“Tidak ada alasan untukku menolak tentang perjodohan ini, mau bagaimanapun caranya aku menolak, tetap saja pada akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa aku harus menerima perjodohan ini.”
—Saffana Nasha Fawzia
_____
Seperti biasa, setiap pagi keluarga Saffa melakukan aktivitasnya masing-masing, sekarang mereka sedang menikmati sarapan pagi. Saffa yang sudah siap dengan seragam sekolah SMA nya, begitu juga dengan kedua adik kembarnya yang telah rapi dengan seragam sekolahnya. Sedangkan Anwar, ia sudah rapih dengan baju kantornya, tentunya setelan kemeja dan jas yang membuat laki-laki beranak tiga itu masih terlihat sangat muda. Saffa akui, papanya sangat tampan.
“Saffa,” panggilan itu membuat Saffa menoleh kearah papanya. Kemudian ia menampilkan senyuman manisnya. “Kenapa pa?” tanyanya.
“Gimana persiapan untuk ujian nanti?” tanya Anwar pada sang anak. Ya, beberapa Minggu lagi memang Saffa akan mengikuti ujian kelulusan. Saffa sudah menyiapkan dari sekarang, belajar agar bisa menghadapi ujian yang nantinya akan ia hadapi untuk kelulusan nanti.
“Alhamdulillah, pa, Saffa sedang mempersiapkan diri untuk ujian beberapa Minggu lagi,” jawabnya jujur, ia sedang menyiapkan diri untuk mempersiapkan ujian. Sepulang sekolah ia belajar terlebih dahulu di perpustakaan milik sekolah bersama dua sahabatnya itu.
“Papa doakan, semoga mendapatkan hasil yang memuaskan yah, jangan lupa juga untuk berdoa sama Allah,”
Walaupun Anwar tidak terlalu paham agama, tapi setidaknya dia harus mengajarkan anak-anaknya untuk taat kepada Allah. Meskipun dulu Anwar jauh dari Tuhannya, tapi sekarang ia sudah bertaubat, sejak pertemuannya dengan seseorang.
“Pasti dong, pa. Saffa selalu berdoa sama Allah semoga Saffa bisa melewati ujian nanti,” jawab Saffa sembari tersenyum manis.
Setelah selesai sarapan hari ini, mereka pun berangkat ke sekolah masing-masing, sedangkan Anwar ia pamit kepada istrinya untuk pergi ke kantor.
“Sayang, aku pamit kerja yah,” kata Anwar sambil mengulurkan tangannya, sedangkan Fairuz mengambil tangan sang suami untuk mencium tangan suaminya. Kemudian berkata, “hati-hati, ya mas. Jangan lupa makan siang juga,” sahut sang istri, membuat Anwar tersenyum penuh bahagia. Ia bersyukur bisa menikah dengan perempuan Soleha seperti istrinya itu, ia sangat beruntung bisa memiliki seorang istri seperti Fairuz.
“Pasti sayang, Assalamualaikum,” setelah mendapat jawaban, Anwar benar-benar menghilang dari pandangan Fairuz, kemudian perempuan itu merapikan meja makan dan mulai mencuci piring yang kotor.
***
Di sekolah pelita bangsa, seorang lelaki tengah duduk di mushola yang berada di ujung berdekatan dengan kamar mandi. Lelaki itu sedang mengerjakan shalat Dhuha, yang mana sholat Sunnah yang tidak pernah ia tinggalkan. Baginya, sholat Sunnah Dhuha adalah bagian dari hidupnya sama halnya dengan sholat wajib dan Sunnah lainnya, laki-laki itu mengakhiri sholat dengan salam. Lalu, ia duduk bersila sembari melafazkan asma Allah, dzikir. Tanpa diketahui, seorang perempuan terus memperhatikannya dari kejauhan. Rasanya ingin menghampiri lelaki itu, tapi ia tidak berani. Alhasil, hanya bisa melihat dari kejauhan.
Dorr!
“Astaghfirullah!” bagusnya ketika kaget ia mengucapkan istighfar, bukan kata-kata kotor yang selalu ia dengar dari teman-teman cowok di kelasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Keikhlasan Cinta
EspiritualTentang keikhlasan hati seorang istri yang ingin mendapatkan surga-Nya. Padahal, meraih surga dalam rumah tangga bukan hanya merelakan suami saja. Ada banyak cara untuk meraih surga bersama-sama. Namun, apakah langkah Ning Saffa ini sudah tepat? Dia...