4 | Penghibur Hati

550 74 48
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Keduanya merasa kaget ketika mendengar dering ponsel milik Alwan, hingga terlonjak dari ayunan yang tengah mereka duduki. Alwan meraih ponselnya yang tergeletak sejak tadi di atas meja teras. Karin ikut melihat ke arah layar yang sedang ditatap oleh Alwan saat itu. Nama Mika tertera di sana, sehingga membuat Alwan segera mengangkat telepon tersebut sambil menyalakan tombol loudspeaker.

"Halo, assalamu'alaikum, Mik," sapa Alwan.

"Wa'alaikumsalam, Al. Ini aku, Santi," balas Santi.

"Oh ... kamu, San? Ada apa? Mika baik-baik saja, 'kan?" tanya Alwan, mendadak khawatir dengan keadaan Mika.

Karin pun kembali teringat bahwa keadaan Mika saat ini masih perlu dikhawatirkan, setelah terkena serangan saat bekerja beberapa hari lalu.

"Keadaan Suamiku alhamdulillah baik-baik saja, Al. Setelah keluar dari rumah sakit kemarin sore, dia sudah bisa langsung menguras kolam ikan koi di belakang rumah kami dan juga akrobat di atas trampolin bersama Sandy. Dia itu tangguh, jadi meski baru saja sembuh dia langsung tidak mau dilarang beraktifitas," jawab Santi, apa adanya.

Alwan dan Karin dengan kompak menahan tawa. Tingkah laku Mika yang super aktif tentu saja sulit untuk dibendung, terutama jika dalam keadaan sehat wal 'afiat. Karin maupun Alwan jelas merasa hal itu adalah sesuatu yang wajar terjadi.

"Aku menelepon karena ingin menyampaikan undangan pernikahan dari Raja, Ziva, Rasyid, dan Tari," jelas Santi.

"Hah? Undangan pernikahan? Siapa yang mau menikah, San? Bukannya Raja sudah menikah sama Ziva dan Rasyid sudah menikah sama Tari, ya?" kaget Alwan.

Karin juga ikut kaget, sampai-sampai wanita itu mengerutkan keningnya sangat lama setelah mendengar Santi bicara.

"Yang mau menikah hari ini tuh Batagor sama Ketoprak, Al. Makanya Raja, Ziva, Tari, dan Rasyid memintaku untuk memberi tahu kamu dan Karin," jelas Santi, sekalem mungkin.

Alwan dan Karin kembali berusaha keras menahan tawa, usai tahu bahwa undangan pernikahan yang sedang Santi sampaikan itu adalah pernikahan dua ekor kucing mahal peliharaan Raja dan Rasyid. Hampir saja mereka salah paham, karena Santi sejak tadi bicara tidak langsung pada intinya.

"Wah ... Batagor dan Ketoprak akhirnya berjodoh, ya? Siapa yang duluan jatuh cinta di antara mereka, San? Batagor atau Ketoprak?"

Alwan merasa geli sendiri dengan pertanyaan yang ia ajukan. Ia tahu, bahwa seharusnya hal itu tak perlu ditanyakan. Tapi entah kenapa ia merasa senang, saat melihat wajah Karin yang tampak antusias mendengarkan pembicaraan tentang pernikahan kucing kesayangan Rasyid dan Raja itu sejak tadi.

"Kayaknya sih, Ketoprak, Al. Menurut Tari, Batagor sudah berusaha jual mahal ketika Ketoprak mendekatinya. Tapi Ketoprak enggak mau nyerah dan terus berusaha. Sampai akhirnya Batagor pun luluh dan bersedia dinikahi sama Ketoprak."

Karin akhirnya tertawa lepas karena sudah tidak bisa menahan diri. Segila-gilanya hidup Karin, baru kali itu ia mendengar lika-liku kisah cinta antara dua ekor kucing persia peaknose.

"Terus, nikahannya undang penghulu enggak, San? Ada tenda birunya juga?" tanya Karin.

"Undang, Rin. Insya Allah, Suamiku yang mau jadi penghulunya. Soal tenda biru, sepertinya tidak ada. Kata Tari, konsep pernikahan mereka adalah garden party. Makanya aku diminta menghubungi Alwan, kamu, Hani, dan Mas Rian. Kalian mau diminta menjadi saksi pernikahan Batagor dan Ketoprak, kata Ziva," jawab Santi.

"Astaghfirullah! Ziva ... Ziva ...! Ada-ada saja pikiran jahilnya," heran Alwan.

Karin tidak peduli dengan omelan Alwan barusan. Ia segera mengambil ponsel dari genggaman Alwan dan melanjutkan pembicaraan dengan Santi sambil berjalan ke dalam rumah. Alwan tentu saja segara mengikutinya, karena ingin tahu Karin bicara apa pada Santi.

"Oke, San. Kalau begitu aku dan Mas Alwan akan siap-siap sekarang juga. Eh, aku pakai kebaya atau jangan, nih?"

"Enggak usah, dong, Sayangku," Alwan menolak dengan cepat. "Yang mau nikahan ini kucing, loh, bukan orang."

"Pakai dong, Rin. Biar kita kompak sama Tari, Hani, dan Ziva," balas Santi, sengaja menambah stress pikiran Alwan yang baru saja terdengar memberi penolakan.

"Oke. Aku tutup teleponnya dulu, ya, San. Nanti aku kabari lagi, kalau kami sudah mau jalan ke rumah Ziva. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Karin Cantik."

Saat Karin berbalik untuk menyerahkan ponsel ke tangan Alwan, bibir pria itu terlihat sudah maju beberapa senti untuk menunjukkan bahwa dirinya sedang mengajukan protes.

"Eh, Mas Alwan kenapa? Kok tambah ganteng?" goda Karin, sambil menahan tawa.

"Kali ini aku tidak akan terpengaruh dengan godaanmu, Dek. Aku mau protes! Tadi saat aku tawari ajakan jalan-jalan, kamu langsung menolak. Giliran ada undangan pernikahan kucing dari Ziva dan Tari, kamu langsung setuju untuk datang. Gimana, sih, Dek? Ajakan yang normal kamu tolak, sementara ajakan di luar nalar malah kamu setujui," protes Alwan.

Karin pun tertawa lepas seperti tadi, lalu memeluk Alwan dengan erat. Alwan jelas tidak ingin menolak dipeluk dan justru membalas pelukan itu dengan perasaan bahagia.

"Soalnya aku lebih ingin melihat pernikahan kucing daripada jalan-jalan tanpa tujuan, Suamiku Sayang. Ayo, cepat ganti baju. Kita tidak boleh terlambat datang, karena kita berdua akan jadi saksi pernikahan Batagor dan Ketoprak hari ini," bujuk Karin, sangat menggemaskan.

Alwan tidak bisa lagi melawan. Karin segera membuka lemari untuk mengeluarkan pakaian lengkap milik Alwan dan juga kebaya yang akan ia pakai. Perasaan Alwan sangat senang ketika melihat betapa semangatnya Karin saat itu. Ketika Karin berbalik ke arahnya, mendadak pria itu kembali merasakan energi negatif yang sama seperti tadi. Hal itu membuat dirinya segera meraih Karin ke dalam pelukannya, demi memastikan bahwa kali itu Karin tidak akan melihat ke arah luar jendela kamar.

"Mas? Kok tiba-tiba peluk aku lagi? Ada apa?" tanya Karin, merasa heran.

"Tidak apa-apa, Dek. Aku hanya ingin memelukmu lebih lama lagi. Aku masih kangen," jawab Alwan, asal.

"Kangen? Mas Alwan merasa kangen padaku, padahal selama tiga hari belakangan kita selalu bersama-sama di rumah ini?"

Suara tawa riang Karin kembali mewarnai rumah itu. Meski energi negatif itu terasa sangat kuat bagi Alwan, namun tetap tidak ada bisikan yang terdengar di telinga Karin maupun telinganya. Hal itu membuat Alwan menyimpulkan, bahwa jika Karin tidak melihat sosok yang menerornya, maka bisikan yang mengusik mereka dan berusaha memecah belah kepercayaan mereka tidak akan muncul.

Alwan melepaskan pelukannya setelah beberapa lama berlalu. Energi negatif itu tidak lagi terasa. Membuatnya merasa sedikit tenang karena Karin benar-benar berhasil tidak terusik dengan teror. Ia mengecup kedua pipi Karin dengan lembut, lalu meraih pakaian yang akan dipakainya ke rumah Keluarga Wiratama.

"Aku ganti baju duluan, ya, Dek. Kamu persiapkan saja keperluanmu yang masih tersimpan di lemari," ujar Alwan.

"Iya, Mas. Oh ya, kita akan beli kado 'kan, Mas? Ketoprak dan Batagor tetap butuh diberi kado pada hari pernikahan mereka, meski mereka hanyalah dua ekor kucing."

Alwan langsung memijat keningnya sambil meringis secara terang-terangan.

"Memangnya Ketoprak dan Batagor butuh diberi kado apa, sih, Dek?" Alwan ingin tahu.

"Whiskas saja, Mas. Kedua kucing imut itu jelas tidak butuh dibelikan tiket pesawat untuk pergi bulan madu," jawab Karin, sangat manis.

* * *

TELUH BALUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang