Meski bukan yang pertama kali datang ke kostan Gladys, tapi ini yang pertama kalibagi Narga masuk ke kamar perempuan itu.
Kostan itu bukan tipe kostan yang banyak aturan menyebalkan. Boleh bawa masuk siapa saja, asal tahu waktu, tahu batasan, dan tentu saja tahu diri untuk tidak bikin keributan. Dan yang membuat Narga mau datang ke kostan Gladys padahal perempuan itu sudah ulang sejak sore hari sedangkan Narga sendiri yang shift sore baru pulang malam hari, adalah sebuah kontak yang tiba-tiba dikirim oleh Gladys dengan embel-embel kalimat bahwa Narga boleh mendekati si pemilik kontak. Tak perlu susah-susah bertanya itu kontak siapa, Narga sudah tahu.
Itu alasan Narga mau repot-repot sepulang bekerja ke kostan Gladys, padahal biasanya mengantar perempuan itu pulang pun ogah-ogahan. Ia mau menodong Gladys secara langsung karena sejak mengirimkan kontak itu padanya, Gladys tak membalas pesannya juga tak mengangkat teleponnya.
Narga kebetulan bertemu dengan Idah yang sedang ada di warung. Sebagai orang yang sudah dikenal karena beberapa kali mengantarkan Gladys pulang, Narga menyempatkan diri untuk menghampiri, menyapa singkat, bertanya apa Gladys ada di kamarnya atau tidak, dan minta izin masuk.
Setelah diizinkan masuk dan diberitahu letak kamar Gladys, Narga bergegas naik ke lantai atas, menggedor pintu kamar itu sampai sang penghuninya keluar.
"Berisik, Setan!" umpat Gladys begitu melihat siapa yang membuat keributan di luar kamarnya.
Lelaki itu cuma nyengir singkat. Lalu tanpa dipersilakan, ia begitu saja masuk ke dalam, membuat Gladys dongkol.
"Lo mau apa, sih?" tanya perempuan itu, tapi tak berusaha menarik paksa Narga untuk keluar dari kamarnya, membiarkan begitu saja.
Narga tak menjawab, seketika ia terhipnotis pada semua yang ada di kamar Gladys. Berbeda dengan yang selama ini ia bayangkan, bahwa Gladys pasti punya kamr yang berantakan, lebih berantakan dari kamarnya sendiri. Namun ternyata, kamar itu rapi dan bersih, juga wangi. Mata Narga berbinar menelusuri setiap pajangan berbentuk bulan yang ada di hampir seluruh sudut kamar itu.
Stiker dinding, bantal berbentuk bulan, lampu meja, pernak-pernik lain yang tersusun rapi di atas meja, poster besar bergambar bulan, bahkan Narga terkejut melihat sebuah teropong jarak jauh yang menggantung di sisi jendela yang ia pakai untuk melihat bulan dari kamarnya kalau malas naik ke rooftop.
"Cita-cita lo terbang ke bulan atau gimana?" Lelaki itu berjalan ke meja belajar, dan ketika tangannya baru akan menyentuh sebuah foto lama yang menempel di sana, Gladys langsung menghadangnya, ia duduk di meja tersebut,menghalangi Narga untuk melihat lebih banyak apa yang ada di meja.
"Kalau iya, kenapa?" Gladys melipat kedua tangannya di depan dada, menyilangkan kakinya, menggoyang-goyangkan salah satunya sampai hampir menyentuh selangkangan Narga yang beridiri tepat di depannya, membuat lelaki itu mundur teratur tanpa disuruh.
"Kenapa lo nggak kuliah astronomi aja kalau gitu?"
"Jadi ahli astronomi pun belum tentu bisa bawa gue ke bulan."
"Ya, tapi kan seenggaknya—"
"Lo mau ngapain sih ke sini?" potong Gladys cepat.
Mata Narga langsung berubah antusias dengan perasaan yang menggebu. "Lo beneran nyuruh gue deketin Kakak Cantik?"
"Gue nyuruh gitu, ya?"
"Lo ngasih kontaknya dia dan bilang kalau gue boleh deketin."
"Gue cuma bilang boleh deketin, nggak nyuruh." Gladys mendesah.
Narga sudah mau membuka mulut untuk melakukan pembelaan, namun urung karena perempuan itu benar. "Ya, tapi kenapa?"
"Kenapa? Lo nggak mau? Ya udah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Temu
Romance[SELESAI] Jidan dan Gladys bertemu satu sama lain dengan membawa lukanya masing-masing. Berharap akan sembuh dengan menjalani hidup bersama sampai lupa bahwa mereka hanya untuk saling menyembuhkan, bukan untuk saling jatuh cinta.