Warning ⚠️
Cerita ini mengandung unsur bxb.
Adapun di dalam cerita terdapat kata-kata kasar, alkohol dan kekerasan itu hanya untuk hiburan semata. Cerita juga mengandung unsur dewasa Harap bijak dalam membaca!!Vote &
Happy reading ✨
.
.
.Topan memainkan lidah nya di pipi dalam nya,rasa nyeri akibat pukulan Langit kemarin masih terasa kebas perih,ujung bibir nya pun terasa sakit setiap kali membuka mulut untuk makan.
Suara ramai bising di kantin tak menjadikan Topan terganggu untuk memperhatikan punggung Langit yang sedang menikmati semangkuk bakso,dua meja di depan Topan adalah tempat di mana Langit sedang menikmati waktu makan siang di kantin bersama Sadewa, mereka hanya duduk berdua yang mana terlihat seperti orang sedang pacaran,terlebih setiap kali Sadewa mengelap ujung bibir Langit yang basah karena kuah bakso menggunakan tisu dan tatapan dalam Sadewa yang memperhatikan Langit setiap kali Langit memulai cerita. Pemandangan itu terekam jelas di mata Topan.
Sesekali Topan dapat melihat tangan Sadewa yang leluasa menyentuh tangan Langit di atas meja tanpa ada penolakan, seperti nya Sadewa tipe orang yang suka sentuhan fisik dengan Langit, Topan juga suka sentuhan fisik dengan Langit tapi tanpa sehelai benang,itu sebuah perbedaan.
"Rugi gue pesen dua,mending satu aja tadi" suara Rain mengalihkan atensi Topan kearah mangkok bakso Rain yang sudah kosong sedangkan milik nya masih utuh tak tersentuh.
"Mau gak nih?" Rain menunjuk bakso Topan dengan dagu nya,tau maksud tujuan Rain adalah mengambil bakso milik Topan yang tidak tersentuh.
"Ambil kalau mau" lagipula bibir Topan masih perih untuk makan yang pedas-pedas, Rain juga sepertinya masih lapar sehingga tanpa pamrih segera memakan bakso milik Topan.
Lucu melihat pipi Rain yang mengembung sedang mengunyah bakso,di tusuk pipi mengembung itu menggunakan jari karena gemas. Rain tampak tak terganggu dengan apa yang Topan lakukan, Rain sudah terbiasa di ganggu Topan bahkan sejak mereka kecil.
"Mas Guntur hari ini pulang gak?" Kegiatan menusuk pipi Rain berhenti setelah mendengar nama Abang nya di sebut,senyum kecil juga turut luntur karena dada nya terasa nyeri.
"Hm" sudah tak ada minat lagi mengganggu Rain yang terlihat lucu jika sedang makan, apalagi Rain yang mulai heboh ingin ikut pulang kerumahnya demi menemui Guntur yang pulang dari luar kota, Guntur jarang di rumah karena sedang kuliah jadi Topan tak begitu akrab dengan Guntur terlebih lagi Guntur yang sudah berani merebut Rain dari Topan.
"Liat nanti" begitu jawaban Topan saat Rain berusaha membujuk Topan agar mau membawa nya serta,bibir Rain mengerucut kesal karena tau jika Topan tak akan mau membawa nya pulang kerumah.
Sampai suara kursi terdorong kebelakang kembali mengalihkan atensi nya kearah Langit yang sudah berdiri hendak pergi diikuti Sadewa yang tanpa sengaja bertemu pandang dengan Topan. Sadewa memamerkan senyum manis ramah yang Topan tau tak seramah asli nya, Topan hanya membalas dengan tatapan datar yang sama sekali tak di gubris oleh Sadewa.
"Pulang sekolah gue masih ada urusan" tatapan mata Topan tak pernah lepas memandang sosok Langit sampai raga itu tak tampak lagi dari pandangan, Rain hanya mendengus kemudian mengangguk mengiyakan,tau betul keputusan Topan tak bisa di ganggu gugat.
Karena nyata nya sepulang sekolah Topan masih sibuk mendribble bola untuk di masukan kedalam ring, Topan dan rekan satu tim basket nya baru selesai melakukan kegiatan ekstrakurikuler, Rain bukan salah satu anggota nya karena Rain tidak pandai dalam mendribble bola, Rain lebih ahli dalam bidang voly. Hanya tinggal Topan seorang diri di sana, seakan sudah tau jika Langit akan kembali menemui nya sepulang sekolah. Topan bahkan rela membiarkan Rain pulang sendiri menaiki gojek.
Senyum seringai Topan hilang setelah melihat Langit datang berdua dengan Sadewa,di sana Sadewa sibuk tersenyum sembari mengangkat kertas tinggi-tinggi yang membuat Topan kesal.
Seharusnya Langit datang sendiri kesini, membujuk lebih keras lagi seperti kemarin bukan nya datang dengan makhluk tersenyum itu."Boleh minta waktu nya bang?" Sadewa datang mendekat lebih dulu, Langit masih berdiri di ambang pintu mencari aman agar tak lagi bersentuhan dengan Topan, walaupun Sadewa sudah di depan mata tapi tatapan Topan masih saja tak lepas dari Langit yang tidak ingin membalas tatapan nya.
"Gak minat" Topan berbalik badan mengambil barang nya dan pergi melewati Sadewa begitu saja, langkah Topan berdiri tepat di samping Langit yang masih tak berminat melihat kearah nya.
"Gua mau nya Lo yang bujuk, bukan dia" Topan melongos pergi dari lapangan basket,tak tau saja sejak tadi tangan Langit sudah terkepal erat menahan segala sumpah serapah kepada Topan.
Sadewa datang mendekat kearah Langit yang masih memejamkan mata erat menahan marah,di usap nya rambut Langit untuk meredam emosi.
"Biar gue usaha lebih keras, jangan khawatir" saat Sadewa ingin menyusul langkah Topan yang sudah tak lagi terlihat, Langit menahan tangan Sadewa.
"Biar gue aja,tolong tutup lapangan basket sama ruang OSIS"
Di ambil kertas persyaratan itu dan segera menyusul Topan kearah parkiran.
Terlihat Topan sudah mengeluarkan motor besar kesayangan nya,helm full face juga sudah terpasang di kepala hanya tinggal menghidupkan mesin dan pergi dari pekarangan sekolah tetapi Langit berdiri menghalangi jalan,di balik helm Topan sudah tersenyum lebar melihat betapa patuh nya Langit.
Topan turun dari motor untuk mendekat kearah Langit,kening Langit selalu mengerut dalam setiap kali bertemu dengan nya tapi ekspresi itu adalah yang paling lucu, Topan candu dengan wajah Langit yang selalu berubah setiap kali Topan melakukan hal jahil.
"Tolong tanda tangan bang" suara Langit begitu terdengar lelah,kenapa Langit harus berurusan dengan Topan. Batin nya berteriak begitu tertekan dengan sifat Topan yang suka sekali mempermainkan Langit seperti badut hiburan. Langit ingin berhenti tetapi tak bisa,kenapa harus Topan? Guru bilang Topan adalah orang yang berhasil membawa banyak penghargaan olahraga dalam bidang basket,tak ada Topan berarti tak ada piala.
"Bakal dapet apa kalau gue tanda tangan?" Langit mendongak melihat kearah Topan yang lebih tinggi,ia tak tau ekspresi apa yang Topan keluar kan karena wajah itu tertutup helm.
"Lo mau nya apa?"
Suara Langit naik satu oktaf,dagu nya terangkat tinggi mencoba menantang Topan yang sudah tak sabar melihat ekspresi Langit setelah mendengar permintaan nya.
"Bakal lo kasih?" Bukan jawaban, Topan kembali bertanya dengan tatapan tajam serius.
"Tergantung" Langit menjawab dengan terbata, sesuatu yang diinginkan Topan itu tidak pernah ada yang benar, semua merugikan Langit.
"Yang ini bikin enak" ucapan ambigu Topan membuat prasangka Langit semakin besar,otak Topan tak jauh dari yang namanya selangkangan.
"Tapi beneran Lo tanda tangani kan,bang?"
Topan membuka helm full face nya, rambut Topan yang lepek itu berantakan setelah helm terlepas.
"Tergantung" Topan mengikuti ucapan Langit dengan senyum tengil menyebalkan.
"Ikutin semua kemauan gue" final Topan, mendengar ucapan itu jujur saja membuat Langit darah tinggi. Enak untuk Langit darimana nya? Kalau Topan sih bakal enak.
"Sampai kapan?"
Topan merendahkan tubuhnya sampai membuat Langit harus mundur satu langkah,nafas hangat Topan menerpa wajah yang mana membuat Langit bergetar halus.
"Sampai gue puas"
.
.
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Hukum Atom [Topan-Langit](END)
Teen Fiction"Kalau Lo gak mau tanggung jawab setidaknya jangan bikin ulah!" -Langit "tanggung jawab? buat apa? Lo juga keenakan gue perkosa"-Topan "mulut Lo di jaga bangsat!" -Langit "kenapa harus jaga mulut gue? Lo takut gue kokop lagi?"-Topan Seharusnya Topan...