17. Luka Terpendam

120 18 0
                                    

Tandain Typo~~

Sudah tiga hari berlalu semenjak ujian akhir semester dimulai, suasana sekolah masih sama, lebih tenang daripada saat hari-hari normal.

Ujian mapel pertama sudah berakhir, ada yang memilih berdiam diri di kelas, beli makan di kantin, ada juga yang lebih memilih belajar.

Butiran air hujan perlahan mulai turun, lama-kelamaan menjadi deras, beberapa hari terakhir hujan memang selalu turun membuat beberapa aktivitas terganggu.

Disaat yang lain sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing, seseorang lebih memilih memandangi hujan melalui jendela.

Mahen melihat temannya hanya diam memandangi hujan, biasanya Azen akan bergabung bersama yang lain meski hanya diam.

Mahen berinisiatif menghampiri temannya itu, "Kenapa, ngelamun mulu dari tadi?"

Azen sedikit terkejut dengan kedatangan Mahen yang tiba-tiba, "Gak papa."

"Bohong lo."

Azen terkekeh pelan, temannya selalu tau jika ia menyembunyikan sesuatu atau berkata bohong "Kpk lo bisa tau gue bohong?"

"Gue punya kekuatan buat baca pikiran orang."

"Kalo gitu, gue lagi mikirin apa?"

Mahen memandangi Azen sejenak, "Lo lagi mikirin soal ujian tadi." Tebak Mahen.

"No."

"Terus apaan?"

"Seblak warung mang Ujang, kangen gue sama mejanya."

Mahen memijat pelipisnya, "Dimana-mana orang kangen makanannya kalo gak ya rasanya, lo malah kangen mejanya."

"Biar beda."

Mereka berdua tertawa bersama, menyenangkan membahas hal-hal random bersama teman, ini akan terus diingat untuk waktu yang lama.

"Lo habis pulang ke rumah gue ya!"

Azen mengangkat sebelah alisnya, "Ngapain?"

"Ada sesuatu, udah dateng aja."

"Ongkosnya?" Azen mengulurkan tangannya di depan Mahen.

"Nanti gue kasih 5 ribu buat beli bensin."

"Kurang, itu baru bensin, belum biaya perjalanannya, biaya mengumpulkan niat, biaya menyapa orang di rumah lo, dan masih banyak lagi."

"Ngelunjak ya lo, dikasih hati minta jantung."

"Minta paru-paru lo aja."

"Ginjalnya dulu kak." Mahen tersenyum ramah.

"Oke."

Mahen melebarkan matanya, ia tidak menyangka dengan jawaban yang diberikan oleh Azen.

"SEMBARANGAN KALO NGOMONG." Mahen memukul lengan Azen cukup keras.

"Tadi katanya minta."

"Ya gak gitu juga, suka banget nyeriusin omongan orang."

"Mending omongannya daripada orangnya." Azen menaik-turunkan alisnya.

Mahen menaruh tatapan curiga, kalimat tadi terdengar aneh menurutnya.

"Pokoknya nanti lo dateng ke rumah gue, wajib gak ada penolakan dan harus dateng!" Mahen menekankan ucapannya.

"Selain donatur dilarang ngatur."

"Nanti gue suruh bapak gue jadi donatur."

"WOY!" Naje tiba-tiba memukul meja dengan keras.

Seven DreamersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang