BAB 3: EYE

147 101 56
                                    

Dipta berjalan di apit dua orang, yaitu Junar dan Fabio. Setelah sepakat pergi ke kantin saat tadi pelajaran ketiga selesai, dan sekarang mereka bertiga menuju tempat ruangan terbuka yang lebar di lantai dua. Sebelum memasuki area kantin, tadi di koridor banyak sekali cewek-cewek memanggil nama Dipta dan Junar, lupakan Fabio tapi memang sedikit yang menyapanya, kebanyakan memanggil nama Dipta dan Junar. Dipta sangat bingung belom berbulan-bulan dia disini, tapi satu hari saja banyak yang memanggil namanya, mengapa begitu? Kata Fabio sih orang ganteng disini cepet famous, entah dari mana informasi yang di dapat tapi itu hal biasa bagi para cewek yang suka bergosip.

"Kesitu dulu, pesen minum." Ajak Fabio, berjalan beriringan menghampiri stand yang sepi dan hanya dua orang yang sedang berbicara dengan sang penjual.

Mereka menunggu, sedikit-sedikit mendengar percakapan mereka, Dipta yang notabene nya orang yang tidak sabaran sudah berdecak kesal. Setelah sedikit lama menunggu, perbincangan itu selesai. Mereka membalikan badan, dan diam untuk beberapa detik.

Mata Dipta dan mata cewek di hadapannya bertemu, mata itu, mata yang tak pernah Dipta temui di mana pun. Harus bagaimana mendeskripsikan, tidak bisa Dipta melakukan itu. "Permisi, bisa kasih jalan?" Pinta cewek yang berbando kupu-kupu pink.

Dipta refleks menyahut, "Lama amat lagian, pegel kali nungguin."

Melihat kedua di depannya pergi, dari hadapan mereka bertiga, Fabio berujar. "Jangan begitu anjir, itu cewek yang di sebelahnya anak dari yang punya sekolah."

"Yang mana?" Dipta bertanya, matanya tak lepas dari punggung kecil milik seorang gadis yang ditatap oleh matanya sejak 2 menit lalu.

Fabio membalas setelah memesan tiga minuman bersoda. "Yang gak pake bando."

∞∞∞

Biasanya jam segini Dipta sedang bermain Badminton, sembari melatih kemampuan dan mencari peningkatan dalam diri Dipta. Kadang-kadang hanya bergitar di halaman belakang atau tidur untuk beristirahat, kegiatan semua itu Dipta rasakan saat sebelum bersekolah di luar. Tapi, sekarang dia duduk di taman sekolah, menunggu jam yang di tentukan. Dipta mengambil kelas tambahan, disuruh oleh sang Ayah.

Siapapun bisa mengambil kelas tambahan, atau bisa mengambil meja untuk belajar sampai larut dan dalam pengawasan guru, atau bisa mengambil ekstrakurikuler sampai malam untuk latihan dan latihan. Tenang, itu semua harus dapat persetujuan orang tua dan guru-guru, pun bertanggungjawab dalam hal semua itu. Mengawasi, membimbing, mengajar, apapun asalkan tidak memakan gaji buta.

Dipta berjalan keluar sekolah, pamit dari Fabio dan Junar. Mereka berdua juga ternyata mengambil kelas tambahan, kalo Junar atas kemauan sendiri tapi kalo Fabio katanya paksaan dari mama nya, karna dulu otak nya tak berjalan dengan lancar. Bahkan perkalian 7×4 saja laki-laki mikir dulu, itulah yang membuat mama Fabio murka dan berakhir Fabio disuruh mengambil kelas tambahan agar pintar.

Dipta berjalan tidak jauh dari gerbang sekolah, di seberang sana dan berjalan sedikit ada mini market yang kelihatan sepi. Perut Dipta sedari tadi keroncongan minta di isi, kantin sekolah sudah tutup sejak bel pulang, batas mereka berdagang hanya dari jam 6 pagi sampai jam 4 sore.

Memasuki dan mendorong pintu minimarket langsung disambut dinginnya AC, dia berjalan menyusuri rak-rak makanan. Dipta mengambil roti isi keju dua dan mengambil kopi kaleng di dalam kulkas transparan. Saat akan membayar, Dipta melihat punggung kecil yang tidak asing dari pandangannya. Itu, anak si pemilik gedung sekolah sedang gelisah mencari-cari entah apa yang di cari, tapi Dipta tau sepertinya dia tidak membawa kartu atau uang untuk pembayaran.

AILY DAILY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang