- DUA EPISODE TERAKHIR
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
DUA BULAN KEMUDIAN...
Karin meletakkan semangkuk sup ayam di meja makan, pagi itu. Perkedel kentang, telur dadar, dan sambal goreng hati juga ikut melengkapi meja makan. Alwan sedang menyiram tanaman dan rumput di luar. Karin menyusulnya ke depan setelah menyusun piring serta peralatan makan. Ia akan memberi tahu, bahwa sarapan telah siap di meja makan.
Alwan tersenyum seraya menoleh ke arah samping, saat merasakan sebuah pelukan hangat. Karin memeluknya dari belakang, seraya menopang dagunya pada pundak kanan Alwan. Wanita itu tersenyum saat tatapnya bertemu dengan tatap Alwan yang teduh. Rasa bahagianya membuncah tanpa bisa dibendung, karena tahu bahwa dirinya selalu disambut oleh Alwan jika datang ke sisi pria itu.
"Ayo masuk, Mas. Sarapannya sudah siap," ajak Karin, seraya mendaratkan satu kecupan lembut pada pipi Alwan.
Alwan memejamkan kedua matanya selama beberapa saat seraya tersenyum. Perasaannya terasa lengkap, saat Karin menunjukkan kasih sayangnya tanpa ragu. Ia segera berhenti mengurus rumput dan tanaman, lalu berbalik untuk membawa Karin ke dalam dekapan hangatnya.
"Coba pilih, kamu mau berjalan sambil aku rangkul seperti biasanya atau mau kugendong sampai ke dalam rumah?" tanya Alwan.
Karin pun tertawa pelan saat mendapat pertanyaan seperti itu.
"Kalau Mas Alwan menggendongku, maka kita berdua akan jadi tontonan para tetangga yang sedang menyapu di halaman rumah mereka. Jadi sebaiknya, Mas Alwan merangkulku seperti biasanya saja, daripada membuat orang lain menonton sinetron pagi-pagi buta begini," jawab Karin.
Alwan ikut tertawa setelah mendengar jawaban Karin. Ia kemudian melepaskan Karin dari dekapannya, lalu merangkulnya dan berjalan bersama ke dalam rumah. Saat mereka tiba di meja makan, Alwan menggeser kursi yang biasa Karin tempati. Ia selalu melakukan itu, karena tidak ingin Karin kesulitan saat akan duduk.
"Terima kasih, Mas," ucap Karin, tak pernah lupa untuk menghargai setiap hal kecil yang Alwan lakukan untuknya.
"Sama-sama, Istriku Sayang," balas Alwan, seraya membelai lembut rambut Karin.
Karin segera mengambilkan nasi untuk Alwan dan mengisi piring yang ada di hadapan pria itu. Tak lupa ia mengambil mangkuk kosong di samping piring, agar bisa diisi dengan sup ayam.
"Mas Alwan mau lauk yang mana? Perkedel kentang, sambal goreng hati, atau telur dadar?" tanya Karin.
"Wah ... pilihan lauk kali ini sangat sulit, Dek. Aku jelas tidak bisa memilih, karena ingin semua lauk itu ada di piringku," jawab Alwan, apa adanya.
Karin pun kembali tertawa pelan. Ia langsung mengambil semua lauk dan meletakkannya di sekeliling piring Alwan yang masih kosong.
"Kalau Mas memang mau menikmati semua lauknya, jangan malu-malu untuk bilang. Aku memasak semua ini memang untuk Mas Alwan. Bahkan jika Mas Alwan ingin memakan lauknya saja setelah makan pun, aku tidak akan melarang," ujar Karin, selembut biasanya.
Senyum di wajah Alwan semakin merekah usai mendengar yang Karin katakan. Bahagia yang dibawakan oleh Karin ke dalam hidupnya benar-benar tidak terduga. Perasaannya terhadap Karin berbalas seutuhnya, membuat Alwan merasa begitu beruntung saat menjalani segalanya bersama wanita itu.
Ia mulai menikmati hasil makanan yang Karin masak. Rasanya tidak pernah mengecewakan, karena Karin benar-benar tahu rasa seperti apa yang pas dengan selera Alwan.
"Masya Allah. Enaknya semua masakanmu, Dek," puji Alwan.
"Alhamdulillah, jika masakanku rasanya enak. Aku senang mendengarnya, karena itu artinya Mas Alwan akan selalu makan di rumah bersamaku dan selalu rindu untuk pulang setelah bekerja," tanggap Karin, seraya menuangkan air minum ke dalam gelas milik Alwan.
"Tentu saja aku akan selalu makan bersamamu di rumah dan juga akan selalu rindu untuk pulang setelah bekerja. Setelah kita menikah, kamu adalah satu-satunya tujuanku saat pulang, Dek. Kamu adalah rumah, bagiku."
Saat Alwan tengah menikmati sarapan paginya, Karin diam-diam mengeluarkan sebuah kotak berukuran sedang dan menyodorkannya ke hadapan Alwan. Senyum Alwan semakin mengembang, saat tahu kalau Karin ternyata ingat dengan hari ulang tahunnya.
"Selamat ulang tahun, Suamiku Sayang. Semoga Mas Alwan panjang umur, selalu diberi perlindungan oleh Allah di mana pun dan kapan pun, serta semoga Mas Alwan selalu bahagia menjalani hidup ini bersamaku sampai kita bertemu lagi di surganya Allah suatu saat nanti," ucap Karin, seraya menggenggam tangan kanan Alwan.
"Aamiin yaa rabbal 'alamiin. Semoga Allah mengabulkan doa Istriku tercinta ini," harap Alwan. "Terima kasih atas ucapan, doa, dan juga kado yang kamu berikan ini, Dek. Jujur, aku kaget karena kamu ternyata mengingat hari ulang tahunku. Tahun lalu yang memberiku ucapan selamat pertama kali adalah Mika. Dan aku bersyukur karena tahun ini kamu menjadi orang nomor satu yang memberiku ucapan. Lebih jujur lagi, aku belum siap mendengar kehebohan suara Mika pagi ini. Jadi, aku saat ini merasa sangat bersyukur mengenai hal itu," ungkapnya.
Keduanya tertawa kompak, karena sama-sama mengingat kelakuan Mika yang tiada duanya dalam keadaan apa pun. Alwan pun segera membuka ikatan pita yang ada pada kado dari Karin. Ketika tutup kado tersebut terbuka, senyum di wajah Alwan mendadak hilang dan berganti dengan ekspresi terharu yang disertai kedua mata berkaca-kaca.
"Dek? Ini ... ini serius? Kamu ... kamu sedang hamil?" tanya Alwan, agak terbata-bata.
Karin pun mengangguk.
"Iya, Mas. Alhamdulillah, saat ini aku sedang mengandung buah cinta kita. Usia kandunganku baru berjalan satu bulan, menurut hasil HPHT dan juga USG dari Tante Retno kemarin," jawab Karin.
Alwan pun bangkit dari kursinya, lalu berlutut di hadapan Karin untuk memeluknya tanpa membuat Karin berdiri lebih dulu. Ia mengecup puncak kepala Karin seraya bertasbih dan bertahmid, atas semua hal baik yang datang ke dalam hidup mereka.
"Jadi, kemarin kamu pergi bersama Ziva, Tari, dan Hani bukan untuk belanja, hm? Pantas saja aku tidak melihat adanya paper bag atau kantung belanjaan saat kamu pulang."
Karin segera membantu Alwan menyeka airmata bahagianya yang mengalir cukup deras pada kedua pipi pria itu. Ia mengecup kening suaminya seraya tersenyum bahagia.
"Kalau aku bilang akan pergi ke rumah sakit dan bertemu Tante Retno, maka Mas jelas akan curiga. Aku jelas tidak akan bisa memberikan kado yang istimewa untuk Mas Alwan, jika Mas sudah tahu lebih dulu."
Tangis Alwan belum juga berhenti. Ia kembali membawa Karin ke dalam pelukannya, seraya menatap foto USG yang ia genggam sejak tadi.
"Terima kasih, Ya Allah. Terima kasih karena Engkau telah menitipkan rezeki yang tidak ternilai harganya. Kami akan menjaganya dengan baik, Ya Allah. Kami akan menjaganya dengan baik, Insya Allah," janji Alwan.
Tok-tok-tok!!!
"Assalamu'alaikum! Paket!"
Suara Mika terdengar lantang di teras rumah. Alwan dan Karin pun tertawa kembali, karena lagi-lagi hidup mereka diwarnai dengan ulah baru yang Mika cetuskan.
"Wa'alaikumsalam. Tunggu sebentar!" sahut Karin, mewakili Alwan yang sedang menyeka airmatanya.
"Ya Allah. Hari ini Mika datang sebagai tukang antar paket. Besok, entah dia akan datang ke sini sebagai apa lagi," ujar Alwan, berusaha menjaga kewarasan.
"Sabar, Mas. Mungkin besok-besok Mika akan datang sebagai calon besan. Kita 'kan enggak tahu."
"Jangan ikut-ikutan konyol seperti Mika, Dek. Kita 'kan belum tahu, apakah anak kita nanti laki-laki atau perempuan," mohon Alwan, sambil menahan tawa.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BALUNG
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 10 Rumah tangga Alwan dan Karin mendadak diserang rasa tidak nyaman yang begitu kuat. Sejak Karin melihat sosok yang menatap ke arahnya dan Alwan dari balik jendela, rasa tidak nyaman itu semakin hari semakin mem...