antara dua hati

9.8K 620 14
                                    

Vote & coment ✨
.
.
.

Bel pulang berbunyi nyaring yang mana membuat semua siswa dengan girang keluar dari kelas, Sadewa menunggu Langit dengan sabar memasukkan buku-buku tebal nya ke dalam tas. Wajah Langit seperti mengantuk sekali pasalnya akhir-akhir ini Langit kurang tidur karena sibuk dengan acara lomba antar sekolah sebentar lagi.

"Udah?" Langit menguap sekali sembari mengangguk, Sadewa sudah berjongkok membelakangi Langit.

Langit perlahan naik ke punggung Sadewa dan memeluk leher Sadewa dengan erat karena takut terjatuh, harap-harap Sadewa mampu menggendong tubuh Langit yang kata Topan berat itu.

Sadewa merasa jantung nya berdegup kencang sampai berisik di telinga karena tangan Langit memeluk apik lehernya,tas Sadewa di letakkan depan dada dengan kedua tangan yang menahan bokong Langit sembari memegang sepatu Langit yang sengaja di lepas.

"Tidur aja kalau ngantuk" Sadewa tau sejak tadi kepala Langit yang berusaha untuk tidak bersandar di pundak Sadewa, pasti mengantuk sekali.

"Nanti berat"

Sadewa terkekeh mendengar suara Langit yang serak akibat ngantuk, hatinya juga sedikit dongkol dengan orang yang sudah membuat Langit insicure dengan berat badan nya sendiri.

"Gendong Lo sampai luar kota gue juga sanggup,kurus gini badannya. Makan yang banyak biar makin lucu" Langit mengusap rambut Sadewa berantakan, ucapan Sadewa barusan tak ayal membuat Langit merasa gugup.

"Nanti makin berat, dewa"

Ah, Sadewa suka saat Langit menyebut namanya dengan singkat seperti itu, hanya Langit seorang yang memanggil Sadewa seperti itu, wajah Sadewa rasanya panas karena merona.

Nafas halus Langit terasa di ceruk leher Sadewa menandakan bahwa Langit sedang terlelap tidur, Sadewa menarik ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman lebar, jika Sadewa seorang pesulap maka Sadewa akan menghentikan waktu dengan sihir biar Langit tetap memeluk Sadewa dengan hangat seperti ini.

Sampai langkah Sadewa berhenti di lorong,senyum lebar nya pun luntur perlahan saat mata nya bersitatap dengan mata Topan yang tidak sengaja berpapasan dengan Sadewa,di tangan kanan Topan terdapat plastik beri nasi bungkus dan di tangan kiri nya pula terdapat botol mineral.

Wajah Topan luar biasa dingin, tatapan tajam bagaikan elang itu kini teralih kearah pergelangan kaki Langit yang biru, retina Topan kembali menatap kearah Sadewa dengan tatapan tajam menusuk seolah tak suka dengan kehadiran Sadewa di depan mata sedangkan Sadewa saat ini juga menampilkan wajah datar,tak ada senyum manis yang ramah seperti biasanya di depan banyak orang, Sadewa sudah cukup muak dengan kehadiran Topan di sekitar Langit. Aura permusuhan begitu kental terasa, masih-masing menatap penuh benci satu sama lain seolah sedang memperebutkan sesuatu yang berharga.

Sadewa merasakan pergerakan kecil Langit di dalam gendongan nya, Sadewa membenarkan letak gendongan nya sebelum kembali melangkahkan kaki nya menuju kearah mobil yang sudah terparkir di depan gerbang,supir nya sudah menunggu sejak tadi.

Mata tajam Topan menatap lurus ke depan yang mana sudah tak berdiri lagi sosok Sadewa dan Langit di gendongan, tanpa sadar air mineral di tangan ia remas dengan kuat,hati nya merasa kesal melihat Langit begitu nyaman tidur di pundak Sadewa,ingin rasanya Topan melempar botol mineral di tangan nya kearah Langit agar Langit bangun dan turun dari gendongan Sadewa, Topan tak begitu mengerti kenapa merasa kesal, pikir nya ia kesal dengan Sadewa karena menganggap Sadewa adalah saingan,tapi saingan untuk apa? Sadewa bukan tim lawan basket yang akan bertanding dengan nya di atas lapangan.

Topan membuang nafas panjang dengan kasar,ia melirik kearah botol mineral yang setengah penyok di tangan nya,ada hal yang lebih penting daripada Sadewa, Rain nya masih berbaring di UKS dengan keadaan perut kosong, karena tak sarapan Rain pingsan akibat asam lambung nya kambuh.

Kembali pada Sadewa yang berhasil membawa Langit pulang kerumah,kini Langit sudah terbaring di atas kasur nya dengan nyaman.

"Makasih bang udah repot-repot nganterin bang Langit" Ian menutup pintu kamar Langit sebelum kembali menatap lawan bicara nya, Sadewa mengangguk mengiyakan sembari berdehem karena merasa gugup tiba-tiba,sosok di depan nya bahkan tampak biasa saja seperti tak terjadi apapun di antara mereka sebelumnya.

"Gue malah seneng di repotin Langit" Ian diam sebentar sebelum mengangguk maklum, hanya orang yang sedang jatuh cinta merasa senang di repotkan orang yang disukai, Ian mengerti perihal itu karena Ian juga pernah menjalin hubungan dengan orang yang ia cintai.

"Ian tunggu sebentar" tangan Ian di tahan saat Ian hendak turun kebawah berniat membuat kan Sadewa teh hangat, setidaknya menjamu tamu sebelum tamu nya pulang.

"Kenapa bang?" Ian menatap kearah Sadewa menunggu apa yang ingin Sadewa sampai kan, terlihat Sadewa mengusap rambutnya karena merasa gugup.

Niat hati ingin meminta maaf perihal kejadian kemarin, sumpah Sadewa tak bermaksud demikian, Sadewa tidak ingin Ian berfikir buruk tentang Sadewa,pun Sadewa juga merasa sangat bersalah karena kurang ajar mencuri ciuman sepihak. Salahkan wajah Ian dan Langit yang hampir mirip, karena mereka adik kakak. Sama-sama berkulit putih susu, tinggi badan yang tidak memadai,wajah tampan yang lebih dominan cantik,mata indah dipandang dan bibir bawah sedikit plum berwarna merah muda, yang membedakan hanya tai lalat kecil di dagu Ian saja.

"Maaf..." Sadewa menjeda ucapan nya dengan suara yang kecil tetapi Ian masih bisa mendengar cukup baik.

"...tentang kemarin,gue gak bermaksud cium Lo"

Sadewa melirik kearah Ian yang masih menampilkan wajah biasa saja seolah topik yang sedang Sadewa bawa itu hal yang lumrah.

"Gak papa bang,Ian dah biasa"

Kening Sadewa mengerut dalam mencoba mencerna jawaban Ian, menerka-nerka apa maksud ucapan ambigu yang Ian katakan barusan.

"Maksudnya? Udah biasa apa?"

"Ciuman"

jantung Sadewa rasanya seperti turun kebawah perut,cukup terkejut dengan jawaban jujur Ian,hati nya perlahan terasa sesak sarat akan marah kepada orang yang berani merusak sosok Ian yang rapuh.

"Siapa yang berani rusak Lo?"

Sadewa menatap tajam mata Ian yang masih menampilkan wajah tanpa dosa,di telan ludah nya susah payah karena tak sanggup membayangkan Ian berada di bawah kuasa ciuman seseorang.

"Gak ada yang ngerusak Ian,kami lakukan suka sama suka. Jadi bang Sadewa tenang aja gak usah ngerasa bersalah karena udah cium Ian. Mau lakuin ciuman lagi ayo aja tapi tolong..."

Ian melepas pegangan tangan Sadewa dari lengan nya dengan perlahan,di tatap mata Sadewa yang sedang menunggu lanjutan ucapan Ian, wajah pria yang lebih tua itu mengeras kesal setelah mendengar pernyataan dari Ian.

"...tolong jangan jadiin Ian sebagai pengganti bang Langit,Ian gak bisa di samain sama bang Langit. Bang Langit itu lebih dalam segala hal daripada Ian"

Sadewa mengepalkan tangannya dengan erat,ia merasa sesak di dada saat mendengar ucapan Ian yang merendahkan diri sendiri. Kenapa hati Sadewa terasa sakit melihat Ian merendah seperti ini?

.
.
.
.
.
TBC

Hukum Atom [Topan-Langit](END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang