Dipta duduk termenung di balkon kamarnya, matanya menatap jauh menembus hujan. Angin dingin masuk ke dalam pori-pori kulit laki-laki itu. Air yang turun dari atas dan mengguyur tanah itu sama seperti isi kepalanya yang di guyur banyak hal. Sedari tadi, setelah pulang dari rumah Aily, dia masih tetap dengan pikirannya yang carut-marut dan hatinya yang memporak-porandakan.
Saat ini dia hanya bisa bertanya kepada dirinya sendiri. Apa yang harus ia lakukan? Dan itu tidak kunjung mendapat jawaban. Aily adalah salah satu gadis yang sibuk memenuhi isi pikirannya. Bagaimana caranya untuk menemui Aily? Dipta tidak bisa terus diam saja dan ini sangat menyiksanya. Dia mengusap wajah nya kasar, menatap langit yang terus-menerus menurunkan hujan.
Dalam beberapa detik menatap langit, Dipta tiba-tiba saja kepikiran Leya. Teringat tadi di sekolah, bahwa ini adalah pertama kali nya Aily absen sakit. Dan, saat itu juga Dipta masuk ke dalam kamarnya. Mengenakan jaket hitam dan mengambil kunci mobil miliknya di atas meja. Dia keluar dari kamar, menuruni tangga dengan cepat.
Di ujung anak tangga, ada Denis yang baru saja pulang dengan setelan kemeja juga berbalut jas. Dia siap-siap meledak saat mengingat ada telepon dari guru Dipta, bahwa anak itu bolos study plus tanpa alasan yang jelas.
"Dipta!" Pekik Denis. Yang membuatnya memanggil Dipta dengan nada tinggi adalah melihat bagaimana anak itu melewati dirinya.
"Dipta! Mau kemana kamu?!" Teriakan Papa nya membuat Dipta menghentikan langkah kakinya.
Dia membalikkan badan, "jangan sekarang, Pa. Dipta ada urusan penting."
Dipta menghilang dari pandangan Papa nya, tidak memperdulikan bagaimana tatapan penuh amarah itu. Bagi nya, kini Aily lebih penting ketimbang Denis. Pun, Papa nya akan melakukan hal yang tidak penting untuk Dipta.
Dipta mengemudikan mobilnya menembus hujan deras. Melajukan kendaraan roda empat itu dengan kecepatan tinggi, bahkan dia tidak memikirkan bahwa ini sangatlah berbahaya.
Di sini lah Dipta berdiri, di rumah besar milik Azaleya Chelsea. Benar, dia akan menanyakan banyak hal tentang Aily kepada Leya. Mengingat kalau Leya adalah satu-satunya teman Aily dan ia harap Leya bisa memberikan Dipta jawaban. Awalnya, dia tidak tahu menahu alamat rumah Leya, namun mengingat Fabio yang mempunyai koneksi luas, jadilah dia bertanya pada temannya. Fabio juga tahu rumah Leya dari Pitrysa, karena mereka tinggal di satu komplek perumahan elite.
Dia mengetuk pintu dan sesekali menekan bel rumah itu dengan gerakan cepat. Tak lama kemudian, pintu besar terbuka menampilkan Leya dengan pajamas pink. Jelas, itu membuat nya terkejut setengah mati, melihat Dipta di depan rumah nya dengan tubuhnya yang sedikit basah terkena air hujan.
"Dipta? Lo ngapain di sini?" Tanya Leya. Tidak tega melihat penampilan Dipta, Leya mempersilahkan laki-laki itu masuk ke dalam rumahnya terlebih dahulu. "Masuk dulu, Dip."
Dipta masuk ke ruangan besar. Rumah Leya hangat, bahkan dia bisa merasakan bagaimana ruangan itu memberi nya atmosfer yang berbeda.
"Gua bikinin teh anget ya," katanya sambil duduk. Lalu, Leya memanggil seseorang, yang kemudian orang itu muncul dari arah dapur. "Mbak, tolong bikin teh anget, buat temen saya." Perintah itu langsung di terima oleh wanita paruh baya tersebut.
"Ada urusan apa lo ke rumah gua?" Tanya Leya langsung, tak mau basa-basi. Sejujurnya, dia tahu maksud kedatangan Dipta ke rumah nya. Selain, Aily apa lagi yang membuat laki-laki itu menginjakkan kakinya disini?
"Apa yang gua gak tau tentang Aily, Ley?" Jawabnya. Suara itu benar-benar rendah, Leya bahkan bisa menggambarkan suara Dipta yang tentu saja dia merasa khawatir karena seharian tidak melihat kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILY DAILY
Ficção Adolescente[FOLLOW YUK, SEBELUM BACA!] -not revised yet! Dua insan ciptaan tuhan yang bertemu di situasi yang serupa, mempunyai perasaan hampa di dada. Takdir yang sama, kehilangan separuh jiwa membuat mereka terpuruk di hidupnya, dan sama-sama mengharapkan se...