Seorang Gus

152 11 0
                                    

“Saya ini cuma wanita dari keluarga yang tidak begitu paham agama, lalu bagaimana bisa saya akan menikah dengan seorang Gus sepertimu? Rasanya sangat tidak pantas,”
-Saffana Nasha Fawzia

-------

Malam ini keluarga Saffa tengah sibuk untuk menyiapkan makan malam untuk tamu yang datang dari Jombang, sejak Minggu yang lalu setelah papanya membicarakan tentang perjodohan ini, keluarga Saffa dan keluarga dari pria itu sepakat untuk menentukan hari pernikahan mereka nanti. Makanya malam ini lelaki itu serta keluarganya datang sekaligus silahturahmi antar kedua belah pihak.

“Saffa, mama mau tanya sekali lagi sama kamu, nak, apa hatimu benar-benar menerima perjodohan ini?”

“Insyaa Allah, ma, Saffa ikhlas menerima perjodohan ini, Saffa juga pengen lihat kakek bahagia disana,”

Fairuz tersenyum lembut kearah anaknya, “Alhamdulillah, mama jadi senang mendengarnya, semoga nanti kamu menjadi istri yang baik untuk suamimu ya, nak,” Saffa pun mengangguk menanggapi perkataan sang Mama.

Dari ruang keluarga Ilham berjalan menuju dapur, menghampiri kedua perempuan berbeda usia itu. Perempuan yang akan selalu ia cintai, dan akan selalu ia jaga. Ilham maupun Arham sangat menyayangi Mama dan kakak perempuannya.

“Ma, tamunya sudah sampai, mereka sudah duduk di ruang tamu,” ucap Ilham memberi tahu kepada mamanya.

Seketika Saffa diam membeku, membuat sang adik itu tertawa kecil melihat ekspresi wajah sang kakak.

“Kak, ngga usah tegang gitu, calon kakak ganteng, tapi lebih gantengan adik kakak ini, sih, hehe,” ucap Ilham diiringi kekehan.

“Ham, gausah godain kakaknya deh, yaudah mama segera kesana, dan untuk Saffa, kamu dandan dulu gih, terus ganti baju yang bagus yah, biar calon kamu itu kaget melihat bidadari turun, hehe,”

Pipi Saffa sudah memerah akibat ucapan mamanya, benar-benar yah, mama dan Ilham itu nggak beda jauh, ibarat buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

“Cie, pipinya merah gitu, yang mau jadi pengantin, ah cepet banget deh, kak. Padahal Ilham sama Arham tuh masih pengen kakak disini, nanti kalau kakak sudah menikah pasti kakak akan diboyong oleh suami kakak,”

“Sudah-sudah, nanti tamunya kelamaan nunggu,”

Setelah percakapan itu, Saffa memutuskan untuk naik ke lantai dua, dimana kamarnya berada. Di lantai atas ini terdapat tiga kamar, kamar yang pertama adalah kamar Saffa, sedangkan kamar yang berada dipojok kanan itu milik Ilham, dan disebelahnya kamar Arham.

Saffa sudah siap dengan gamis berwarna cream dipadu dengan pashmina berwarna hitam, sangat cantik. Meskipun make up-nya tidak terlalu tebal, tapi itu terlihat sangat cantik.

“Bissmillah,” lalu ia memutuskan untuk turun ke bawah dan bergabung dengan keluarga yang lainnya.

Sesampainya di tangga terakhir, ia menatap kearah ruang tamu yang tertutup oleh pembatas. Ya, setiap sisi ruangan ini memiliki pembatas alias tembok.

Jantungnya sedari tadi berdegup kencang, napasnya seakan berhenti, ia kekurangan pasokan udara. Padahal disetiap ruangan rumah ini selalu ada AC yang menyala.

“Kak, kenapa malah diam disitu? Yang lain udah pada nunggu kakak,” ucap Ilham yang baru saja menghampiri sang kakak. Tadinya Ilham disuruh memanggil sang kakak yang berada di kamarnya, namun Ilham mendapati kakaknya sedang berdiri di tangga terakhir.

Keikhlasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang