27 | Selesai

697 69 26
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Mika pun setuju dengan ajakan Alwan. Karin segera meraih tubuh Windi yang sudah lemas. Ia tahu bahwa kedua pria itu butuh bantuan, agar bisa mengikat tubuh Windi yang sudah lemas akibat menerima tinju dua kali dari Karin. Diseretnya Windi menuju ke arah tiang paling ujung di teras itu. Karin langsung membuatnya berdiri bersandar pada tiang, agar memudahkan proses mengikat. Alwan dan Mika mengikat perempuan itu dengan sangat erat, untuk mencegah agar dia tidak lagi mencoba melarikan diri.

Setelah Windi benar-benar terikat kuat pada tiang, Karin pun menyimpan dua buah pisau bedah yang sejak tadi dipegangnya. Alwan mendekat untuk membantu menyeka keringat yang membasahi wajah Karin, menggunakan sapu tangan miliknya.

"Pisau bedah, hm? Dari mana kamu mengambilnya, Dek?" tanya Alwan, sangat lembut.

"Dari lemari, Mas. Dari kotak penyimpanan peralatan medis cadangannya Mas Alwan," jawab Karin.

Alwan pun tersenyum. Ia langsung merangkul Karin yang tampaknya takut dimarahi, akibat mengambil sesuatu tanpa izin dulu pada Alwan. Alwan mengusap rambutnya yang agak berantakan, lalu merapikannya sedikit agar terlihat seperti biasa.

"Istriku ini peka sekali, ternyata. Bisa-bisanya kamu lebih peka daripada aku, dan tanpa berpikir panjang mengambil pisau bedah cadangan yang aku simpan di lemari. Aku lega karena kamu berani mengambil keputusan, meski tahu bahwa keputusanmu itu memiliki risiko yang besar. Aku juga lega, karena kamu memilih untuk jadi keras kepala pada saat yang tepat. Aku yakin sekali, kalau tadi kamu pergi ke sini tanpa sepengetahuan Santi. Kamu takut dihalang-halangi, sehingga memutuskan untuk pergi secara diam-diam. Benar, 'kan?" tebak Alwan, seraya menahan senyum.

Wajah Karin pun memerah. Ia merasa malu, karena ternyata Alwan bisa menebak apa saja yang ia lakukan agar bisa sampai di rumah itu. Alwan segera mencubit ujung hidung Karin, akibat merasa gemas saat melihat ekspresi malu-malu yang begitu nyata di sana. Mika menekuk wajahnya, saat kembali menyaksikan kemesraan antara Alwan dan Karin.

"Duh, harus ceramah macam apa lagi yang aku keluarkan agar kalian tidak bermesraan di depanku? Tingkah kalian berdua terlalu menggemaskan, membuatku selalu merasa tidak tahan," ungkap Mika.

"Sirik tanda tak mampu, Mik. Ingatlah selalu akan hal itu," saran Alwan, seraya membantu Karin menyembunyikan wajahnya seperti biasa.

Raja kembali tiba di ruang ritual. Pria itu segera menyerahkan buntalan kain hitam yang tadi diambil oleh Karin dari tubuh Windi. Ziva menerimanya dengan hati-hati, lalu membelah buntalan kain itu ketika sudah berada pada telapak tangannya. Raja bisa melihat apa isi dari buntalan kain hitam tersebut. Banyak sekali tulang-belulang berukuran kecil di dalamnya, namun entah tulang hewan apa yang Windi pakai untuk mengisi buntalan kain hitam itu.

"A'udzubillahi minasy-syaithaanirrajiim. Bismillahirrahmanirrahim. Bismillahilladzi la yadurru ma'a ismihi shay'un fil ardi wa la fis sama'i wa huwassami'ul 'alim," lirih Ziva.

Segera dilemparnya buntalan kain itu ke tengah-tengah wadah ritual yang masih membara. Setelahnya, mulai berguncanglah rumah itu disertai datangnya embusan angin yang cukup kencang dari arah barat.

BOOMMM!!! KRAKK!!! BRAAKKK!!!

Wadah ritual itu akhirnya meledak bersama dengan tiang penyangganya, hingga akhirnya membuat wadah ritual itu runtuh sepenuhnya. Energi negatif yang ada di rumah itu mendadak hilang, setelah ritual teluh balung benar-benar berhasil dipatahkan. Ziva mengembuskan nafas lega, karena rumah tangga Alwan dan Karin telah benar-benar terselamatkan. Raja segera merangkulnya, untuk memberikan rasa tenang pada Ziva ketika pekerjaan mereka selesai. Keduanya segera ke luar dari ruang ritual tersebut dan turun ke lantai bawah. Mereka berpapasan dengan yang lain di tengah-tengah rumah itu. Tepat pada saat Hani sedang dipapah oleh Karin dari arah belakang rumah, sementara Tari sedang digendong oleh Rasyid.

"Tari? Astaghfirullah! Tari kenapa, Ras?" tanya Ziva, panik.

"Enggak apa-apa, Ziv. Kepalaku cuma kena hantam kursi gara-gara kelakuan gila perempuan itu," jawab Tari, sambil mempererat lingkaran tangannya pada leher Rasyid.

"Apanya yang enggak apa-apa? Itu kepalamu sampai diperban, kok, bisa-bisanya bilang enggak apa-apa," omel Ziva.

"Ngomel-ngomelnya nanti saja, Ziv. Tari akan punya banyak waktu luang untuk mendengar omelanmu setelah urusan kita selesai. Sekarang saatnya kita memastikan, kalau perempuan itu harus dan wajib berada di RSJ selamanya," sahut Hani, yang sudah hampir sampai di ambang pintu depan.

"Tuh, dengarkan kata Hani. Sebaiknya kita mengurus perempuan itu dan menempatkannya di RSJ seumur hidup," Tari mendukung yang Hani inginkan.

"Pokoknya perempuan itu jangan sampai lolos dan hanya dipenjara, seakan dia adalah manusia waras. Dia harus benar-benar dikurung di RSJ seumur hidupnya. Aku enggak mau tahu!" tambah Rasyid, yang masih sangat marah atas kondisi Tari akibat perbuatan Windi.

Ziva dan Raja pun segera memberikan jalan pada Rasyid, agar bisa membawa Tari keluar dari rumah itu. Faruk kini sedang berbicara dengan Polisi bersama Alwan dan Mika. Santi terlihat mulai mengurus cedera ringan yang Hani dapatkan. Sementara itu Karin sudah menyiapkan kursi roda--yang dibawakan oleh petugas medis--untuk Tari yang mengalami cedera lebih parah daripada Hani.

Ikatan pada tubuh Windi kini dilepaskan oleh empat orang Polisi wanita. Pihak rumah sakit jiwa yang telah dihubungi pun datang tak lama kemudian. Windi akan langsung dibawa ke rumah sakit jiwa bersama beberapa orang Polisi wanita yang akan mendampinginya. Rumah itu akhirnya disegel untuk sementara waktu oleh pihak kepolisian setelah mereka melakukan olah TKP. Semua bukti tindakan perdukunan yang Windi lakukan telah dikumpulkan dan dibawa keluar dari rumah tersebut.

"Ayo, kita kembali ke rumah Alwan. Waktu shalat ashar sudah tiba. Alwan dan Karin harus melaksanakan shalat berjama'ah di rumah mereka," ajak Ziva, sambil mendorong kursi roda yang Tari tempati.

"Aku bisa jalan, loh, Ziv. Cuma memang badanku rasanya lemas, jadinya seperti tidak bisa jalan," protes Tari, yang tidak ingin duduk terus pada kursi roda.

"Kalau ujung-ujungnya kamu akan meminta Rasyid untuk menggendongmu, lebih baik kamu tetap duduk di kursi roda itu, Tar. Janganlah bikin suamimu tercinta itu menjadi pengidap encok usia dini," ujar Mika, sambil mengedip-ngedipkan kedua matanya ketika menatap Rasyid.

Rasyid balas menatap sengit ke arah Mika sambil menekuk wajahnya.

"Enggak usah kedip-kedipkan matamu begitu. Kamu sama sekali tidak terlihat imut, Mik. Demi Allah," ungkap Rasyid.

"Jangan coba-coba meniru gaya si kembar tiga, Mik. Kamu sama sekali tidak cocok bertingkah seperti mereka," tambah Raja.

"Sudah ... sudah ...! Jangan buat keributan di tengah jalan. Malu, tuh, sama burung kakaktua peliharaan tetanggaku," lerai Alwan.

"Hei! Kalian mau berhenti adu mulut atau kusiram pakai air seember?" ancam Hani, yang mendadak sembuh dari cedera ringannya.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH BALUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang