- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Raja mengambil beberapa foto dari ruangan itu menggunakan ponselnya. Ia kemudian mengirim semua foto tersebut pada Mika, agar bisa dijadikan dokumentasi setelah pekerjaan mereka selesai. Mika menerima pesan dari Raja dan langsung memperlihatkan semuanya pada Rasyid dan Alwan. Kedua pria itu tampak kaget, ketika tahu bahwa sudah sangat lama Alwan menjadi objek obsesi Windi. Santi, Karin, serta Faruk dan Azwa merasa penasaran. Mau tak mau, Mika akhirnya ikut memperlihatkan semua foto dalam chat tersebut.
"Astaghfirullah hal 'adzim!!!" seru Azwa dan Faruk.
Santi ternganga akibat merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat saat itu. Bahkan keterangan yang Raja berikan di bawah semua foto itu membuatnya lebih tercengang lagi.
"Sampai ke plafon-plafon, Pak, itu foto Mas Alwan ditempel," Azwa merasa merinding usai menyadari hal itu.
"Apa dia sakit jiwa, ya? Tapi biasanya kalau keluar rumah dan bicara sama orang lain, rasa-rasanya dia seperti orang waras pada umumnya. Enggak ada tanda-tanda kalau dia itu sakit jiwa," ujar Faruk.
"Mungkin dia terlalu terobsesi sama Mas Alwan, Pak. Makanya sampai dia foto-foto Mas Alwan secara diam-diam, terus dipajang begitu satu ruangan penuh," pikir Azwa.
"Terobsesi terhadap seseorang itu adalah salah satu tanda-tanda sakit jiwa, Bu RT. Hanya saja orang-orang yang terobsesi terhadap orang lain seperti itu selalu bisa mengendalikan ekspresi, sikap, serta tutur katanya ketika bertemu atau berpapasan dengan orang lain. Tapi jika sudah tidak ada siapa pun di dekatnya, maka dia tidak akan ragu untuk menunjukkan sisi dirinya yang mengalami sakit jiwa tersebut," jelas Rasyid.
"Jadi sebenarnya hampir sama dengan orang bermuka dua, Bu RT. Kita tidak akan tahu kalau seseorang itu bermuka dua, jika perbuatannya tidak pernah diketahui oleh siapa pun. Begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh perempuan itu. Andai usaha teluhnya terhadap rumah ini tidak ketahuan oleh Alwan yang bisa merasakan energi negatif dari Jin yang membantunya, maka kita tidak akan pernah tahu kalau dia sebenarnya sakit jiwa hingga terobsesi sedalam itu terhadap Alwan," tambah Santi.
Karin tak ikut berkomentar. Ia lebih memilih bangkit dari kursi di teras, dan segera mendekat pada Alwan--yang saat itu baru saja melangkah menjauh dari teras--lalu memeluknya dengan erat. Ia tahu persis bahwa perasaan Alwan pasti langsung tidak enak setelah mengetahui betapa gilanya perempuan itu selama ini. Ia paham bahwa Alwan tidak perlu mendengar penilaian apa pun yang menyangkut soal perempuan itu. Alwan lebih butuh rasa nyaman agar bisa membuatnya tenang seperti biasa.
"Sabar ya, Mas. Sabarkan hati Mas Alwan, meski saat ini keadaan sepertinya membuat Mas sangat sulit untuk bersabar. Aku ada di sini dan akan terus mendampingi Mas Alwan. Aku tidak akan pernah ke mana-mana. Jangan pikirkan soal obsesi perempuan itu terhadap diri Mas Alwan. Sabarkan hati Mas Alwan, agar Mas bisa selalu berpikir jernih dalam setiap kesempatan," bujuk Karin, sangat pelan.
Alwan pun membalas pelukan itu, seraya menganggukkan kepala untuk meyakinkan Karin bahwa ia akan mendengar sarannya. Seharusnya Karin merasa cemburu saat itu. Seharusnya Karin marah dan Alwan yang harus membujuknya mati-matian. Tapi nyatanya Karin sama sekali tidak punya pikiran untuk marah ataupun cemburu setalah tahu soal obsesi Windi terhadap Alwan. Karin menyingkirkan semua itu dan memilih memberikan ketenangan untuk Alwan. Membuat Alwan semakin yakin bahwa dirinya memang tidak salah mengambil keputusan ketika akan menikahi Karin. Karin memang sosok wanita yang tepat, yang bisa melengkapi hidup Alwan sekaligus menjadi pelipur lara bagi pria itu.
"Mas jangan khawatir. Insya Allah, semuanya pasti akan segera berakhir. Ziva dan yang lainnya sedang mengusahakan hal itu untuk kita berdua. Mereka juga tidak akan meninggalkan kita. Mereka sayang pada kita, seperti terhadap keluarga sendiri," tambahnya.
Alwan membelai lembut rambut panjang Karin yang tergerai begitu indah. Ia menutup kedua matanya, mencoba meresapi betapa hangatnya cinta yang Karin berikan untuknya.
"Dek, apakah kamu mau kita pindah dari lingkungan ini? Apakah kamu mau kita mencari rumah yang lebih nyaman daripada yang saat ini kita tempati? Mas khawatir kalau kamu akan teringat terus dengan kejadian gila ini, Dek. Mas takut hal ini akan mempengaruhi pikiranmu dan membuat kamu stress. Mas menikahimu untuk membuatmu bahagia, bukan untuk membuatmu kesulitan seperti yang sedang kita hadapi sekarang," tawar Alwan, berusaha untuk menyampaikan semuanya dengan hati-hati.
Karin melonggarkan pelukannya dari tubuh Alwan, agar ia bisa menatap wajah suaminya. Senyum di wajahnya mengembang, ketika tatapnya bertemu dengan tatap teduh milik Alwan yang selalu ia ingat sejak kecil. Tatapan mata Alwan tidak pernah berubah. Karin mengingat segalanya dan tak pernah lupa sedikit pun mengenai pria itu, meski dulu mereka tidak pernah berteman dekat. Alwan ikut tersenyum, ketika menatap senyuman di wajah Karin. Perasaannya yang kalut dan kacau mendadak tenang begitu saja ketika melihat senyuman itu. Ia tidak tahu apa alasannya. Ia juga tidak tahu apa penyebabnya. Namun ia yakin, bahwa memiliki Karin di sisinya adalah penawar dari semua rasa sakit yang pernah ia lalui di masa lalu.
"Mas, dalam hidup ini tidak ada gunanya jika kita selalu melarikan diri dari masalah. Jika memang ada masalah, maka kita harus menghadapinya sampai tuntas. Lari dari masalah hanya akan menimbulkan masalah yang baru, dan biasanya masalah baru itu akan datang tanpa kita sadari. Jadi, setelah semua perkara teluh balung ini selesai, mari kita tetap menetap di sini sampai tua. Aku ingin kita tetap tinggal di sini dan menjalani semuanya tanpa diiringi rasa takut. Insya Allah aku dan mentalku akan baik-baik saja. Mas Alwan terus meyakinkan aku agar bertahan ketika diriku masih terjerat teluh gantung jodoh. Jadi sekarang pun aku akan melakukan hal yang sama. Aku akan terus meyakinkan Mas Alwan agar selalu bertahan di sini, selama kita menjalani rumah tangga. Bagaimana? Apakah jawabanku sudah cukup untuk meyakinkan perasaan Mas Alwan?"
Alwan tidak menjawab. Senyum di wajahnya semakin merekah begitu indah, membuat Karin memberanikan diri mengusap lembut kedua pipi pria itu. Alwan pun mengecup hangat kening Karin, lalu kembali membawanya ke dalam pelukan penuh sayang yang ia miliki.
"Aku cinta kamu, Dek. Aku cinta kamu karena Allah," ungkap Alwan, penuh ketulusan.
Rasa bahagia itu mengalir laksana air yang membawa kesejukan. Karin bisa merasakan betapa besar cinta dan sayang yang Alwan miliki untuknya, sehingga membuat segalanya begitu jelas.
"Aku juga cinta sama Mas Alwan karena Allah. Insya Allah selamanya akan begitu, Mas. Jangan ragu," balas Karin.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BALUNG
Horor[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 10 Rumah tangga Alwan dan Karin mendadak diserang rasa tidak nyaman yang begitu kuat. Sejak Karin melihat sosok yang menatap ke arahnya dan Alwan dari balik jendela, rasa tidak nyaman itu semakin hari semakin mem...