27. ANAK KECIL MARAH

81 37 65
                                    

Saya tidak suka dianggap anak kecil. Saya itu temannya Shiva, punya selogan 'jangan panggil aku anak kecil, Paman'. Dada saya nyeri, Tuan. Tolong, pahami.


†††


            Gellael menuruni tangga sambil sedikit berlari. Memakai kaos hitam sebagai dalamannya, jaket bomber coklat sebagai outer, celana kain santai membalut tubuh itu sempurna. Sandal jepit hitam pilihan laki-laki itu untuk alasnya.

"Mau kemana lo?" tanya Mahes sedikit berteriak dari sofa ruang tamu.

Gellael menghentikkan langkahnya lalu melihat ke arah yang bersuara. Di sana Mahes sedang duduk bersama Arunika. Di depan laptop yang menyala dan beberapa buku yang terbuka. Meja ruang tamu terlihat sangat berantakan.

"Kepo."

"Gue nanya beneran, adikku sayang."

"Mending nugas yang bener, udah kuliah masih aja dongo."

Mahes cemberut lalu menggoyangkan lengan Arunika, mengadu. Cewek itu hanya tertawa sambil memukul perut Mahes, gemas.

"Adek laknat lo!"

"Bodo!"

"Ge, bentar?"

"Apa lagi?"

"Gue liat di garasi, di atas motor lo ada dua helm. Kenapa beli dua? Buat siapa satunya?"

Gellael terdiam. Iya, kenapa ia membeli dua helm, ya?

Mahes menerbitkan senyuman jail, Arunika memukul lengan pria itu untuk berhenti memulai pertengkaran dan berhenti menggoda sang adik. Mahes tidak menghiraukan Arunika.

"Buat Lintang, ya? Lo mau jalan berdua sama dia, ya? Bokong bahenol motor lo harus Lintang duluan yang dudukin, ya? Lo udah suka sama Lintang, ya? Cie Gege cie, udah besar cie. Udah pacar-pacaran cieeeeeee!"

Mahes terus melontarkan kalimat-kalimat goda, tertawa terbahak sambil memeluk Arunika. Kesempatan dalam kesempitan.

"Kak Aru!"

Gellael berseru, membungkam riuh dengan suaranya. Membuat Mahes henti dan yang dimaksud menoleh.

"Ya?" Arunika kebingungan.

"Please, suntik mati tu orang. Gue mohon banget," ucap Gellael frustasi, matanya menusuk pada manik milik kakak laki-lakinya.

Mahes yang mendengar itu hanya tertawa sambil mengangkat tangan dan memunculkan jari telunjuk dan bergoyang ke kiri dan kanan.

"Oooo, tidak bisa. Kamu tidak bisa nyuruh-nyuruh kesayangan akuh begitu. Tidak bisa!"

Mahes menjulurkan lidahnya, terlihat sangat menyebalkan.

"Berisik, jelek!"

Gellael melangkah keluar dengan decakan kesal. Menuju garasi untuk menjumpai motor hadiah ulang tahunnya, dari sang Ayah.

Motor sport berwarna hitam, masih mengkilap dan bersih. Plat motor sudah ada pun terpasang, dipesan dan dibeli oleh Andreano sudah cukup lama dan kini ia tunggangi.

Kartu identitas sudah ada pula kartu izin mengemudi juga sudah. Jadi? Apa yang perlu ditakutkan lagi? Ia sudah dewasa sekarang. Si isilop itu tidak bisa menghakimi Gellael dengan todongan surat-surat yang tak lengkap dan batasan umur, apalagi membodoh-bodohinya dengan peraturan-peraturan tak kasat mata yang sudah jelas ia tahu semua.

Cih!

Gellael meletakkan helm miliknya di atas tangki bensin dan helm yang akan digunakan oleh anak kecil nanti ada di pergelangan tangan.

CHILDISH: NewbiexNewbie  ||  ༺On Going༻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang