salam perpisahan

7.1K 422 18
                                    

Vote & coment ✨
.
.
.

Jika dihitung sudah lebih sebulan Topan terbaring di rumah sakit, ujian akhir sekolah pun Topan lakukan di rumah sakit, pihak sekolah dengan sukarela membawa kertas ujian untuk Topan. Inilah hari dimana Topan dan angkatan nya dinyatakan lulus.

Dengan langkah lebar teramat senang Langit menuju kearah ruang rawat inap Topan sesekali bibirnya bersenandung ria menyapa perawat yang sudah ia hapal betul karena sering menjenguk Topan. Di tangan nya sudah ada buket bunga besar berwarna biru Langit khusus untuk kelulusan Topan, langkah Langit berhenti di depan pintu yang tertutup,menarik nafas dan membuangnya perlahan sebelum memutar kenop pintu. Langit membayangkan bagaimana ekspresi wajah Topan saat ia datang membawa buket sebesar ini, membayangkan nya saja mampu membuat Langit senyum sendiri.

Saat pintu terbuka kaki pun melangkah dengan lebar masuk kedalam ruangan senyum Langit perlahan luntur, tak ada sosok Topan di dalam kamar hanya ada seorang suster yang sedang merapikan tempat tidur Topan yang kosong.

"Sus yang nempatin kamar ini mana ya?"

Sister yang sudah selesai merapikan itu melihat kearah sumber suara, meneliti sosok Langit yang kebingungan dengan buket bunga besar pada tangan nya.

"Sudah pulang dek tiga jam lalu"

Pegangan pada buket bunga diremas kuat, kenapa Topan tak memberi kabar kepada Langit jika sudah diperbolehkan pulang.

"Makasih sus"

Langit segera beranjak pergi hendak kerumah Topan, perasaan Langit tiba-tiba saja merasa tidak enak,ada perasaan resah dan jantung berdebar kencang. Langit mengecek kembali ponselnya tetapi tetap saja tak menemukan satu pesan pun dari Topan.

Tepat pada belokan lorong rumah sakit tubuh Langit menubruk kuat orang lain,buket di tangan terjatuh kelantai. Yang baru saja Langit tabrak adalah Anggit,mata nya sembab seperti habis menangis. Untung saja refleks Langit bagus sehingga tubuh Anggit tak sampai jatuh kelantai karena Langit menahan tubuh Anggit.

Ah,benar. Anggit tadi ijin tidak sekolah karena sedang sakit katanya tetapi Langit semakin khawatir dengan keadaan Anggit yang terlihat semakin kurus, wajah berantakan dan mata sembab.

"Kak Langit" Anggit berusaha menghapus jejak air mata di pipinya tetapi percuma saja karena air mata itu kembali membasahi pipi.

"Lo gak apa-apa? Muka Lo pucat banget" Langit memegang kedua bahu Anggit yang tak ingin bersitatap dengan mata Langit.

Anggit dengan terburu mengambil cek kesehatan milik nya di lantai yang jatuh juga karena tak sengaja bertubrukan dengan Langit, melihat Anggit yang kesusahan mengumpul kan cek kesehatan yang berserakan dengan segera Langit ikut membantu tetapi tangan Langit berhenti di udara melihat hasil cek Anggit di tangan nya. Mata nya terbelalak dengan tubuh kaku tak percaya dengan apa yang Langit lihat. Hasil USG kehamilan.

"Ini punya siapa?"

Bodoh sekali, Langit merasa bodoh karena bertanya demikian. Tangisan Anggit sontak pecah membuat Langit kelabakan,di rumah sakit tak boleh berisik.

"Kak hiks...tolongin gue"

Tangan Langit di remas kuat, Langit bahkan dapat merasakan pegangan Anggit yang bergetar. Wanita di depan nya luar biasa kacau, bagaimana ini bisa terjadi?

"Dia gak mau tanggung jawab hiks.. gue takut besarin ini sendirian" Anggit menunjuk-nunjuk perut nya dengan frustasi.

Langit ikut frustasi,kesal dan marah kepada sosok brengsek yang sudah membuat Anggit seperti ini.

"Siapa? Siapa yang udah buat Lo kayak gini?!"

Anggit diam sembari menundukkan kepalanya dalam-dalam menunjukkan bahwa Anggit tak ingin memberitahu siapa ayah dari anak yang ia kandung,tangan Anggit terlihat meremas kertas hasil USG di tangan nya masih dengan tangis teredam.

"Gue takut kak hiks... Gue diusir dari rumah"

Langit memeluk tubuh rapuh di depan nya, tangisan Anggit teredam di dada Langit, elusan di kepala Anggit membuat Anggit merasa lebih tenang.
Langit merasa tak tega apalagi Anggit termasuk sahabat nya selain Sadewa di keanggotaan OSIS,mana mungkin Sadewa biarkan Anggit kesusahan sendiri.

"Kita kerumah gue" Anggit mendongak melihat kearah Langit dengan terkejut, matanya berbinar karena masih ada yang mau menerima keadaan nya,orang tua Anggit bahkan membuang Anggit setelah tau anak nya hamil tetapi dengan baik hati nya Langit membuka tangan untuk membantu Anggit.

Di lain tempat pula tepatnya bandara, Topan terus melihat kearah sekitar takut Langit tak datang tepat waktu,pesan yang ia kirim sekitar satu jam lalu tidak ada balasan sama sekali bahkan dilihat Langit pun tidak. Sudah sekitar satu jam Topan mengirim pesan tapi tak kunjung di lihat Langit,hati Topan jadi gelisah padahal Topan ingin melihat wajah Langit sebelum berangkat keluar kota, Topan ingin menjelaskan maksud kepergian Topan meninggalkan Langit disini karena ingin berjuang membuat masa depan dengan Langit yang lebih cerah. Telapak tangan Topan bahkan berkeringat,kaki nya tak bisa diam bergerak pada duduknya. Raka melihat semua itu dari duduknya,mata nya memincing kearah wajah Topan yang gelisah, Raka tau jika Topan sedang menunggu Langit.

"Siap-siap, pesawat mu sebentar lagi lepas landas"

Topan melihat kearah Raka dengan tatapan semakin gelisah,tas koper di depan nya bahkan di pegang kuat sekali,mata nya masih fokus kearah depan menunggu sosok Langit berlari menghampiri Topan seperti di drama-drama.

"Cepat Topan" suara Raka bahkan mulai terdengar tegas tetapi Topan masih tak beranjak dari duduk nya meski tau Raka sudah berdiri di sampingnya.

"Sebentar lagi yah, Langit belum datang"

"Kamu kira ini bandara punya ayah bisa tunda-tunda penerbangan sesuka hati, mungkin Langit sibuk jadi gak datang "

Perkataan Raka semakin membuat Topan over thinking, dengan nafas berat akhirnya Topan bangun dari duduknya,mata nya masih saja melihat kearah sekitar berharap sosok Langit muncul dari gerombolan orang di depan sana. Raka sibuk menarik tangan Topan agar segera beranjak pergi.

Koper sudah di tarik meninggalkan tempat duduk menunggu Langit tadi tetapi langkah Topan kembali berhenti saat mendengar suara teriakan dari orang yang ia kenal. Tepat saat Topan berbalik tubuh nya sudah di tubruk oleh Langit dengan pelukan erat,nafas Langit berantakan dan keringat pada kening terlihat sekali karena Langit buru-buru datang ke bandara. Topan ikut memeluk erat tubuh mungil pada pelukan nya,di cium pipi sampai bahu dan leher Langit dengan rakus karena tau setelah ini Topan tak akan lagi menemukan aroma Langit untuk waktu yang lama.

"Dek,maaf ingkar janji. Abang ngelakuin ini bukan mau ninggalin adek tapi.."

Bibir Topan di bungkam tangan Langit agar berhenti bicara, rasanya Langit ingin cium bibir Topan tapi tau ini tempat umum.

"Mama udah kasih tau semuanya,bang Topan di sana jaga kesehatan jangan sampai sakit, kalau ada masalah bilang sama Langit terus makan yang banyak jangan pilih-pilih apalagi makan mie instan terus..."

Bibir Topan tak bisa untuk tidak tertarik keatas,mungkin nanti yang paling Topan rindukan adalah celoteh berisik dari Langit,diusap rambut Langit sembari mengangguk mengiyakan.

"...satu lagi. Jangan tinggalin Langit walaupun jarak kita jauh"

Ah, hati Topan jadi terasa seperti teriris mendengar ucapan terakhir Langit,sekali lagi Topan mengangguk mengiyakan.

"Iya sayang,bang Topan gak akan ninggalin Langit. Janji"

"Kita berangkat sekarang " Raka yang dari tadi melihat dalam diam itu kembali bersuara setelah mendengar pemgunguman bahwa pesawat Topan sebentar lagi akan lepas landas.

Topan melihat kearah Raka sebelum kembali fokus pada Langit,kening Langit terlihat mengerut karena berusaha menahan tangis, Topan terkekeh merasa lucu dengan ekspresi Langit. Di kecup pipi Langit yang membuat sang empu terkejut.

"Abang berangkat,adek baik-baik di sini ya"

Setelah ucapan perpisahan itu Topan benar-benar pergi, Langit dari tempatnya berdiri melihat tubuh Topan dan Raka hilang di telan gerombolan orang-orang yang berlalu lalang.

.
.
.
.
.
TBC

Hukum Atom [Topan-Langit](END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang