Ada beban sendiri saat menjadi guru pengganti atau baru mulai mengajar di pertengahan semester seperti yang Jidan alami saat ini, terlebih lagi ini sudah masuk semester dua. Jidan harus menyesuaikan cara mengajarnya dengan cara mengajar guru sebelumnya agar tak terlalu banyak berubah karena bisa mempengaruhi murid yang diajarnya, membedah materi pelajaran, mempelajari karakter murid karena guru yang sebelumnya menjadi wali kelas maka Jidan juga mau tak mau harus jadi wali kelas padahal ia selalu tak menginginkannya sejak dulu. Belum lagi ia harus merekap nilai untuk memisahkan murid yang sampai pertengahan semester ini nilai-nilainya belum terpenuhi.
Dan di tengah menumpuknya tugas itu, Jidan ditambah harus membuat soal untuk Penilaian Tengah Semester yang akan diadakan dua minggu lagi. Sudah hampir satu tahun ia tak mengajar, tiba-tiba diberi pekerjaan sebegitu banyaknya membuat ia agak kaget dan Sadewa di jauh sana khawatir hingga setiap hari adiknya itu berusaha menghubungi Jidan, meski hanya untuk sekadar mengingatkan makan atau minum obat.
Jidan baru selesai menelepon Sadewa untuk menceritakan seluruh beban pekerjaannya dan menceritakan kegilaan teman satu kostnya yang paling ajaib itu, sebut saja namanya Gladys yang sudah dua pagi ini membangunkan seluruh penghuni kost dengan menyetel lagu dangdut dengan speaker yang dipunyanya itu, dan pagi ini Kiara menegurnya sampai terjadi keributan kecil setelahnya, membuat Jidan sebagai satu-satunya lelaki di lantai atas kebingungan setengah mati, tak tahu harus apa dalam situasi semacam itu. Dan mungkin dia benar-benar akan stres kalau Reza tak buru-buru datang untuk melerai, yang ternyata cuma perlu menyeret Gladys untuk kembali ke kamarnya, maka selesai keributan pagi itu meski Kiara terus menggerutu setelahnya.
Ya, dapat disimpulkan kalau akar masalahnya memang perempuan dengan tanktop bergaris dan celana pendek kebanggaannya itu.
Gladys.
Astaga! Meski hanya dengan membayangkannya saja Jidan sudah merinding.
Dan ia benar-benar merinding ketika tiba-tiba mendengar suara tangis seorang perempuan. Samar tapi cukup jelas untuk ditangkap oleh telinganya.
Matanya seketika membesar. Ia selalu percaya kalau ia tak takut pada hantu, bahkan tak menganggap hantu itu ada. Ia tak pernah takut jika menonton film horor, berbeda dengan Sadewa yang selalu bersemangat mengajak nonton film thriller atau horor meski selalu tak bertahan sampai akhir film karena ketakutan. Tapi agaknya beda cerita kalau wujud atau suara itu ditangkap nyata oleh mata atau telinganya. Jidan merinding.
Ia mencoba memastikan kalau itu suara yang salah ia dengar, atau suara tetangga, atau beneran yang jelas nyata wujudnya. Tapi semakin ia dengar malah semakin membuatnya merinding dan suara itu semakin jelas terdengar oleh telinganya.
Jidan mengambil ponselnya, ia berniat menelpon Sadewa lagi untuk setidaknya menemaninya mengobrol sampai suara tangis itu hilang, kemudian teringat kalau Sadewa tadi mengatakan bahwa ia akan mengerjakan tugas kuliahnya dan Jidan tak ingin mengganggu. Ia kepikiran untuk mengadukan hal ini langsung pada Reza, menanyakan apakah kost ini memang sebenarnya kostan berhantu makanya harganya terbilang murah dengan segala fasilitas yang cukup lengkap yang Jidan dapatkan. Tapi urung karena takut menyinggung karena Jidan juga masih belum yakin apakah iu suara tangis orang atau hantu—orang juga sih, tapi dalam wujud lain yang menyeramkan.
Lalu entah bagaimana ceritanya, mungkin segala kestresan di sekolah, juga akibat kegilaan di pagi hari tadi membuatnya jadi benar-benar stres dan gila sampai memutuskan untuk menghubungi Gladys yang kamarnya ada di depannya.
Jidan mengirim sebuah pesan teks, menanyakan apakah perempuan itu mendengar sebuah suara tangis atau tidak, dan Gladys secepat kilat langsung menelepon Jidan.
Ya ..., inilah bencana yang sesungguhnya. Lebih mengerikan dari suara tangis hantu yang Jidan dengar.
"Pak Guru," panggil perempuan itu di seberang sana, memastikan kalau Jidan benar-benar menerima panggilan teleponnya. "Itu suara hantu," katanya sebelum terkikik seolah sedang menertawakan Jidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Temu
Romance[SELESAI] Jidan dan Gladys bertemu satu sama lain dengan membawa lukanya masing-masing. Berharap akan sembuh dengan menjalani hidup bersama sampai lupa bahwa mereka hanya untuk saling menyembuhkan, bukan untuk saling jatuh cinta.