Vote & coment ✨
.
.
.Buku-buku besar di dalam perpustakaan sudah kembali di rapikan, Langit mengembalikan buku besar fisika yang ia pinjam dua hari yang lalu. Lidah nya sesekali menekan pipi dalamnya menekan luka yang sial nya masih terasa kebas. Saat Langit baru saja keluar dari dalam perpustakaan, semua mata kembali tertuju kearah Langit. Tampak nya Langit sudah biasa dengan pandangan semua orang yang melihat secara jelas lebam biru pada pipi nya dan ujung bibir yang robek, pandangan mata itu sudah Langit lihat sejak awal Langit masuk ke dalam kawasan sekolah.
Langit mengabaikan berbagai macam tatapan orang kearah nya, langkah nya membawa Langit kembali kedalam kelas karena waktu sudah menunjukkan hampir jam kedua pelajaran di mulai. Langkah Langit berhenti saat ia berada di belokan, seorang siswa kelas satu melewati tubuh Langit dan tercium jelas aroma tembakau. Langit menarik kerah baju belakang siswa kelas satu itu dengan tarikan kuat yang membuat siswa tersebut berhenti dan hampir terjatuh.
"Habis dari mana Lo?" Tanya Langit dengan suara yang datar,siswa kelas satu itu menyadari jika Langit baru saja mencium aroma tembakau dari tubuhnya, dengan takut-takut siswa itu melihat kearah Langit yang wajahnya dingin sekali.
"Da-dari roftop bang"
Pegangan Langit pada kerah baju siswa kelas satu itu semakin erat, bahkan tanpa sadar tarikan kuat itu membuat siswa kelas satu tersebut merasa lehernya tercekik. Langit tidak perduli,di ambil ponsel dari dalam saku untuk menelpon Sadewa yang Langit tau sedang berada di kantin.
"Lo urus curut bandel di kelas satu IPS,gue ada urusan bentar"
Ponsel di matikan sepihak,mata Langit sontak kembali fokus pada wajah anak kelas satu yang sedang menundukkan kepalanya dalam diam.
"mati gue" gumam siswa kelas satu itu di dalam hati.
"Lo balik ke kelas, kalau Sadewa datang langsung serahin diri. Jangan berani kabur!"
Pegangan tangan Langit pada kerah siswa itu di lepas dengan kasar, langkah nya berbalik arah menuju kearah roftop. Baru satu kaki memijak anak tangga suara bel masuk berbunyi nyaring, Langit berhenti sejenak berfikir apakah harus meneruskan langkah untuk menangkap anak nakal di atas roftop atau balik kelas mengikuti pelajaran. Pilihan pertama yang Langit pilih, langkah semakin dekat dengan pintu dan aroma rokok tercium kian jelas,suara tawa dari dua orang yang Langit hindari sejak kemarin terdengar pada telinga.
Tak ada lagi rasa takut ataupun perasaan hati yang tertinggal, Langit semakin hari mencoba abai dengan sosok bajingan yang sudah melukai nya. Jika Topan menganggap nya sebagai barang maka Langit juga akan memperlakukan Topan hal yang sama.
Pintu dibuka dengan bantingan kuat,suara keras mengagetkan dua pria yang sibuk merokok dengan minuman kaleng beralkohol rendah. Mata Langit menelisik salah satu pria yang terkejut dengan kehadiran nya.
Ah, bukan. Topan bahkan lebih terkejut dengan wajah Langit yang luka,pipi putih bersih Langit tercetak warna biru hampir keunguan dengan ujung bibir yang robek. Tangan Topan terkepal erat melihat wajah Langit yang dingin,dua alis Topan bahkan saling bertaut karena kesal,rahang mengeras menahan gejolak amarah menggebu-gebu. Arthur brengsek,itu pasti ulah Arthur. Topan tak tahan untuk membalas perbuatan Arthur yang berani melukai Langit nya.
Langkah Langit kian mendekat sampai berjarak satu langkah di depan Topan, wajah datar tanpa ekspresi Langit menyambut pemandangan Topan,tak ada wajah manis bersemu merah seperti biasa. Langit lebih terasa dingin.
"Lo melanggar aturan,rokok dilarang di arena sekolah" tangan Langit mengambil rokok yang masih di apit tangan Topan.
Saat tangan Topan terangkat hendak menyentuh pipi berisi Langit yang lebam,tubuh Langit sudah lebih dulu menghindar menuju kearah Rain yang masih diam dengan rokok di antara bibir.
"Lo berdua turun kebawah buat di hukum" Langit mengambil rokok di antara bibir Rain dan berniat pergi sebelum Rain memegang kedua bahu Langit dan menyentuh pipi Langit yang biru,Langit meringis sakit saat jari tangan Rain mengelus luka nya.
"Pipi Lo kenapa dek? Lo ya pan ngajak dedek Langit tauran?" Suara Rain terdengar begitu panik, mata nya lantas mendelik kearah Topan dengan tajam.
Langit tak ingin berlama-lama berdiri di antara keduanya,lantas Langit segera beranjak pergi membawa dua rokok sebagai bukti tetapi langkah Langit kembali berhenti saat Topan menghalang langkah Langit dengan berdiri di depan tubuh sang submisif, Langit berhenti melangkah sembari menatap kearah Topan penuh benci.
"Arthur kan?"
Suara dalam menuntut itu tak Langit hiraukan, Topan semakin merasa kesal kala Langit mengabaikan pertanyaan nya dan kembali berlalu pergi melewati tubuh Topan.
"Jawab gue! Arthur brengsek yang udah nyakitin Lo kan?!" Topan menaikkan suaranya dengan tinggi sehingga Langit kembali berhenti dari langkah nya.
Hati terasa nyeri kala pertanyaan itu keluar begitu saja dari belah bibir Topan,tak sadarkah bahwa penjahat yang sebenarnya itu dirinya sendiri?
Kepala Langit menoleh kebelakang, tatapan tajam yang dingin membuat Topan sedikit melunak, tatapan benci begitu terlihat membuat Rain yang berdiri di samping Topan itu bingung dengan hubungan percintaan sahabatnya yang tiba-tiba saja buruk.
"Satu-satunya cowok brengsek yang gue tau itu Lo!" Langit berlalu pergi menutup pintu roftop dengan begitu kasar.
"Bajingan!"
Topan ikut berlalu pergi dengan langkah lebar yang terburu, Rain tak tau kemana kiranya Topan akan pergi. Di susul pun percuma karena wujud Topan sudah tak lagi terlihat saat Rain mencoba menyusul. Sampai suara mikrofon dari arah kantor memanggil nama nya membuat Rain mau tak mau berjalan lesu menuju kearah ruang BK. Di dalam ruang BK sudah ada siswa kelas satu yang tadi ikut merokok dengan nya,guru killer galak memanggil Rain sembari melayangkan penggaris panjang.
"Mana ketua geng kalian?!" Rain tau siapa yang dimaksud oleh pak guru kesiswaan nya,pasti Topan. Emang kampret si Topan yang seenaknya lari dari tanggung jawab.
"Bolos paling pak"
Jawab Rain dengan santai,sudah terlalu sering bertemu pak killer membuat Rain tak lagi takut dengan hukuman beda lagi sama si anak kelas satu yang sejak tadi menunduk ketakutan.
"Bosen saya tuh liat muka kamu Rain,ini lagi masih kelas satu udah ikut-ikutan bandel! Siapa yang suruh kamu ngerokok?!"
Sontak anak kelas satu itu menunjuk kearah Rain dengan tangan bergetar, Rain membulat kan mata tak terima di tuduh demikian.
"Anak setan! Lo yang minta sendiri ya anjir! Bukan gue yang menjerumuskan Lo! Sekate-kate!"
Pukulan penggaris kayu panjang pada meja terdengar nyaring yang mana membuat Rain kembali terdiam, Rain gerem sekali dengan siswa kelas satu itu! Muka mengerut hampir menangis itu ingin sekali Rain pukul pakai penggaris panjang di tangan pak guru killer.
"Ngomong yang sopan Rain!"
"Pak,dia tuduh saya gak jelas!"
Sekali lagi penggaris panjang itu di pukul kuat,hampir saja anak kelas satu itu menangis keras karena ketakutan. Cemen sih kalau kata Rain.
"Hukuman kalian bersihin taman sekolah kalau dah siap lari lapangan tiga kali. Saya mau kalian di pantau ketua OSIS biar gak kabur"
Sial!
Rain mau maki si anak kelas satu apalagi si Topan yang seenaknya bolos gak ngajak-ngajak..
.
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Hukum Atom [Topan-Langit](END)
Teen Fiction"Kalau Lo gak mau tanggung jawab setidaknya jangan bikin ulah!" -Langit "tanggung jawab? buat apa? Lo juga keenakan gue perkosa"-Topan "mulut Lo di jaga bangsat!" -Langit "kenapa harus jaga mulut gue? Lo takut gue kokop lagi?"-Topan Seharusnya Topan...