BAB 10: THE PRINCIPLE

148 101 19
                                        

Setelah pulang sekolah, dan di ajak ke tempat apotek oleh Dipta. Aily memutuskan lebih baik pulang dari pada berlama-lama bersama Dipta membuat jantung nya terus berdegup. Dan, sampailah mereka berada di depan gerbang yang menjulang tinggi. Aily turun dari motor Dipta, dengan kantung plastik yang berisikan beberapa obat pereda nyeri pada gigi di sana.

"Makasih, udah nganter pulang dan obat sakit gigi nya." Aily tersenyum sambil mengangkat kantung plastik itu.

"Sama-sama, di minum obat nya, Ly. Itu, pipi lo gede banget." Kata Dipta.

Aily mengangguk, matanya tidak lepas dari wajah tampan Dipta. Struktur wajah yang dimiliki Dipta itu sempurna, dan Aily baru melihat nya. Membuat ia selalu kagum pada wajah milik laki-laki tersebut.

"Gua pamit pulang, nanti kabarin aja soal ajakan gua yang tadi." Helm full face nya dia pakai kembali. Lalu pergi setelah mendapat anggukan kepala dari Aily sebagai respon, dan menghilang dari pandangan gadis itu.

Aily membuka gerbang tinggi itu seperti biasa, meskipun kesusahan karna berat, tapi ada pak Tejo yang berlari dan ikut berkontribusi. "Non Aily, pulang sama siapa?" Pertanyaan yang sama seperti kemarin dari pak Tejo.

"Sama temen, pak." Jawab nya lembut.

"Itu obat apa, Non? Non Aily sakit?" Pak Tejo melihat kantung plastik yang dia bawa.

"Oh ini, bukan apa apa. Cuma obat sakit gigi." Balas nya, lalu memasukan obat itu ke dalam tas. Untung saja pak Tejo bertanya, jadi dia dengan cepat memasukkan obat itu ke dalam tas.

Aily melihat ada mobil yang dia kenali terparkir di sana, ikut berjejer dengan 2 mobil yang sudah lama berada di garasi rumah ini.

"Bapak pulang, Non. Pasti, seneng banget ya?" Pak Tejo langsung menyahut, seolah-olah tahu apa yang di pikiran Aily.

Seperti menemukan jackpot di antara daun yang berserakan. Aily senang bukan ke palang, mendapat kabar dari Pak Tejo bahwa ayahnya hari ini berada di rumah. Meskipun, dia tidak terlalu dekat dengan sang Ayah, tentu ini adalah sesuatu hal yang melegakan hatinya. Dia terhindar dari hukuman Sara hanya beberapa waktu saja, tapi hal tersebut sangat berharga. Aily berjalan sedikit lebih cepat, masuk ke dalam rumah besar itu. Pertama kali yang dia lihat, hanya Sara yang duduk di sofa besar dengan secangkir teh di genggaman tangannya.

Ada tatapan yang tersirat, Aily sudah bisa mengartikan tatapan itu. Seakan-akan Aily tidak boleh berbicara asal jika bersama ayahnya, dia akan mati di tangan Sara jika saja itu terjadi. Aily tidak mau hidup dan mati secara cuma-cuma di tangan Sara, itu bukanlah sesuatu yang dia inginkan. Kemudian, dia menaiki tangga berjalan menuju kamar nya, namun di ujung atas ujung anak tangga ada ayah nya yang baru saja akan turun.

"Aily baru pulang?" Tanya Fadli, dengan wajah yang Aily rindukan. Gadis itu bukanlah anak yang dengan mudah mengatakan kata rindu pada ayahnya, dia mempunyai gengsi besar, bahkan untuk memeluk ayahnya sangat sulit di lakukan.

Terlebih ayah nya sibuk bekerja dan tidak sering di rumah berpapasan dengannya. Juga Fadli bukan ayah yang tahu semua tentang nya.

"Iya, ayah."

"Pulang sama siapa?"

"Sama temen."

"Katanya, Pak Gama sama Mama Sara di cabut pekerjaannya? Nanti ayah carikan yang baru ya, sopir untuk antar-jemput ke sekolah." Ucap Fadli.

"Gak usah ayah. Aily kan sudah besar, sudah bisa sendiri kemana-mana. Aily mulai sekarang, mau naik kendaraan umum aja. Hitung-hitung pengalaman baru." Balas Aily. Dia memang berniat mencari pengalaman baru di sisa-sisa pergi ke sekolah karena dia akan lulus untuk beberapa bulan kedepan. Mencari pengalaman baru, contohnya seperti berjalan kaki ke halte, menaiki bus atau bisa melipir ke tempat-tempat yang di inginkan sebelum masuk sekolah atau sebelum pulang ke rumah. Hal tersebut memang tidak mungkin, mulai sekarang Aily akan selalu diantar dan dijemput oleh Dipta.

AILY DAILY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang