan santriwati yang patah hati. Saat mereka mengetahui bahwa gusnya sudah menikah, semua santriwati menamakan hari pernikahan gusnya itu dengan 'hari patah hati nasional' bagi santriwati.

Gus Abhi menggandeng tangan sang istri, yang membuat para santriwati bersorak ramai, ada yang senang melihat keromantisan gus dengan istrinya, ada yang kesal melihat keromantisan mereka berdua.

Huwaaaa, harus Kulo yang ada di samping Gus Abhi.

Aaarggh beneran patah hati dong

Gus, saya patah hati

Masih banyak teriakan-teriakan santriwati, namun Gus Abhi tidak menghiraukan ucapan itu, ia fokus menggandeng tangan istrinya menuju ndalem. Sesaat setelah melewati asrama putri, mereka berdua telah disambut oleh keluarga Gus Abhi, lantas Gus Abhi dan Saffa pun menyalimi tangan saudara-saudara Gus Abhi dan juga Abi Uminya yang berarti mertuanya.

“Assalamualaikum, Umi, Abi” salamnya penuh hormat. Saffa menyalami kedua mertuanya yang sudah ia anggap orang tuanya.

“Waalaikumussalam, Nduk. Gimana perjalanannya, lancar toh?” tanya Abinya, Saffa tersenyum lembut lalu mengangguk.

“Alhamdulillah, Bi lancar,” jawabnya. Setelah itu ia beralih ke uminya, memeluk umi mertuanya lama, setelah beberapa detik mereka melepaskan pelukannya.

Yo wes, Bhi ajak istrimu istirahat, nggih. ” kata Umi menyuruh Gus Abhi membawa istrinya istirahat.

Gus Abhi mengangguk setuju, “Baik, Mi, Kulo ke kamar, nggih, ” tanpa menunggu jawaban dari uminya, Gus Abhi menggandeng kembali tangan sang istri. Membawanya ke dalam kamarnya. Gus Abhi dan Saffa sampai di pesantren At-Taqwa jam sepuluh malam, karena perjalanan sedikit macet. Jadilah mereka langsung istirahat saja.

***

Setelah sampai di kamar Gus Abhi, tiba-tiba handphone Saffa berbunyi tertanda ada yang meneleponnya. Ia melihat layar handphonenya ternyata Qia yang meneleponnya.

Keikhlasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang