- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Raja menyimpan ponselnya setelah mengirim kepada Mika semua hasil foto yang diambilnya. Ziva masih diam saja dan tidak mengatakan apa pun. Wanita itu tampaknya sedang memikirkan sesuatu yang bisa dijadikan jalan keluar, jika pematahan ritual teluh balung telah selesai dilakukan. Raja mendekat padanya. Ia merangkulnya dengan lembut, agar Ziva kembali ingat bahwa masih ada pekerjaan yang harus mereka hadapi.
"Kamu sedang memikirkan sesuatu, Adinda Zivaku?" tanya Raja.
"Iya, Kakanda Rajaku. Aku sedang memikirkan rumah sakit jiwa mana yang cocok untuk kita datangi, setelah pekerjaan hari ini selesai. Aku sendiri yang akan membawa perempuan itu ke sana, agar aku bisa memastikan kalau dia tidak akan lagi bisa bebas berkeliaran dan menyamar menjadi orang waras. Dia bukan penganut ilmu hitam seperti yang biasa kita hadapi. Dia hanya menjalankan ritual teluh balung karena pernah mempelajarinya. Jadi setelah ritualnya kita patahkan, maka dia tidak akan bisa lagi melakukannya meski ingin mencoba lagi. Namun, tetap saja dia harus tinggal di tempat yang tepat. Jadi rumah sakit jiwa adalah satu-satunya yang menurutku cocok untuknya," jawab Ziva.
Raja pun ikut berpikir sejenak, setelah mendengar jawaban yang Ziva beri.
"Rumah sakit jiwa yang aku tahu hanya RSKJ Dharmawangsa, Adinda Zivaku. Letaknya ada di Jakarta Selatan, Kebayoran Baru. Tapi kalau kamu butuh rekomendasi rumah sakit jiwa lainnya, kita bisa minta pada Tari untuk mencari sebelum membawa perempuan itu ke sana."
"Mungkin akan lebih baik dia ditempatkan di rumah sakit jiwa yang kamu sebutkan saja, Kakanda Rajaku. Aku tidak mau membuat pusing Tari, dengan memintanya mencari rumah sakit jiwa pada saat dirinya harus beristirahat. Lagi pula aku yakin, bahwa rumah sakit jiwa yang kamu sebutkan tadi cukup bagus dan ketat pengawasannya."
"Ya. Itu benar. Pengawasannya sangat ketat. Kebanyakan pasien yang sudah masuk ke sana sama sekali tidak punya akses untuk bisa keluar."
Ziva menghela nafas perlahan, seakan ingin meredakan perasaan tidak menentu yang berkecamuk dalam dadanya.
"Nanti setelah pekerjaan selesai, mari kita cabut semua foto-foto itu. Sekarang, ayo segera ke ruangan satu lagi. Pintu ruangan di tengah itu adalah satu-satunya yang belum sempat kita buka. Jadi sudah pasti di dalamnya ada ruang ritual yang kita cari," ujar Ziva.
"Ya, itu sudah jelas. Yang mana artinya kita harus berhati-hati saat membukanya. Jin yang membantu berjalannya ritual teluh balung pasti masih ada di dalam ruangan itu saat ini," tanggap Raja.
Keduanya berjalan meninggalkan ruangan penuh foto Alwan menuju ke arah pintu terakhir yang belum dibuka. Pedang jenawi sudah siap di tangan masing-masing. Raja akan membuka tuas pintu, sementara Ziva akan langsung menghadapi Jin yang menyerang setelah pintu itu terbuka. Keduanya saling memberi kode tanpa berbicara, pertanda bahwa masing-masing dari mereka sudah siap untuk menghadapi hal selanjutnya.
"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Raja, kemudian membuka tuas pintu dengan hati-hati.
Pintu mulai terbuka. Isi dari ruangan itu mulai terlihat oleh keduanya perlahan-lahan. Hawa panas mendadak terasa begitu kuat menerpa ke arah mereka, pertanda bahwa Jin yang membantu Windi dalam upaya ritual teluh balung benar-benar ada di dalam ruangan tersebut.
"A'udzubillah himinasy-syaithanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Allaahumma faathiras samawaati wal ardhi, 'aalimal ghaibi was syahaadah, rabba kulli syai'in wa maliikah, asyhadu an laa ilaaha illaa anta. A'uudzu bika min syarri nafsii wa syarris syathaani wa syirkih," lirih Ziva.
WHOOOSSHHH!!!
Serangan dari Jin yang berdiam dalam ruang ritual itu datang secara mendadak. Namun Ziva segera menangkisnya, hingga serangan itu berbalik ke arah Jin itu sendiri. Ziva melangkah masuk lebih dulu, disusul oleh Raja yang akan bertugas menghancurkan tempat ritual ketika Ziva berhadapan dengan Jin.
Di lantai bawah, Windi bisa merasakan bahwa saat ini Jin yang membantunya tengah berhadapan dengan seseorang. Membuatnya tahu, bahwa bukan hanya Tari dan Hani yang saat itu ada di rumahnya.
"Kalian benar-benar kurang ajar!!! Beraninya kalian menyentuh ranah pribadiku di rumahku sendiri!!! Cepat katakan, siapa yang kalian suruh menginjakkan kaki di ruang ritualku???" amuk Windi, meski sudah dalam keadaan terikat.
Tari dan Hani kembali beradu pandang, usai mendengar amukan Windi. Keduanya tampak paham, bahwa selama ini Windi selalu bisa merasakan semua hal yang terasa ganjil di dalam rumahnya. Sehingga saat Ziva dan Raja menemukan tempat ritualnya di dalam rumah itu, Windi langsung memberikan respon yang begitu emosional.
"Hm ... agak mencurigakan," desis Hani, seraya menatap ke arah Windi.
Hani berjongkok tepat di hadapan Windi, lalu menatap matanya seakan sedang berusaha mencari tahu sesuatu.
"Kamu jelas bukan penganut ilmu hitam seperti para penganut ilmu hitam lain yang pernah kami temui. Tidak ada tanda-tanda pada dirimu, bahwa kamu pernah mempelajari ilmu hitam. Yang jadi pertanyaan adalah, bagaimana kamu bisa menjalani ritual teluh balung jika kamu tidak memiliki ilmu hitam di dalam dirimu?"
Tari pun mulai ikut memikirkan hal yang sama. Hani benar, Windi jelas bukan penganut ilmu hitam karena tidak ada tanda-tanda bahwa dia pernah mencoba mempelajari ilmu tersebut. Dia benar-benar hanya seorang perempuan biasa, terlepas dari usahanya menjalankan ritual teluh balung untuk merusak rumah tangga Alwan dan Karin. Hal itu jelas butuh jawaban, karena cukup terasa membingungkan bagi mereka soal cara Windi melakukan ritual teluh balung.
"Jawab," titah Hani. "Kamu diajari oleh seseorang soal cara menjalani ritual teluh balung, atau kamu diwariskan caranya oleh Ibu dan Nenekmu?"
"Bukankah sudah kubilang, kalau semua yang aku lakukan diwariskan oleh Ibu dan Nenekku? Masih kurang jelas?" balas Windi.
"Berarti Ibu dan Nenekmu adalah penganut ilmu hitam?" tanya Tari.
"Menurutmu?" sinis Windi, masih merasa marah atas tipuan yang Tari lakukan tadi.
"Kalau mereka penganut ilmu hitam, lalu mengapa kamu tidak ikut belajar ilmu hitam pada mereka? Kenapa kamu hanya bisa menjalani satu ritual saja, yaitu ritual teluh balung?" heran Hani.
"Kenapa??? Kalian mau menghinaku, seperti bagaimana orang lain menghinaku selama ini??? Aku memang tidak bisa mempelajari ilmu hitam!!! Aku selalu gagal saat mencobanya, hingga aku diremehkan oleh Nenekku sendiri!!! Sekarang, kalian juga ingin menghinaku, hah???"
Windi kembali mengamuk. Hani pun kembali berdiri dan menjauh dari perempuan itu bersama Tari. Mereka sudah dapat jawaban, jadi sekarang mereka tidak perlu lagi banyak bicara pada Windi.
"Dia jadi sakit jiwa, akibat tidak bisa mempelajari ilmu hitam dan juga tertekan dengan hinaan yang pernah diterimanya di masa lalu. Jadi saat dia bertemu Alwan yang selalu baik hati terhadap siapa saja, dia merasa harus bisa memiliki Alwan seumur hidup. Mungkin Alwan adalah orang pertama yang tidak pernah mau tahu soal hidupnya. Kamu tahu sendiri, 'kan, kalau Alwan memang tidak suka menanyakan perihal kehidupan pribadi orang lain," pikir Hani, setelah menyimpulkan semuanya.
* * *
SAMPAI JUMPA BESOK 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BALUNG
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 10 Rumah tangga Alwan dan Karin mendadak diserang rasa tidak nyaman yang begitu kuat. Sejak Karin melihat sosok yang menatap ke arahnya dan Alwan dari balik jendela, rasa tidak nyaman itu semakin hari semakin mem...