Dejavu

11.8K 685 13
                                    

Vote & coment ✨
.
.
.

Bagai Dejavu, Langit merasa seperti pernah mengalami hal yang sama seperti malam ini. Malam dengan ribuan air jatuh dari atas awan yang hitam membasahi bumi begitu deras nya,kilat sesekali menyambar dengan suara guntur bergemuruh mengangetkan, daun-daun bergoyang kesana-kemari akibat angin kencang.

Langit mengusap tengkuknya yang merinding karena merasa kedinginan,baju kaos putih tak dapat menyelamatkan Langit dari dinginnya angin malam,celana pendek kargo berwarna army sebagai pelengkap penampilan yang tidak bisa menghangatkan tubuh.

"Total nya 25 ribu mas"

Lagi-lagi perkara beli gula di malam hari, bedanya malam ini Langit menambah dua batang coklat. Segera Langit membayar belanjaan dan bergegas pergi. Masih trauma tentang malam panas gairah nikmat kalau kata Topan. Langit tidak ingin terulang kembali, cepat-cepat Langit membuka payung berwarna transparan milik nya dan segera pergi.

Ah,ngeri sekali melihat gang menuju ke rumah nya yang minim cahaya,kalau ada jalan lintas lebih baik Langit lewat jalan lain saja daripada gang sepi dan sempit ini.

Langit mengeratkan pegangannya pada plastik hitam berisi gula sekilo dan coklat pesanan Ian a.k.a adik nya di rumah, Langit berusaha menghilangkan pikiran negatif yang selalu membayangi pikiran Langit setiap kali melewati gang menuju rumah nya ini.

Sembari menggerutu dalam hati perihal ibu nya yang suka sekali bikin teh di tambah cemilan,gula selalu cepat habis dan Langit selalu di minta untuk membeli gula,tetapi masalah nya adalah kenapa harus malam hari dan di saat hujan begini? Bikin Langit parno saja.

'Bruk'

Suara sesuatu di belakang seperti benda keras jatuh ketanah mengagetkan Langit,langkah Langit berhenti sejenak dengan jantung berpacu tidak karuan. Langit tidak ingin melihat kebelakang, rasanya kalau bisa, Langit ingin lari sekarang juga tetapi kaki nya terasa berat untuk berlari,bisa membawa tubuhnya jalan saja Langit sudah bersyukur.

"Jangan liat,jangan liat" gumam Langit sembari berusaha melangkah kan kaki nya yang terasa begitu berat melangkah.

Suara gemuruh guntur menambah kesan ngeri pada gang itu, sumpah. Langit ingin lari rasanya.

"Woi!" Suara keras dengan lemparan kerikil berhasil mengenai pundak Langit, langkah Langit kembali berhenti untuk beberapa saat sebelum Langit kembali berjalan sedikit terburu.

"Ck! Woi!malah di tinggal! Gue sekarat!"

Suara yang Langit kenal, perlahan Langit menolehkan kepalanya kebelakang. Terlihat di belakang sana seonggok manusia duduk bersandar di dinding gang yang basah dan berlumut. Penampilan urakan seperti pertama kali Langit lihat,beda nya sekarang pria itu seratus persen sadar, tidak sedang mabuk.

Wajah menahan sakit itu tak ayal membuat Langit penasaran,kaki nya membawa Langit untuk mendekati sosok yang sedang meringis sakit. Terlihat meski samar-samar karena cahaya lampu jalan yang tidak memadai, wajah babak belur dengan darah di ujung bibir dan bagian perut masih tertancap pisau lipat. Di kening juga mengalir darah yang tertutup oleh bandana berwarna hitam.

Kaki Langit rasanya lemas tak dapat bertumpu badan nya sendiri, bagaimana bisa pisau lipat tertancap apik di perut, Langit ngeri sendiri lihat nya. Terlebih darah yang terus keluar banyak meski di tahan membuat Langit merasa mual.

"Malah bengong! Bantuin!"

Langit tersentak kaget dengan teguran nada tinggi yang Topan ucapkan, Langit berjongkok berusaha menahan tubuh Topan yang sudah tak sanggup berdiri. Masalah nya tubuh Langit itu kecil,tak mungkin kuat mengangkat tubuh Topan yang begitu besar.

Hukum Atom [Topan-Langit](END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang