Sepasang mata di balik topeng elang putih itu membeliak takjub karena terpesona. Lelaki jubah putih yang sedang duduk di atas sebuah kursi di sisi meja makan itu benar-benar terpukau melihat sosok yang baru tiba di ruangan itu diantar oleh setengah lusin dayang.
Indradhanu telah tiba, wajahnya masih tertutup kelopak-kelopak mawar, cuma kulitnya lebih bersih dan segar, pakaiannya juga baru seperti para pangeran, berwarna merah dan mewah dengan perhiasan ala seorang pangeran.
Lelaki topeng elang beri isyarat kepada enam dayang untuk pergi.
"Duduk!" Perintahnya pada Dhanu saat dayang-dayang telah pergi.
Dhanu memandang tajam pada lelaki bertopeng elang.
"Aku tidak mau! Aku tidak mau makan!" Tolak Dhanu."Aku tidak suka dibantah!" Keras si Topeng Elang.
"Orang gila mana yang mau makan di tengah malam buta?!" tolak Dhanu, dia tidak kenal lelaki ini. Bukan mustahil orang itu akan mencelakainya. Padahal sebenarnya perutnya sudah lapar sedari tadi.
"Tidak usah sok jual mahal! Maling Hantu tidak mungkin memberimu makan!"
Indradhanu tidak membantah, meski gengsinya besar namun demi melihat hidangan sedap dan lezat yang tersaji di atas meja mau tak mau liurnya hampir menetes. Cacing-cacing di perut mulai berontak minta dikenyangkan, suaranya perut keroncongan itu pun terdengar keras, hingga lelaki bertopeng elang itu tersenyum dengan sedikit mendengus. Senyum seorang lelaki yang mencoba menjaga wibawa.
Lelaki bertopeng angkat tangan kanannya, tangan itu digerakkan seolah-olah seperti sedang mendorong. Dhanu terkejut, kursi di depannya tiba-tiba bergeser sendiri seolah mempersilahkannya buat duduk.
Kemudian tangan si lelaki bergerak seperti menarik-narik. Dhanu kaget, tubuhnya ikut tertarik ke kursi lalu dipaksa buat duduk. Begitulah, dengan kesaktiannya lelaki bertopeng elang itu menggerakkan piring, gelas, bahkan nasi dan lauk pauk yang harus dimakan oleh Dhanu.
"Masih belum mau makan?" Sindir lelaki itu, sedang dia sendiri mulai menyuapkan nasi. Saat mengunyah dia sengaja menggoda Dhanu dengan mengeluarkan suara berisik, bahkan sesekali dia menjilati jari tangan seolah-olah ingin memamerkan betapa lezat makanan di istananya.
Dhanu memaki di dalam hati, dia ingin berkeras hati namun laparnya sungguh tak tertahan lagi. Sejak diculik Maling Hantu dia belum mengunyah sebutir nasi pun. Akhirnya dengan menahan malu, Dhanu pun melahap makanan itu dengan begitu rakus.
***Kedua lelaki itu baru saja selesai makan. Dada Dhanu berdebar hebat tatkala lelaki yang masih belum dikenalnya itu melangkah mendekati dirinya yang masih duduk di atas kursi. Nyawa Dhanu seakan melayang ketika lelaki itu tiba-tiba menarik kursi agar mereka saling berhadapan. Karena takut dan waspada Dhanu menyerang lelaki itu.
Terjadilah perkelahian kecil-kecilan di antara keduanya. Dhanu meski menguasai silat, namun silatnya kosong tanpa tenaga dalam, hal itu membuat lelaki topeng elang leluasa mempermainkan Dhanu.
"Ayo! Serang aku! Keluarkan seluruh kemampuanmu!" Ledek lelaki itu saat Dhanu sudah terengah-engah karena dari sekian banyak jurus tak satupun yang berhasil menyentuh lelaki itu.
Dhanu menggeram, dia pun menerjang dengan tendangan dahsyat, namun dengan gampang lelaki itu mengelak bahkan menangkap pergelangan kaki Dhanu.
Lelaki itu menarik kaki Dhanu hingga tubuh keduanya merapat, dan bruk. Tubuh keduanya bertubrukan begitu rapat."Lepaskan!" Teriak Dhanu saat sebelah tangan lelaki itu malah memeluk pinggangnya. Kini keempat mata mereka saling beradu.
Entah mengapa tatapan itu membuat Dhanu gugup, dadanya berdebar tak menentu. Darah Dhanu semakin berdesir ketika satu tangan yang memegang kakinya malah merayap perlahan-lahan menuju ke pertengahan tubuh. Tangan itu telah sampai ke paha, bahkan setengah jengkal lagi akan sampai ke selangkangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRU
Fantasy"Hridaya pravahita anugraha" Cinta adalah anugerah yang mengalir dari hati. Lintang Arganata seorang murid cekatan dari padepokan Linggabuana mendapatkan tugas memberikan undangan adu tanding Kanuragan ke Padepokan Kembang Dewa. Di sana Lintang Arg...