10. KEPOLOSAN GELLAEL

362 152 61
                                    

Kamu itu sebelah hati saya, Tuan. Bukan badut.

†††


             Bell istirahat sudah berbunyi nyaring. Memekakkan telinga bagi para siswa yang hampir gila karna pelajaran pembuat sinting.

Seluruh insan berkoar riang berhambur di seluruh penjuru ruang yang tadinya hening, menegaskan waktu kemerdekaan yang hanya sementara ini bisa mereka manfaatkan untuk refreshing.

Lintang berjalan berlawanan arah. Mau ke mana lagi jika bukan ke kelas sang pujaan hati yang selalu mencecar rasa nan indah?

Senyumnya mengembang saat ia berpapasan dengan Gellael di depan pintu kelas X-2.

Cowok itu mendengus. Memutar maniknya malas. Lintang lagi, Lintang lagi. Kalau ada mengeluh, kalau tidak ada berharap. Dasar lelaki plin plan.

"Hai, Lael?" sapa cewek itu semangat.

Gellael diam.

"Kamu mau jemput saya untuk ke kantin bersama, ya?" tanya Lintang terlewat percaya diri.

Gellael mendecih. "Ge'er!"

Lintang terkekeh. "Oke-oke, ayo ke kantin."

"Gue ada perlu," tolak Gellael dan berjalan mendahului Lintang.

Cewek itu tersenyum dan menyusul Gellael. Berjalan beriringan. "Perlu sama siapa?" tanya Lintang penasaran.

"Guru bunting," jawab Gellael asal.

"Huh? Maksud kamu guru bunting itu siapa?"

"Bu Tiwi, Lin," jelas Gellael malas. Suaranya terdengar lembut kali ini.

Lintang tersenyum. Kali ini jantungnya berdebar aneh kembali. Lebih cepat dari awal pertemuan ketika masa orientasi sekolah lalu.

"Saya boleh temani kamu?" tanya Lintang ragu.

Gellael diam.

"Oke! Diam kamu berarti iya, 'kan?"

"Mau ngapain juga lu ikut? Ngerecokin entar."

Lintang menggeleng. "Saya janji akan diam. Beneran!"

"Serah lo."

"Beneran?"

Gellael diam.

"Kira-kira kenapa kamu dipanggil, Lael?" tanya Lintang penasaran.

Gellael menggedikkan bahu.

Lintang tersenyum lalu mengangguk-ngangguk pelan. Sok mengerti. Padahal tidak tahu apa yang akan dibahas oleh Bu Tiwi dan prianya.

Manik Gellael melihat seorang manusia yang ia kenal di ujung lorong sana. Pria yang diwanti-wanti kakaknya agar menjauh untuk sementara sampai kepala sekolah mengambil tindakan.

Gellael mendengus lalu menggandeng tangan Lintang dan berlalu dari lorong itu beralih menuju kantin.

Lintang terkejut dengan yang Gellael lakukan. "Ada apa?" tanyanya.

Gellael diam, terus melangkah.

"Kenapa ndak jadi ke ruang guru? Bukannya kamu mau bertemu dengan Bu Tiwi?"

Gellael diam.

Lintang melihat tangannya yang digandeng oleh Gellael mulai merasakan jantungnya semakin tak karuan. Darahnya berdesir, wajahnya memanas.

Agaknya, kali ini wajah Lintang memerah. Macam kepiting yang berada di dalam panci perebusan.

"Lael?"

CHILDISH: NewbiexNewbie  ||  ༺On Going༻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang