Begitu, kah? Apa saya harus berhenti ketika kamu menitahkan rasaku untuk cukup sampai di sini? Saya pikir itu tidak akan terjadi.
†††
Gellael sedang suntuk saat ini. Kebosanan memeluknya tanpa alasan. Jam istirahat sudah berjalan beberapa menit. Tapi, diri pria itu tetap saja duduk di kursinya. Ponselnya mati karna kehabisan daya, sudah sejak pagi tadi ia mainkan. Tidur pun ia sudah lakukan namun kebosanannya lebih besar."Bosan banget idup gua gini-gini aja," ucap Gellael lalu melihat ke arah pintu. Lengang, tak ada yang menjamah indra pendengar. "Tumben kagak ke sini, biasanya gangguin gue mulu," tandas Gellael lalu menggelengkan kepalanya kuat seperti tersadar akan sesuatu. "Gua udah gila nih kayaknya." Gellael berbicara pada dirinya sendiri.
Netra lelaki itu beralih pada 4 gadis yang ada di depan kelas berkumpul ceriwis di meja guru. Satu dari kelasnya dan 3 lainnya ia tak tau asal mereka dari mana. Empat gadis itu terus memerhatikan Gellael sejak tadi dan berbisik-bisik centil.
Gellael mendengus. Memalingkan pandangannya ke arah pintu, lagi. Seperti menunggu keajaiban di sana. Salah satu dari gadis yang sejak tadi memerhatikan Gellael menghampiri anak lelaki itu dan duduk di sampingnya.
"Hai, kenalin, gue Dona Erika Merellyn kelas X-5. Gue temenya Nadheo sama Raina. Kita satu SMP dulu," ucap gadis itu dengan rambut yang sudah di-style sedemikian rupa dengan setengah rambut bagian dalam dicat berwarna biru gelap, terlihat cantik sekali.
Pewarna bibir yang juga tampak menawan terpoles, tidak terlalu mencolok namun terlihat sensual di sana.
Hanya saja, yang sangat menggangu indera pengelihatan adalah seragam sekolah yang ia pakai dikecilkan lagi agar pas dengan lekuk tubuh. Dona masih menjulurkan tangannya, berharap ada ulur balas.
Gellael diam, tak peduli.
"Gellael, gue cuman mau bilang kalo gue suka sama lo. Kebetulan juga gue suka cowok yang pinter dan kebetulan lagi lo ganteng jadi kita cocok buat jadi couple. Kita bakal jadi couple goals banget,"
Telinga Gellael seperti tersumpal batu granit tajam saat mendengar penuturan Dona. Anak lelaki itu mendengus pelan, ia agak jengah dengan tingkah Dona. Gadis itu yang berceloteh, Gellael yang merasa malu.
"Gue gak keberatan kok untuk PDKT-an dulu. Lo yang nentuin lama waktunya?" ujar Dona masih menjulurkan tangannya, kukunya panjang dengan cat warna-warni yang membuat geli.
Bulu kuduk Gellael merinding. Ia macam dekat dengan spesies aneh yang muncul dari planet lain.
Anak lelaki itu tak menghiraukan gadis yang heboh nan centil ini. Ia tetap menampakkan wajah datarnya dan menatap ke arah pintu kelas.
Jika dilihat dengan saksama situasi ini, Dona itu type gadis berani untuk mengungkapkan perasaanya lebih dulu terhadap lawan jenis. Mungkin, sama halnya seperti yang dilakukan Lintang pada Gellael.
Tapi, berbeda. Mereka sangat berbeda, jangan disamakan. Gellael yakin itu.
Jujur saja, Gellael tidak tau cara yang tepat untuk menolak hal-hal seperti ini. Gellael tidak tau bagaimana merangkai kata untuk para wanita yang bentuknya seperti Dona, type yang akan mengamuk jika ditolak secara terang-terangan.
Gellael pernah melakukan tiga penolakan, tapi yang ia dapat malah tamparan. Ia tidak tau perkataannya yang salah dimana, tapi haruskah seperti itu? Haruskah layangkan lima jari pada pipinya?
Gellael menggeleng pelan dengan bergidik ngeri saat momen itu muncul kembali dalam benaknya. Sekarang, lebih baik dia diam saja tak usah menanggapi apapun yang dikatakan perempuan di hadapannya. Salah-salah, ditampar untuk keempat kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHILDISH: NewbiexNewbie || ༺On Going༻
Diversos🥇Highest Ranking: #1 bravegirl #1 geniusboy Hanya sebuah kisah anak sekolah, remaja puber yang terlampau ringan. Tidak ada masalah besar yang sedemikian rupa untuk menyakiti satu sama lain, untuk menyakiti apa yang ada di dalam sini. Hanya sebuah k...