3 | Mencoba Melindungi Karin

709 81 30
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Alwan dan Karin baru saja selesai menyirami tanaman di halaman depan rumah, pagi itu. Setelah mengalami hal-hal aneh sejak dua hari lalu, mereka memutuskan ingin menghabiskan waktu di luar rumah dan berupaya menjauhi jendela. Hal itu juga menjadi jalan bagi Alwan agar bisa melihat-lihat area sekitar rumah, terutama yang terarah ke jendela kamar, ruang tamu, dan juga dapur. Ia ingin tahu, apakah ada seseorang yang bisa lewat ke titik-titik tersebut tanpa melewati pagar depan.

Sayangnya, Alwan sama sekali tidak menemukan adanya jalan yang bisa dilewati oleh seseorang ke tempat-tempat di mana Karin melihat sosok yang menatap ke dalam rumah mereka. Semua tempat itu sama sekali tidak memiliki akses untuk dipijak oleh seseorang, kecuali orang itu masuk lewat pagar atau memanjat pagar samping.

"Kalau pun ada orang yang memanjat pagar samping, seharusnya ada bekas pijakan kaki di atas rerumputan segar ini. Aku sengaja menanam semua rumput ini, agar tahu jika ada penyusup yang mencoba masuk ke rumah. Tapi semua rumput ini masih sama bentuknya seperti sebelum aku pergi ke Semarang. Berarti bukan manusia yang sosoknya terlihat oleh Karin. Pasti itu adalah makhluk halus," batin Alwan.

"Mas! Bunga mawarnya mekar!" seru Karin, dengan wajah begitu bahagia.

Alwan ikut tersenyum bahagia saat menatap kebahagiaan di wajah istrinya. Ia berjalan mendekat ke arah teras, untuk melihat bunga mawar favorit Karin yang baru saja mekar.

"Lihat, Mas! Cantik sekali, 'kan, saat bunganya mekar?" Karin menunjuk ke arah beberapa pot.

"Iya, cantik. Tapi lebih cantik lagi kamu, Dek, daripada bunga mawar itu," balas Alwan, seraya merangkul Karin dengan lembut.

Wajah Karin langsung berubah merah sempurna. Ia mencoba menyembunyikan wajahnya agar Alwan tidak melihat, dengan cara berpaling ke arah lain. Namun Alwan justru mengikutinya dan tidak mau berhenti berputar-putar di sekelilingnya, sampai Karin akhirnya menyerah akibat tidak bisa menahan tawa. Mereka tertawa begitu lepas di teras rumah. Alwan membawa Karin ke dalam pelukannya, lalu duduk bersama di ayunan sambil menatap bunga-bunga mawar yang baru mekar.

Seorang perempuan menatap ke arah rumah itu tanpa mereka sadari. Sejak tadi ia bisa melihat kemesraan yang terjadi di antara Alwan dan Karin. Ia bisa melihat dengan jelas, bagaimana cara Alwan memberikan seluruh perhatiannya terhadap Karin sehingga mereka tampak begitu bahagia. Lagi-lagi ia merasa marah atas apa yang dilihatnya. Ia merasa bahwa kebahagiaan yang Karin dapatkan itu seharusnya adalah miliknya. Ia merasa bahwa seharusnya Alwan mencurahkan semua cinta dan kasih sayang itu hanya untuk dirinya, bukan untuk Karin.

"Dasar perempuan tidak tahu diri! Kamu sudah merebut pria impianku. Sekarang kamu juga merebut cintanya, sehingga membuat dia hanya mencintaimu. Aku benar-benar tidak bisa membiarkan kamu berlama-lama ada di sisi Alwan! Kamu harus segera kusingkirkan!" batinnya, merasa sangat geram terhadap Karin.

Bibirnya mulai berdesis pelan menggumamkan jampi-jampi. Ia berusaha kembali ingin meneror Karin, agar kemesraannya bersama Alwan hancur dalam sekejap. Ketenangan yang awalnya dirasakan oleh Alwan mulai kembali terusik. Alwan bisa merasakan adanya energi negatif seperti yang ia rasakan kemarin, meski saat itu Karin belum melihat apa-apa sama sekali. Senyum di wajah Alwan meredup sesaat. Pikirannya langsung bekerja dengan cepat, mencoba mencari cara agar Karin tidak perlu melihat sosok apa pun yang mungkin akan muncul di sekitar mereka.

Alwan memutuskan untuk menutup mata Karin dengan tangan kanannya yang bebas. Karin hanya bisa tersenyum, ketika Alwan melakukan hal tersebut secara tiba-tiba.

"Mas mau ngapain? Kenapa mataku harus ditutup seperti ini?" tanya Karin.

"Tutup saja dulu sebentar kedua matamu, Dek. Aku mau menatap wajahmu dengan mata yang tertutup agak lebih lama. Aku masih malu, kalau harus menatap wajahmu lama-lama dalam keadaan kamu bisa membalas tatapanku," jawab Alwan, mencoba memberikan alasan yang bisa Karin terima.

Energi negatif itu masih ia rasakan di sekitarnya. Alwan berusaha mewaspadai keadaan sekitar mereka, sambil berupaya untuk melindungi Karin dari hal apa pun yang bertujuan jahat terhadap istrinya tersebut.

"A'uudzu bi kalimaatil laahit taammaatillatii laa yujaawizuhunna barruw wa laa faajirum min syarri maa khalaq, wa dzara-a wa bara-a wa min syarri maa yunazzilu minas samaa-i wa min syarri maa ya'ruju fiihaa, wa min syarri maa dzara-a fil ardh, wa min syarri ma yakhruju minhaa, wa min syarri fitanil laili wan nahaar, wa min syarri kulli thaariqin illaa thaarigan yathruqu bi khairin yaa rahmaan," batin Alwan, terus membaca doa berulang kali.

Beberapa saat kemudian--usai Alwan membaca doa dalam hati--keadaan berangsur membaik. Energi negatif yang ia rasakan sudah tidak lagi terasa. Hal itu menandakan bahwa sosok yang ingin meneror Karin kini sudah pergi dari sekitar mereka.

"Bukalah matamu, Dek," pinta Alwan.

Karin pun membuka kedua matanya, sehingga kini bisa menatap teduhnya tatapan Alwan dari jarak begitu dekat. Alwan segera mengecup kening Karin dengan lembut, untuk menyalurkan perasaan lega yang tengah ia rasakan. Perempuan yang tadi mencoba meneror Karin semakin merasa geram, ketika melihat Alwan mengecup kening Karin. Usahanya untuk meneror gagal. Hubungan Karin dan Alwan pun terlihat semakin hangat dimatanya.

"Jalan-jalan, yuk, Dek," ajak Alwan.

"Jalan-jalan? Memangnya Mas Alwan mau jalan-jalan ke mana?" tanya Karin, tidak bersemangat.

"Terserah kamu. Kamu belum pernah ke Jakarta sebelumnya, 'kan? Siapa tahu kamu mau jalan-jalan biar lebih tahu seperti apa wujud Kota Jakarta," jawab Alwan.

"Enggak, ah, Mas. Aku enggak terlalu suka jalan-jalan jika tidak ada tujuan. Aku selalu merasa kalau jalan-jalan tanpa tujuan itu akan membuat kita lelah dan menghabiskan tenaga," tolak Karin dengan sangat lembut, agar Alwan tidak salah paham.

"Tapi apa kamu tidak bosan berada di rumah terus, Dek? Aku khawatir kalau kamu nantinya akan merasa bosan dan jadi tidak betah tinggal di Jakarta bersamaku," ungkap Alwan, jujur.

Karin pun kembali tersenyum. Untuk pertama kalinya, ia memberanikan diri mencium pipi Alwan dengan hangat dan cukup lama. Apa yang Karin lakukan jelas sukses membuat jantung Alwan berdebar-debar. Wajahnya pun merona merah seperti remaja yang baru merasakan jatuh cinta.

"Mana mungkin aku merasa bosan, Mas? Mana mungkin juga aku tidak betah tinggal bersama Mas Alwan di sini? Aku bersedia menikah sama Mas Alwan, karena aku sayang sama Mas. Mas Alwan adalah pria pertama yang berhasil membuat aku jatuh cinta saat proses lamaran waktu itu terjadi. Jadi di mana pun Mas Alwan menetap, Insya Allah aku pasti akan selalu ikut menetap di tempat yang Mas pilih."

Alwan terdiam selama beberapa saat sambil memikirkan ucapan Karin. Ia sedang berusaha mencerna semua kalimat yang Karin sampaikan padanya.

"Aku adalah pria pertama yang berhasil membuat kamu jatuh cinta saat proses lamaran terjadi? Maksudnya ... aku ini cinta pertama kamu, Dek?"

Belum sempat Karin menjawab, ponsel milik Alwan pun mendadak berdering.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

TELUH BALUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang